Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bintang Raksasa Betelgeuse Tak Meledak, Pola Misteriusnya karena Ini

Kompas.com - 12/03/2020, 10:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Bintang Betelgeuse atau yang lebih dikenal dengan nama Waluku oleh orang Jawa, sempat menjadi perbincangan hangat Februari lalu.

Saat itu, pengamatan yang dilakukan American Association of Variable Stars Obserbers (AAVSO) melihat bahwa kecerlangan atau cahaya bintang Betelgeuse terus meredup.

Dalam artikel berjudul Bintang Betelgeus, Jadi Meledak atau Tidak?, astronom amatir Indonesia Marufin Sudibyo mengatakan bahwa Betelgeuse merupakan bintang maharaksasa merah yang berjarak paling dekat dengan Bumi.

Salah satu bintang yang paling banyak diamati sejak awal peradaban hingga masa modern ini diketahui berjarak sekitar 700 tahun cahaya dari Bumi.

Disebut bintang maharaksasa karena ukuran garis tengah Betelgeuse sekitar 1.200 kali lipat Matahari.

Baca juga: Bintang Betelgeuse, Jadi Meledak atau Tidak?

Setelah beberapa waktu lalu sempat meredup, para astronom kini menemukan bahwa bintang Betelgeuse sudah mulai menunjukkan kecerlangannya lagi menuju ke tingkat kecerahan normal.

Dilansir Science Alert, Senin (9/3/2020), bintang Betelgeuse meredup disebabkan oleh debu yang dikeluarkannya. Debu inilah yang mengaburkan cahaya untuk sementara waktu.

Menanggapi hal itu, Marufin berkata, debu berasal dari bintang Betelgeuse itu sendiri.

"Debu itu dilepaskan ke lingkungan sekitar melalui angin bintang dan badai bintang," kata Marufin kepada Kompas.com, Selasa (10/3/2020).

Marufin menjelaskan, jika angin Matahari didominasi oleh hidrogen, angin bintang Betelgeuse didominasi oleh karbon.

"Saat mendingin, karbon menjadi gelap laksana jelaga dan membentuk tirai yang menghalangi sinar (cahaya) bintang Betelgeuse," jelasnya.

Namun selain debu, Marufin juga berkata bahwa pengaburan cahaya bintang Betelgeuse disebabkan oleh adanya starspot raksasa di pusat bintang.

Karena meredupnya bintang Betelgeuse disebabkan oleh debu dan starspot raksasa, para astronom mengatakan ini berarti bintang itu tidak akan menjadi supernova atau meledak.

"Kami mengamati bintang maharaksasa merah (Betelgeuse) sepanjang waktu. Ini adalah bagian normal dari siklus hidup mereka," ujar astronom Emily Levesque dari Universitas Washington, dilansir Science Alert.

"Bintang maharaksasa merah terkadang menumpahkan material dari permukaan dan akan mengembun di sekitar bintang sebagai debu. Saat itu mendingin dan menghilang, butiran debu akan menyerap sebagian cahaya sehingga tampak meredup," imbuh Emily.

Para astronom mulai memperhatikan bahwa cahaya bintang Betelgeuse meredup sejak akhir tahun lalu.

Pada September 2019 hingga Januari 2020, kecerahan cahayanya menurun drastis, bahkan bisa dilihat mata telanjang.

Karena kecerlangannya yang jauh dari normal, para ahli pun sempat dibuat bingung hingga berpikir bintang Betelgeuse dapat meledak dalam waktu dekat.

Untuk diketahui, Betelgeuse adalah salah satu bintang paling tua dan sangat tua. Usianya diperkirakan sekitar 8 sampai 8,5 juta tahun. Beberapa ahli mengatakan, Betelgeuse sudah ada di fase akhir hidupnya.

Dijelaskan Marufin, Betelgeuse telah kehabisan Hidrogen di intinya dan tinggal menyisakan sedikit di fotosfera–nya, sehingga mulai mengonsumsi Helium dalam dapur fusi termonuklirnya.

Reaksi itu mulai berlangsung sekitar sejuta tahun silam dan memproduksi tekanan radiasi cukup kuat guna melawan tarikan gravitasi dirinya sendiri.

Tekanan radiasi itu lebih kuat ketimbang yang diproduksi dari reaksi fusi termonuklir Hidrogen, sehingga Betelgeuse pun membengkak menjadi bintang maharaksasa.

Meski pancaran energinya hingga 150.000 kali lipat Matahari kita, ukuran jumbonya membuat temperatur fotosfera Betelgeuse lebih rendah, yakni hanya 3.600 Kelvin atau jauh di bawah Matahari kita yang temperaturnya 6.000 Kelvin.

Selain lebih "dingin", ciri khas Betelgeuse lainnya adalah berdenyut, yakni gemar mengembang dan mengempis secara teratur.

Denyutan tersebut diekspresikan lewat perubahan kecerlangan yang normalnya bervariasi dari 0,0 hingga +1,3.

Pengamatan lebih lanjut menunjukkan perubahan itu bisa diinterpretasikan sebagai denyutan ukuran bintang, dalam wujud perubahan garis tengahnya.

Saat lebih redup maka ukuran Betelgeuse lebih besar, demikian pula sebaliknya. Dapat pula diinterpretasikan lain sebagai terjadinya gangguan periodik dalam sel–sel konvektif di fotosfera, misalnya munculnya bintik bintang (starspot) raksasa.

Perubahan kecerlangan merupakan ciri khas lainnya bintang maharaksasa, yang mulai tak stabil hingga kelak akan berakhir pada peristiwa supernova.

Bagaimana jika Betelgeuse meledak?

Dikatakan Marufin, Betelgeuse memiliki massa masif antara 10 sampai 20 kali massa Matahari.

"Supernova dari Betelgeuse akan membuatnya berkeping–keping, tapi sekaligus melahirkan satu bintang eksotik baru dari intinya dengan tetap mematuhi limit Chandrasekhar, yakni bintang neutron dengan massa ditaksir bakal sekitar 1,5 kali massa Matahari kita," kata Marufin.

Baca juga: Bintang Raksasa Betelgeuse Bertindak Aneh, Diprediksi Akan Meledak

Berdasarkan data variasi kecerlangan Betelgeuse selama seperempat abad terakhir, bintang itu memiliki sedikitnya lima periode perubahan kecerlangan, yakni setiap 242 hari, 430 hari, 1.083 hari, 1.376 hari, dan yang terakhir setiap 6,06 tahun.

Untuk saat ini, secara gradual Betelgeuse sudah bertambah cerah. Namun masih jauh dari kecerangan normalnya.

Kurva kecerlangan bintang Betelgeuse Kurva kecerlangan bintang Betelgeuse

"Berdasar kurva kecerlangannya, sudah mulai merambat naik. Saat ini magn +1,26 alias 50 persen kecerlangan normal," kata Marufin.

Marufin memprediksi, mungkin dalam waktu dua bulan cahaya kecerlangan Betelgeuse sudah kembali ke posisi normal.

"Sejauh ini belum ada tanda akan terjadi supernova dalam waktu dekat," tutup Marufin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com