Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menilik Oseng dari Kacamata Budaya dan Bahasa

Oleh: Tri Wahyuni

JAGAD maya sempat dihebohkan dengan drama perseteruan pengulas kuliner atau acap disebut sebagai food vlogger.

Permasalahan diawali dengan ulasan jujur salah satu kreator konten yang memantik kemurkaan pemilik anjungan makan.

Pemilik tempat makan yang juga kreator konten merasa tidak terima dengan ulasan food vlogger yang dinilai negatif dan berpotensi mematikan rezeki sang pemilik.

Namun, bukan perseteruan itu yang akan dibahas pada kesempatan kali ini. Anjungan makan yang menyajikan hidangan dominan oseng lah yang akan diulas pada artikel ini.

Secara umum, jenis masakan oseng digemari oleh masyarakat Indonesia semua kalangan. Oseng dapat dikatakan sebagai cara masak praktis dan diwariskan turun-menurun.

Definisi oseng dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia V Daring adalah bentuk tidak baku dari lema gongseng yang bermakna ‘goreng tanpa minyak; sangrai’. Pemaknaan tersebut sedikit membuat bertanya-tanya, karena secara umum, masakan oseng itu terlihat sedikit berminyak.

Lalu, apakah makna tersebut sudah tepat jika disinonimkan dengan lema sangrai? Banyak contoh jenis kuliner yang dimasak dengan teknik oseng, seperti oseng mercon, oseng jamur, dan lain-lain.

Ketika dirunut di semua referensi, resep oseng dinyatakan menggunakan sedikit minyak dalam proses pemasakannya. Sementara jenis makanan yang dimasak dengan cara sangrai, seperti kacang sangrai, dan lain-lain menggunakan metode pemanasan bahan makanan kering tanpa minyak atau cairan sama sekali.

Jika ditinjau analisis komponen makna yang ditawarkan Eugene Nida (Nida, 1975) lema oseng tersebut dapat dijabarkan berdasarkan komponen-komponen makna yang membentuknya. Analisis komponen makna cukup efektif untuk mendefinisikan sebuah kata.

Sebagai tambahan referensi, Bausastra Jawa susunan W.J.S. Poerwadarminta merekam lema kongseng yang memiliki makna ‘diwolak-walik tumrap apa-apa sing digoreng’ yang artinya ‘dibolak-balik pada apa-apa yang digoreng’ (Poerwadarminta et al., 1939).

Jadi, jika dipendar komponen maknanya, lema oseng memiliki komponen makna [+ masak dengan minyak sedikit]; [+cita rasa asin, manis, pedas]; [+setengah kering]. Ketika dirujuk pada makna kongseng dapat dipahami bahwa proses memasak dengan minyak tersebut ada komponen makna [+ dibolak-balik].

Berdasarkan hal tersebut, definisi oseng pada KBBI V Daring dapat diubah berdasarkan korpus data yang merujuk pada resep oseng.

Selain oseng, kita mengenal kata tumis, seperti tumis kangkung, tumis terong balado, dan lain-lain, yang secara umum dianggap sama. Namun, jika dilihat dari komponen makna bahan, unsur, dan cara memasak ternyata ada sedikit perbedaan.

Dalam artikel yang pernah ditulis di laman briliofood.net, perbedaan oseng dan tumis terletak pada bahan dan takaran minyak yang digunakan.

Secara umum, cara masak oseng dan tumis hampir sama, yakni bumbu dibolak-balik dengan cepat menggunakan sedikit minyak. Namun, pada masakan tumis takaran minyak yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan masakan jenis oseng.

Selain itu, jika dirunut dari berbagai resep, bahan tumis biasanya didominasi kecap, sementara oseng biasanya lebih menggunakan gula merah.

Jenis masakan dengan tekstur kering dan berbumbu memang sangat menggugah selera orang. Selain dua jenis masakan oseng dan tumis, ada juga jenis masakan cah yang cara memasak bumbunya pun menggunakan sedikit minyak.

Namun, cah identik dengan bahan berupa sayur mayur, seperti kangkung, tauge, bayam, sawi, dan lain-lain sehingga penyajiannya cenderung berair meski hanya sedikit.

Ada satu lagi komponen makna yang melekat pada jenis masakan cah yang terkesan orientalis, yakni tidak ada penambahan air pada proses masaknya. Sementara pada jenis masakan oseng dan tumis ada penambahan air pada proses memasaknya.

Hal tersebut dapat dimengerti sebab, sayuran yang merupakan unsur dominan pada jenis masakan cah sudah mengandung air, sehingga ketika dimasak secara otomatis akan mengeluarkan air.

Tidak berhenti sampai di situ, ada lagi jenis masakan yang lekat dengan penggunaan sedikit minyak pada proses pemasakannya, yakni gongso. Namun, ada komponen makna yang sangat khas dalam kata gongso, yakni jenis bahan yang digunakan.

Gongso sangat identik dengan olahan daging beserta jeroannya. Kita mengenal jenis masakan babat gongso, iga gongso, ayam gongso, dan lain-lain.

Kita patut bersyukur dan berbangga kayanya Indonesia akan ragam kuliner nusantara memunculkan berbagai citarasa masakan. Kekayaan tidak hanya berupa jenis makanan, melainkan juga cara memasaknya.

Berdasarkan penjabaran cara masak oseng, tumis, cah, dan gongso dapat disimpulkan bahwa letak persamaannya jenis masakan tersebut terletak pada penggunaan sedikit minyak pada proses pengolahannya serta cita rasa yang gurih, asin, manis, dan pedas.

Sementara, ciri pembeda dari jenis masakan semi kering seperti oseng, tumis, cah, dan gongso terletak pada takaran minyak yang digunakan, penggunaan air, bumbu dan unsur pelengkap yang digunakan, seperti kecap, gula, dan aneka rempah.

Hal tersebut tentu dapat menambah pemaknaan lema yang ada pada KBBI V Daring yang digunakan sebagai sumber rujukan kosakata bahasa Indonesia.

Tabik.

Tri Wahyuni
Peneliti Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas – BRIN

https://www.kompas.com/sains/read/2023/12/07/183400623/menilik-oseng-dari-kacamata-budaya-dan-bahasa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke