Secara teknis, pemerintah dapat juga memasang gelang dengan GPS yang terhubung dengan dinas kesehatan bagi pasien terkonfirmasi positif (dengan level kasus ringan dan sedang) yang diwajibkan isolasi di rumah seperti kebijakan di Hong kong.
Seperti kasus Covid-19 di China yang terkonsentrasi di Provinsi Hubei, jumlah kasus tertinggi di Indonesia masih terkonsentrasi di beberapa daerah di Pulau Jawa dengan pusat penularan di Jakarta.
Dalam konteks ini, pemerintah perlu mempertimbangkan isolasi individu setidaknya selama satu minggu (umumnya gejala Covid timbul dalam 5 hari) bagi orang yang berpindah dari wilayah transmisi lokal Covid tinggi seperti Jakarta (lebih dari 2.400 kasus per 15 April) ke rendah seperti Aceh (5 kasus).
Saat ini pembatasan sosial berskala besar sudah dilakukan di Jabodetabek, tapi penerbangan domestik dari wilayah transmisi lokal tinggi seperti Bandara Soekarno Hatta Jakarta dan Bandara Juanda Yogyakarta masih berlangsung.
Perpindahan orang via pesawat ini membawa risiko tinggi penyebaran Covid-19 ke wilayah yang masih dengan jumlah kasus sedikit. Oleh karena itu, penerbangan domestik juga harus ditutup, seperti rute internasional, agar Covid tidak semakin menyebar ke provinsi lain, apalagi ke daerah yang sistem kesehatan lebih buruk dibanding Jakarta.
Isolasi wilayah yang saya usulkan bukan lockdown total seperti Wuhan, tapi mencegah perpindahan orang antardaerah dengan transmisi Covid tinggi secara epidemiologis (seperti Jakarta) ke daerah lain dengan kasus sedikit (seperti Aceh dan Maluku).
Dalam suatu daerah yang sama, aktivitas tetap dapat dijalankan dengan prinsip-prinsip pembatasan besar, terutama di wilayah dengan transmisi tinggi.
Bagi banyak orang, terutama kelompok ekonomi bawah dan pekerja harian seperti tukang ojek, sopir taksi, tukang sayur, dan pekerja sejenis, keluar rumah untuk bekerja merupakan kebutuhan.
Untuk itu gerakan menjaga jarak sosial harus digalakkan.
Kita dapat belajar dari Korea Selatan dan China yang menggunakan aplikasi di telepon genggam untuk memetakan daerah yang rawan secara personal sesuai rute yang didatangi masyarakat. Di Indonesia, dashboard detail seperti ini belum ada.
Salah satu hambatan membuat aplikasi seperti itu di Indonesia adalah tidak tersedianya secara terbuka dan terpusat zona merah Covid-19 bagi masyarakat.
Beberapa daerah seperti di Jawa Barat dan Sumatera Utara berinisiatif membuat dashboard atau mengumumkan terbuka lokasi zona-zona merah. Pembukaan dan transparansi data Covid dan zona merah ini penting seperti permintaan Presiden Jokowi.
Pertimbangan privasi tetap harus jadi hal utama sistem seperti ini.
Dari contoh ini kita dapat lihat bahwa terlepas apakah negara demokrasi seperti Korea Selatan atau non-demokrasi seperti China, sistem ini dapat dijalankan dengan sukses.
Walau hingga saat ini belum ada riset yang menunjukkan efektivitas penggunaan sistem ini dalam mengurangi kasus Covid-19, secara teoritis transparansi data dapat mendukung pembuatan aplikasi yang akan memandu masyarakat lebih berhati-hati ataupun menghindari daerah-daerah dengan penularan Covid-19 tinggi.
Penelusuran kontak orang yang diduga terpapar virus sangat penting. Ini merupakan ujung tombak untuk mengurangi penyebaran virus dan memastikan penggunaan tes diagnostik cepat ataupun uji lainnya tepat sasaran.
Sebuah pemodelan perjalanan penyakit Covid-19 yang dibuat oleh Centre for the Mathematical Modelling of Infectious Diseases Inggris menunjukkan bila penelusuran dilakukan setidaknya pada 70 persen orang-orang yang pernah kontak dengan pasien positif Covid-19, pengendalian Covid-19 akan dapat dicapai.
Hingga saat ini di Indonesia, menurut informasi dari lapangan, mayoritas penelusuran masih dilakukan secara manual dan bertumpu pada ingatan dari pasien terkonfirmasi.
Penggunaan teknologi informasi untuk contact tracing seperti pelacakan posisi real-time seseorang dengan aplikasi TraceTogether yang dilakukan di Singapura serta lokasi jaringan seluler seperti di Taiwan perlu dijalankan secara massif.
Baru-baru ini dari Kementerian Komunikasi dan Informatika meluncurkan aplikasi serupa TraceTogether berjudul PeduliLindungi. Kita perlu mendukung penggunaannya, meskipun aplikasi tersebut masih belum sempurna dan perlu penambahan fitur terutama memberi informasi lokasi zona-merah secara transparan.
Selain dengan aplikasi, sangat penting mempromosikan pentingnya mencatat siapa saja yang ditemui 14 hari terakhir di buku atau handphone masing-masing agar memudahkan penelusuran bila mereka didapati positif Covid.