Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/05/2020, 11:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berdampak efektif terhadap penurunan jumlah kasus positif Covid-19 di beberapa wilayah di Indonesia.

Berkaitan dengan PSBB, pada Selasa (12/5/2020), Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyebutkan, Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan untuk membuat simulasi terkait pelonggaran PSBB.

"Bapak Presiden telah berikan instruksi kepada Gugus Tugas untuk menyiapkan suatu simulasi agar apabila kita melakukan langkah-langkah pelonggaran (PSBB), maka tahapan-tahapannya harus jelas," kata Doni dalam video conference, Selasa (12/5/2020).

Tahapan pertama yakni prakondisi atau sosialisasi. Nantinya, pemerintah akan melibatkan akademis, epidemiolog, kesehatan masyatakat, sosiolog, serta pakar komunikasi publik untuk melakukan sebuah kajian.

Kedua, yaitu kapan waktu yang tepat pelonggaran PSBB diterapkan. Itu bergantung pada empat kriteria.

Kendati demikian, pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyampaikan agar pemerintah tidak terburu-buru melakukan pelonggaran atau pelepasan PSBB, bahkan hingga Juni nanti.

Baca juga: Sebulan PSBB Jakarta, Ahli Imbau Tak Longgarkan Pengawasan

Pandu berkata, kita memandang pandemi ini seperti siap untuk berlari maraton. Dia mengingatkan, jangan berharap pandemi corona selesai pada Juni.

"Jangan mengharap Juni itu akan tuntas. Jangan ngimpi deh, enggak mungkin. Mungkin kita harus menunggu lebih lama, mungkin," kata dia.

Terkait pelepasan PSBB masih menjadi perbincangan atau diskusi oleh para ahli. Menurut Pandu, pemerintah pun sudah mulai membicarakan kemungkinan pelonggaran PSBB setelah melihat PSBB di Jakarta dianggap sudah sukses menekan angka kasus positif Covid-19.

Pandu berkata, setelah pandemi Covid-19 benar-benar berakhir di Indonesia, kita pasti akan melakukan pelepasan PSBB kalau memang bisa. Namun, kapan hal itu terjadi tidak ada yang tahu.

"Terus terang jangan terlalu cepat dulu (melepaskan PSBB). Enggak bisa. Belum waktunya. Kita harus bisa menyiapkan indikator yang jelas dan meyakinkan. Kalau tidak, itu akan terjadi peningkatan kasus lagi, jadi seperti turun, tapi naik lagi (jumlah kasus konfirmasi Covid-19)," ujar Pandu dalam diskusi daring bertajuk "Mobilitas Penduduk dan Covid-19: Implikasi Sosial, Ekonomi dan Politik" pada Senin (4/5/2020).

 

Pemeriksaan kendaraan di Check point Tugu Tani, Jakarta Pusat, Selasa (12/5/2020)DOKUMEN PRIBADI Pemeriksaan kendaraan di Check point Tugu Tani, Jakarta Pusat, Selasa (12/5/2020)

Jika peningkatan kasus kembali terjadi di berbagai wilayah, termasuk yang saat ini sudah mulai menurun, itu akan membuat Indonesia tidak bisa menyelesaikan sampai tuntas pandemi Covid-19.

"Kita harus selesaikan secara betul dulu (pandemi Covid-19 di Indonesia) ini," tegas dia.

Jika pandemi Covid-19 ini selesai hingga tuntas, kata dia, maka kita dapat mencegah kenaikan atau kemungkinan ditemukannya lagi infeksi baru secara masif atau signifikan.

Jadi, pelepasan atau pelonggaran PSBB dilakukan saat pandemi corona di Indonesia rampung. Bukan ketika kasus Covid-19 di suatu daerah dirasa menurun.

Saat itu terjadi, pembatasan sosial bisa dilepaskan, tetapi aktivitas di luar rumah juga tetap harus bisa dikontrol. Kegiatan belajar mengajar bisa kembali hadir ke sekolah, juga aktivitas bekerja dan lain sebagainya bisa berjalan biasa.

"Tapi, kita juga belum tahu kapan. Anggap saja Juli sudah bisa (beraktivitas di luar), tapi itu harapan. Tapi itu bukan selesai (pandemi Covid-19 di Indonesia), itu hanya fase mereda," ujar dia.

Apabila jumlah kasus di Indonesia ini mereda dan pembatasan sosial dilepas, restriksi dilonggarkan perlahan. Pandu berkata bahwa kita harus sudah siap dengan apa yang akan terjadi ke depan.

Baca juga: PSBB Efektif Cegah Penyebaran Corona, Ahli Ingatkan Gelombang Kedua

 

Suasana Pasar Resik Jatinangor. Di pasar tersebut, banyak pedagang yang memilih menggantungkan maskernya di leher dibanding dikenakan dengan alasan sumpek dan sulit bernapas. KOMPAS.com/RENI SUSANTI Suasana Pasar Resik Jatinangor. Di pasar tersebut, banyak pedagang yang memilih menggantungkan maskernya di leher dibanding dikenakan dengan alasan sumpek dan sulit bernapas.

Apa yang akan terjadi jika PSBB dilepas tengah pandemi Covid-19 yang belum usai?

Menurut Pandu, kita belum bisa melakukan jika pelepasan PSBB selama pandemi ini belum tereliminasi secara tuntas, karena waspada adanya gelombang peningkatan kasus berikutnya.

Sebab, masih banyak celah yang memungkinkan pandemi kembali lagi, seperti yang terjadi dengan Singapura. Di mana keadaan di Singapura pernah turun drastis kasus konfirmasi positif Covid-19 dan terlihat bagus.

Tetapi mereka lupa ada pekerja migran di rumah susun yang waktu itu sudah lepas restriksinya dilonggarkan, hasilnya satu rumah susun itu sebagian besar terinfeksi virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

"Kita juga melihat selama beberapa hari dan minggu ini kasus baru, akan banyak letusan-letusan kasus baru yang harus diwaspadai," ucap dia.

Oleh sebab itu PSBB ini harus terus dijalankan, meskipun implementasinya bisa berbeda-beda atau tidak seketat seperti Jakarta dengan pembatasan sosial 70 persen.

Sedangkan, penerapan PSBB di daerah lain juga butuh dilakukan, tetapi dengan perketatan sekitar 50 persen atau tergantung bagaimana situasi kasus penularan di daerah tersebut.

Baca juga: Apa Itu Herd Immunity, dan Mengapa Bisa Sebabkan Kematian Massal?

Memandang pandemi Covid-19 saat ini

Tidak ada yang tahu pasti kapan pandemi corona yang menyebar di seluruh dunia akan berhenti.

Jika menurut perhitungan Pandu, mungkin butuh waktu dua tahun hingga pandemi ini benar-benar berakhir.

Oleh sebab itu, dia menegaskan bahwa kita semua tetap harus waspada.

Hal yang bisa dilakukan adalah harus mengubah cara atau gaya hidup kita.

"Tidak ada cara untuk kembali, karena masa lalu kita itu banyak masalahnya. Banyak masalah yang membuat kita jadi terlena, kita harus ubah semua itu. Virus saja bermutasi terus, maka kita juga harus lebih berani berubah untuk mencegah dan siap menghadapi jenis infeksi virus jenis baru," jelasnya.

Hal atau kebiasaan dalam hidup bersosialisasi dan berkaitan dengan aspek kesehatan, ekonomi bahkan psikologis yang dahulu dianggap normal dijalani, ternyata tidak siap menghadapi pandemi yang seperti ini.

Bersiap menuju Indonesia baru yang berbeda atau the new normal adalah hal terbaik yang bisa dilakukan setiap individu saat ini.

Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Bisakah Herd Immunity Diterapkan di Indonesia?

Sebab, tidak ada yang tahu seperti apa nantinya setiap individu masyarakat menjalani kehidupannya pasca pandemi ini berlalu dan akankah kegiatan berkerumun, berkumpul, pergi ke restoran, halal bihalal atau yang lainnya bisa terjalankan seeprti dahulu pra-pandemi.

Selain itu, perlu mendorong inisiatif Pembatasan Sosial Berbasis Komunitas (Lokal) atau kelompok-kelompok kecil, yang lebih sustain karena setelah pandemi mereda, kewaspadaan harus terus terjaga.

"Karena tidak mungkin hanya fokus berskala besar lagi, jadi fokus ke (pembatasan sosial) skala kecil yang berpotensi jadi letusan baru (kasus Covid-19) jika tidak diantisipasi," kata dia.

Komunitas adalah garda terdepan yang selama ini dilupakan, PS Berbasis Komunitas lebih berdampak dan membangun solidaritas sosial dan gotong royong.

"Kembali ke norma-norma yang selama ini hilang. Kalau tidak, akan menjadi banyak krisis yang selama ini terjadi," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com