Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Penyebaran Covid-19, Bisakah Herd Immunity Diterapkan di Indonesia?

Kompas.com - 12/05/2020, 08:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Selama Covid-19 masih menjadi pandemi global, herd immunity kerap disebut-sebut menjadi alternatif melawan penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis SARS-CoV-2 ini.

Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dr Panji Hadisoemarto MPH, menyebutkan bahwa herd immunity adalah konsep kekebalan terhadap penyakit yang dipakai untuk level populasi.

"Jadi bukan seseorang (individual saja) punya kekebalan, tapi sekelompok orang punya kekebalan (terhadap kuman jahat tertentu)," kata Panji kepada Kompas.com, Senin (11/5/2020).

Baca juga: Peneliti Kembangkan Tes Imunitas Corona, Apa Fungsinya?

Panji menyebutkan, tak perlu 100 persen anggota populasi memiliki kekebalan tersebut. Cukup sebagian dari populasi saja. Sistem kekebalan tubuh (antibodi) yang muncul akibat telah terinfeksi memang umum terjadi dalam kasus virus lainnya.

Akan tetapi, SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 belum memiliki bukti klinis bahwa pasien yang sudah pernah terinfeksi akan kebal dengan infeksi virus serupa berikutnya.

"Tapi pengetahuan kita tentang respon kekebalan tubuh terhadap Covid-19 belum lengkap," ujar dia.

Berapa banyak anggota populasi yang harus kebal?

Panji berkata, hal ini ada hubungannya dengan angka reproduksi dasar atau Basic Reproductive Number (R0) sebuah penyakit.

Pendekatan sederhananya, proporsi yang harus punya kekebalan setidaknya 1- (1/R0).

Baca juga: Ahli: Penyebaran Virus Corona di Perancis Dimulai sejak November 2019

Jadi kalau R0=3, kalau di populasi ada 67 persen orang yang sudah kebal, dikatakan sudah terbentuk herd immunity.

Metode atau cara kerja herd immunity

Dijelaskan Panji, selama ini metode atau cara kerja herd dipakai melalui imunisasi. Tujuan program imunisasi bukan hanya melindungi orang yang diimunisasi, tetapi populasi pada umumnya.

Saat pandemi Covid-19 ini masih terbilang masif atau identifikasi kasus konfirmasi masih ada dalam jumlah banyak, herd immunity yang dilakukan secara paksa tanpa vaksinasi itu tidak sebaiknya dilakukan.

"Kalau itu (melakukan herd immunity saat sekarang kasus Covid-19 masih masif) artinya membiarkan penyakit menyebar. Saya rasa risiko untuk menyebabkan kesakitan dan kematian yang bisa dihindarkan terlalu tinggi," ujar Panji.

Ilustrasi corona virus (Covid-19)shutterstock Ilustrasi corona virus (Covid-19)

Selama belum ada herd immunity, kata dia, memang selalu ada kemungkinan terjadi outbreak lagi berupa gelombang kedua dan seterusnya. Hal ini terjadi ketika kehidupan dipaksakan untuk normal layaknya sebelum ada pandemi, saat jumlah kasus masih aktif.

"Jadi selama belum ada herd immunity, kembali ke kehidupan normal pun harus tetap disertai upaya surveilans yang sangat intensif. Upaya pencegahan seperti pakai masker atau distancing tetap harus dijalankan," jelasnya.

Baca juga: WHO Keluarkan Pedoman Uji Coba Vaksin Virus Corona pada Manusia

Untuk diketahui, Pejabat Senior Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dale Fisher menyebut vaksin untuk Covid-19 tidak akan siap hingga akhir tahun depan.

"Saya pikir akhir tahun depan adalah ekspektasi yang sangat masuk akal," kata Fisher seperti dilansir dari CNBC, Senin (4/5/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com