Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

6 Strategi Perang Lawan Corona agar Rumah Sakit Kita Tidak Lumpuh

Kompas.com - 17/04/2020, 19:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Anthony Paulo Sunjaya

SETELAH sebulan lebih “seruan” dari Presiden Joko Widodo agar anggota masyarakat menjaga jarak sosial, menghindari kerumunan, dan beraktifitas di dalam rumah, belum terlihat tanda-tanda angka penularan Covid-19 di Indonesia akan segera menurun.

Sebaliknya, sejak 6 April hingga hari ini kasus baru terkonfirmasi harian meningkat berkisar 200-400 kasus, per 15 April mencapai sekitar 4.800 kasus, sedangkan selama dua pekan sebelumnya antara 100-200 kasus. Setiap delapan hari jumlah kasus terkonfirmasi di Indonesia naik dua kali.

Dampak kebijakan pemerintah DKI Jakarta menerapkan pembatasan sosial berskala besar lebih ketat selama dua pekan sejak Jumat pekan lalu dan mulai Rabu pekan ini diikuti beberapa kota penyangga Ibu Kota akan bisa dilihat dalam sebulan ke depan: apakah gagal lagi atau berhasil.

Jika gagal, maka rumah sakit di daerah pusat penularan virus diperkirakan lumpuh bulan depan karena kebanjiran pasien Covid-19 yang bisa lebih dari 50.000 orang.

Walau belum ada satu pun dari 203 negara di dunia yang dihajar wabah Covid dapat disebut sukses seratus persen mengontrol penyebaran virus, kita bisa belajar pada China, Hong Kong, Taiwan, Singapura, dan Korea Selatan yang dapat menahan laju penularan virus di masing-masing negara.

Karantina wilayah (lockdown) seperti di Wuhan China walau dapat menghambat penyebaran Covid, juga diikuti dampak lain seperti gangguan pasokan dan akses kebutuhan pokok masyarakat dan tekanan mental, sehingga dalam konteks Indonesia lockdown bukan satu-satunya opsi kebijakan untuk mencegah penularan virus.

Peningkatan pemahaman dan ketaatan masyarakat merupakan kunci dalam mengendalikan pandemi ini.

Fokus pemerintah di semua level harus diarahkan kepada peningkatan pemahaman masyarakat untuk mendukung isolasi, menjaga jarak sosial, dan menelusuri kontak pasien positif di samping menyiapkan paket kebijakan pengobatan pasien dan ruang isolasi.

Berikut enam langkah “perang efektif” untuk menundukkan virus corona dengan bantuan teknologi agar rumah sakit dan petugas kesehatan tidak kewalahan merawat pasien yang begitu banyak.

Langkah-langkah ini mestinya dilakukan bersamaan oleh pemerintah dan anggota masyarakat agar memiliki dampak yang besar.

1. Isolasi retrospektif

Masyarakat perlu memahami bahwa karena belum ada obat dan vaksin untuk Covid, maka penyakit ini hanya bisa dilawan dengan memutus rantai penularan dan penguatan kebebalan tubuh dengan melakukan isolasi diri dalam jangka waktu tertentu.

Menyerukan pada masyarakat untuk isolasi mandiri tidak cukup. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang penegakkannya disertai hukuman terhadap pelanggar.

Indonesia bisa mengadopsi kebijakan isolasi yang berlaku surut (retrospektif) selama 14 hari sejak orang-orang kembali dari luar negeri, dengan pengawasan ketat dan denda bagi pelanggar. Kebijakan ini bisa mengurangi kasus penularan di Indonesia yang berasal dari seseorang yang terkena Covid di luar negeri.

Singapura menegakkan kebijakan isolasi mandiri dengan bantuan teknologi seperti GPS tracking dan video call.

Petugas di negara tetangga itu juga memeriksa rutin berkala untuk memastikan semua orang yang baru dari luar negeri benar-benar mengisolasi mandiri. Ada ancaman denda 10.000 dolar Singapura (sekitar Rp. 110 juta) dan pencabutan paspor bila tidak ditaati.

Kebijakan seperti itu belum tercermin dalam regulasi Direktorat Jenderal Imigrasi Indonesia.

Kebijakan imigrasi, selain melarang kunjungan warga negara asing sejak 31 Maret 2020, hanya sebatas mengimbau warga negara Indonesia yang baru tiba dari luar negeri untuk mengisolasi mandiri selama 14 hari. Tak ada kebijakan memantau secara aktif isolasi mandiri orang-orang tersebut baik dengan teknologi maupun cara offline.

Sejauh ini hanya ada pemeriksaan suhu tubuh penumpang dari luar negeri di bandara.

Di Indonesia, lebih dari 15.000 relawan mahasiswa kedokteran beserta ketua RT/RW, kepala desa, Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan pengurus Karang Taruna bisa dilibatkan dalam pemantauan ini.

Pemerintah juga dapat menyiapkan tempat isolasi sementara selama 14 hari dengan harga murah. Misalnya memberdayakan Asrama Haji dan wisma pemerintah lainnya agar mempermudah isolasi diri untuk yang baru kembali dari luar negeri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com