KOMPAS.com- Pemerintah di banyak negara terus berusaha menekan atau mengendalikan konsumsi tembakau oleh masyarakat negaranya, termasuk Indonesia.
Peneliti Pusat Litbang SDPK-Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI, Tati Suryati mengatakan pengendalian dan mendorong adanya advokasi terhadap konsumsi tembakau di Indonesia memang sangat diperlukan, tetapi harus memiliki basis data yang relevan dan kredibel.
Sebab, persoalan konsumsi tembakau ini tidak hanya menjadi fokus negara Indonesia saja. Melainkan banyak negara di dunia, termasuk yang tergabung dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Oleh sebab itu, Tati menjelaskan data terkait persoalan konsumsi tembakau ini dilakukan dalam Global Youth Tobacco Survey (GYTS).
Baca juga: WHO: Perokok Tembakau dan Sisha Berisiko Tinggi Terkena Covid-19
Apa itu GTYS?
Global Youth Tobacco Survey (GYTS) merupakan komponen dari Global Tobacco Surveillance System (GTSS), untuk memantau konsumsi tembakau pada remaja secara sistematik.
Tati menjelaskan GTYS ini dijadikan sebagai evidence based data untuk advokasi kebijakan pengendalian tembakau pada remaja Indonesia.
Baca juga: Tak Usah Didebat Lagi, Vape Sama Bahayanya dengan Rokok Tembakau
Ini juga dipergunakan untuk memenuhi kewajiban sebagai anggota WHO dan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC), agar bisa menghasilkan data yang dapat dibandingkan secara internal atau antar negara.
"Tujuan utama dari GYTS ini untuk mendapatkan data indikator utama pengendalian tembakau pada pelajar usia 13-15 tahun di suatu negara, untuk bisa dibandingkan dengan negara lain," jelas dia dalam diskusi bertajuk Upaya Advokasi Kebijakan Berbasis Data Guna Melindungi Anak dan Remaja Jadi Target Industri Rokok, Rabu (17/6/2020).
Untuk diketahui, negara yang tergabung dalam program GYTS ini sudah mencapai 150 negara di dunia, termasuk Indonesia.