Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa AS Memiliki Kasus Corona Terbanyak, Melebihi China?

Kompas.com - 27/03/2020, 13:08 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

KOMPAS.com – Amerika Serikat kini memiliki kasus positif corona (Covid-19) terbanyak di dunia. Angkanya melebihi China sebagai episenter awal, Italia, juga Korea Selatan yang menjadi hotspot virus corona.

Pada Jumat (27/03/2020), data dari Worldometer menyebutkan jumlah kasus di AS adalah sebanyak 85.377. Angka ini jauh melampaui China dengan jumlah 81.340 kasus, juga Italia dengan jumlah 80.589 kasus.

Lebih dari 1.296 warga AS meninggal dunia karena Covid-19.

Mengapa hal itu bisa terjadi?

Beberapa pakar menyebutkan hal utama yang menyebabkan tingginya angka positif Covid-19 adalah kebijakan Trump yang terlambat.

Jeffrey Sachs, profesor sekaligus direktur dari Center of Sustainable Development di Columbia University mengatakan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara China dan AS dalam penanganan kasus corona.

“China telah memutuskan rantai virus dengan adanya lockdown yang berawal di Wuhan pada 23 Januari, dan sekarang hanya bertambah beberapa lusin kasus setiap harinya,” tutur Sachs seperti dikutip dari artikel opininya di CNN, Jumat (27/3/2020).

Baca juga: Update Corona 27 Maret: 531.864 Kasus di 199 Negara, 123.942 Sembuh

Sementara itu Amerika Serikat, lanjut ia, tidak memutuskan rantai penyebaran.

“Trump sangat terlambat menangani hal ini. Bahkan dengan analisis dari para ilmuwan, AS mungkin akan menghadapi 81.000 kematian pada Juli mendatang,” tambah ia.

Pengendara sepeda melintas di persimpangan 23rd street and 6th avenue, New York, Amerika Serikat, (30/7/2019).JUSTIN LANE/EPA-EFE Pengendara sepeda melintas di persimpangan 23rd street and 6th avenue, New York, Amerika Serikat, (30/7/2019).

Analisis tersebut dilakukan oleh Institute of Health Metrics and Evaluation di University of Washington di Seattle.

“Trump punya tanggungjawab langsung terhadap ketidaksiapan Amerika dan kegagalannya menghadapi pandemi. Begitu virus corona masuk, Trump mengindahkannya,” tambah ia.

Pengujian yang terlambat

Angela Rasmussen, ahli virologi dari Columbia University di New York menyebutkan bahwa tingginya angka kasus Covid-19 sebenarnya bisa dicegah jika pengujian dilakukan lebih awal dan pengawasan dilakukan lebih ketat.

“Jika kasus yang ditemukan sekarang saja sebanyak ini, berapa banyak yang belum ketahuan?” tutur Rassmussen seperti dikutip dari New York Times.

Baca juga: Wabah Corona di Indonesia, Ahli Peringatkan Bahaya Social Distancing Setengah Hati

Ia mencontohkan saat wabah dimulai di China, negara tersebut bertindak cepat dengan melakukan lockdown bahkan membangun rumah sakit khusus Covid-19 dalam hitungan hari.

“Singapura, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang juga langsung bertindak untuk mengantisipasi hal terburuk,” tutur ia.

Namun, sejak ditemukannya kasus positif Covid-19, Amerika Serikat tetap berkutat pada bisnis seperti hari-hari biasanya.

“Beberapa agenda bahkan dilakukan juga, Oscars misalnya,” tambahnya.

Aktris Kristen Wiig dalam gaun karya Valentino Haute Couture di red carpet Oscar 2020.Hasil tangkap layar dari Pagesix Aktris Kristen Wiig dalam gaun karya Valentino Haute Couture di red carpet Oscar 2020.

Usai virus corona mewabah ke berbagai penjuru dunia, bahkan Amerika Serikat dinilai tidak siap dalam hal sistem medis dan Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes).

Padahal, AS memiliki The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang menjadi insititusi medis terbaik dunia. Para dokter CDC telah memiliki andil dalam mewabahnya Ebola, Zika, dan beberapa penyakit lainnya.

“Namun CDC tampak diam. Direkturnya, Dr Robert Redfield, bahkan hampir tak terlihat,” tutur Rasmussen.

Kegagalan lainnya

Dr Anthony Fauci, juru bicara Gedung Putih untuk kasus Covid-19, menyebutkan dengan jelas bahwa pengujian kasus corona di AS menunjukkan failure atau kegagalan.

Melansir The Guardian, kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa hal. Pertama adalah kesalahan CDC dalam menyusun urutan pengujian, berujung pada penafsiran material yang salah.

Baca juga: Peneliti Kembangkan Tes Imunitas Corona, Apa Fungsinya?

Hal yang terjadi selanjutnya adalah bottleneck, dengan seluruh negara bagian harus mengirimkan sampel ke kantor pusat CDC di Atlanta. Banyaknya sampel ini membuat hasil tes keluar lebih lama.

Pemerintah pusat juga memiliki kontrol besar. Pemerintah AS tidak mengizinkan laboratorium swasta untuk melakukan pengujian. Kriteria untuk pengujian dibuat sangat sulit.

Saat ini, sekitar 160 juta warga Amerika mulai dari California hingga New York dihimbau untuk tinggal di rumah. Sekolah, restoran, dan bar ditutup.

Baca juga: Virus Corona Paling Menular di Minggu Pertama Gejala, Ini Penjelasannya

“Kami adalah episenter global baru penyakit ini,” tutur Dr Sara Keller, Spesialis Penyakit Menular di Johns Hopkins Medicine.

Saat ini, yang bisa dilakukan orang Amerika adalah tetap di rumah selama mungkin.

“Sementara itu pemerintah harus memproduksi lebih banyak APD, alat pengujian, dan ventilator untuk rumah sakit,” tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com