Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Atasi Polusi Udara dengan Fitoremediasi yang Ramah Lingkungan

Oleh: Hanies Ambarsari, Nuril Hidayati, Rina Andriyani, Nurfitri Abdul Gafur, Fitri Yola Amandita, Arina Yuthi Apriyana, Tuti Suryati, Dominikus H. Akhadi, Sri Herlina, Sati Suyanti, Siti Zulaikha*

HASIL studi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012 menunjukkan bahwa paparan polusi udara mengakibatkan sekitar 7 juta kematian per tahun.

WHO menegaskan bahwa polusi udara merupakan risiko kesehatan lingkungan terbesar di dunia yang dampaknya dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke, kanker paru-paru, dan penyakit pernapasan.

Selain itu, perubahan iklim juga merupakan salah satu dampak dari polusi udara. Lebih buruk lagi, gabungan dampak polusi udara dan perubahan iklim menurunkan produktivitas ekosistem serta ketersediaan air di masa depan.

Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) merupakan informasi mutu udara ambien untuk menggambarkan kualitas udara di suatu lokasi tertentu yang berdampak pada kesehatan manusia dan keberlangsungan hidup organisme lainnya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 14 Tahun 2020 tentang Indeks Standar Pencemar Udara, terdapat tujuh parameter pencemar udara, diantaranya adalah PM10, PM2.5, NO2, SO2, CO, O3, dan Hidrokarbon (HC) dengan satuan µg/m3, adalah konsentrasi dalam mikrogram per meter kubik pada kondisi atmosfer normal yaitu pada kondisi tekanan (P) 1 atm dan temperature (T) 25°.

Pada lampiran Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, terdapat rincian baku mutu udara ambien tersebut.

Konsentrasi Oksidan fotokimia (Ox) sebagai Ozon (O3) yang dilaporkan untuk waktu pengukuran selama 1(satu) jam pada peraturan tersebut adalah konsentrasi hasil pengukuran yang dilakukan setiap 30 (tiga puluh) menit (dalam 1 jam dilakukan 2 kali pengukuran) dan dilakukan di antara pukul 11:00 – 14:00 waktu setempat.

Lalu, konsentrasi yang dilaporkan untuk waktu pengukuran selama 8 (delapan) jam adalah konsentrasi dari waktu pengukuran yang dilakukan di antara pukul 06:00 – 18:00 waktu setempat.

Sedangkan, konsentrasi Hidrokarbon Non Metana (NHMC) yang dilaporkan untuk waktu pengukuran selama 3 (tiga) jam adalah konsentrasi dari waktu pengukuran yang dilakukan di antara pukul 06:00 – 10:00 waktu setempat.

Strategi dan Teknologi Penanganan Polusi Udara

Strategi pengurangan polusi udara harus diterapkan.

Emisi polutan udara pada sumbernya dikendalikan melalui berbagai kebijakan dan undang-undang yang memaksa penghasil polutan untuk mengurangi emisinya, misalnya kebijakan di beberapa negara seperti Air Pollution Prevention and Control Action Plan (China) dan Clean Air Act (USA).

Selain itu, sistem pengendalian emisi seperti insinerasi, presipitasi elektromagnetik, dan scrubber basah yang meminimalkan emisi polutan berbahaya ke atmosfer. Teknologi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan diadopsi di industri dan produsen otomotif.

Dibandingkan dengan teknologi remedial konvensional lainnya, fitoremediasi mempunyai kelebihan yaitu hemat biaya, mudah dioperasikan di lapangan, dan ramah lingkungan.

Fitoremediasi adalah bioteknologi yang memanfaatkan tumbuhan dan mikroba yang berkolaborasi untuk mengakumulasi, menstabilkan, atau mendegradasi suatu polutan organik dan anorganik dalam polutan tanah, air, dan udara.

Fitoremediasi Berbagai Polutan Udara

1. Fitoremediasi Materi Partikulat

Tanaman menyerap PM (Particulate Matters) melalui dedaunan dan pucuk serta mengakumulasinya di filosfer. Selanjutnya, PM yang terserap difitostabilisasi dan diimobilisasi di lapisan lilin tanaman.

Hasil penelitian oleh Weyens dkk. pada tahun 2015 membuktikan bahwa kapasitas filtrasi PM dapat dipengaruhi oleh karakteristik spesifik tanaman seperti kekasaran permukaan, ketebalan, ultrastruktur, pubertas, kandungan lilin, ukuran daun, dan struktur.

Keadaan iklim seperti angin, curah hujan, kuantitas, dan komposisi PM di atmosfer juga menyebabkan perubahan pada kapasitas tanaman dalam menangkap PM. Weber dkk.

Pada tahun 2014 menunjukkan bahwa vegetasi herba dan pepohonan merupakan remediasi PM yang efektif.

Mikroba pada tanaman meningkatkan pertumbuhan tanaman, menginduksi peningkatan biomassa tanaman, dan meningkatkan kapasitas remediasi PM tanaman dengan meningkatnya luas permukaan untuk penyerapan polutan.

Selain itu, mikroba juga berperan sebagai pupuk hayati dengan cara melarutkan unsur hara bagi tanaman.

Dengan demikian, tingkat toleransi tanaman terhadap tekanan lingkungan yang disebabkan oleh PM meningkat. Selain itu, mikroba juga memiliki kemampuan degradasi dan detoksifikasi yang kemudian meningkatkan efisiensi fitoremediasi dalam remediasi PM.

2. Fitoremediasi Senyawa Organik Yang Mudah Menguap

Penyerapan VOC (Volatile Organic Carbon) terutama terjadi pada stomata daun dan kutikula. Kemudian VOC dipindahkan dan disimpan melalui floem ke beberapa organ tanaman. Sifat-sifat VOC mempengaruhi efisiensi fitoremediasi.

VOC lipofilik lebih menyukai penyerapan kutikula dibandingkan dengan penyerapan melalui stomata, sedangkan difusi VOC hidrofilik kemungkinan besar terjadi melalui stomata daun.

Akibat gugurnya daun dan limpasan, VOC dapat disimpan dan terakumulasi di tanah dan rizosfer (bagian tanah yang sangat dekat dengan akar tanaman), sehingga terjadi degradasi.

Penyimpanan dan volatilisasi merupakan proses yang penting karena degradasi VOC mungkin tidak terjadi.

Spesies tanaman dengan volatilisasi VOC rendah harus diseleksi dengan hati-hati untuk fitoremediasi karena tanaman juga dapat menghasilkan VOC.

Alasan di balik tidak adanya degradasi adalah tanaman fototrofik tidak memecah molekul organik sebagai sumber energi. Untungnya, mikroba pada tanaman mampu memetabolisme senyawa organik ini menjadi karbon dioksida, air, dan biomassa.

Pandey dan Bajpai (2019) melaporkan bahwa VOC yang dapat diolah dengan fitoremediasi adalah formaldehida, xilena, toulena, benzena, dan etilbenzena.

3. Fitoremediasi Polutan Udara Anorganik

Hasil penelitian dari Weyens dkk. pada tahun 2015 menunjukkan bahwa fitoremediasi dapat digunakan untuk mengurangi polutan udara anorganik (IAP, Inorganic Air Pollutants) seperti karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3).

a. Karbon dioksida (CO2)

Sebagai penyerap karbon alami CO2 yang terkenal, tumbuhan mengekstrak karbon dioksida di udara melalui fotosintesis dan menyimpannya di organ tumbuhan untuk jangka waktu pendek atau panjang.

Karbon dioksida yang tersimpan di tanaman diubah menjadi humus atau disimpan. Penyerapan karbon adalah penyimpanan karbon dioksida pada tanaman dalam jangka waktu yang lama, sehingga dampak karbon dioksida terhadap perubahan iklim dan polusi udara dapat dikurangi.

b. Sulfur dioksida (SO2)

Sulfur dioksida berdifusi melalui stomata tanaman dan terdegradasi melalui “siklus sulfur reduktif”. Tanaman menyerap produk (asam amino yang mengandung sulfur) dari siklus melalui akarnya untuk pertumbuhan.

c. Nitrogen dioksida (NO2)

Fitoremediasi nitrogen dioksida dimulai dengan adsorpsi melalui stomata, daun, dan permukaan akar. Selanjutnya, nitrogen dioksida mengalami metabolisme melalui jalur asimilasi nitrat dan membentuk molekul organik seperti asam amino.

d. Ozon (O3)

Dalam kaitannya dengan ozon, penyerapan stomata akan menjadi serapan yang dominan karena ozon bereaksi dalam bentuk gas atau menghilang ketika mendekati kutikula dan senyawa apoplastik.

Selain itu, zat lilin, ion, garam, VOC biogenik, dan antropogenik yang ada di kutikula bereaksi dengan ozon. Dengan demikian, serapan ozon pada tumbuhan dilakukan melalui stomata.

Seperti nitrogen, paparan ozon tingkat sedang hingga tinggi menyebabkan kerusakan serta perubahan biokimia dan fisiologis tanaman.

Mikroba pada tumbuhan terlibat dalam metabolisme CO2, SO2, dan NOx tetapi tidak untuk ozon karena ozon merupakan agen antimikroba.

Meskipun demikian, ROS (Reactive Oxygen Species) yang dihasilkan oleh ozon dalam fase gas memiliki sifat antioksidan tinggi yang dapat melakukan detoksifikasi pada tanaman.

4. Fitoremediasi Polutan Organik yang Persisten

Mirip dengan VOC, POPs (Persistant Organic Pollutants) merupakan polutan organik yang tidak dapat dikonversi tanaman sebagai sumber energi, namun dapat diubah menjadi molekul yang lebih larut dalam air atau diimobilisasi.

Proses transformasi ini disebut sebagai model “hati hijau” dimana reduksi, konversi, metabolisme, dan eliminasi polutan organik memungkinkan tanaman mengurangi toksisitas polutan.

Detoksifikasi dan degradasi POPs sering dibantu oleh endosit, yaitu bakteri endofit yang mengkolonisasi jaringan bagian dalam tanaman tanpa menimbulkan efek samping pada inangnya (tanaman), bahkan dapat melindungi tanaman dari bahan kimia toksik.

Endosit juga memiliki interaksi yang lebih dekat dengan tanaman dibandingkan dengan mikroba di rhizosfer dan filosfer. Endosit dapat memineralisasi POP dengan baik atau menghasilkan berbagai enzim detoksifikasi untuk menghilangkan kontaminan organik.

Erakhrumen dan Agbontalor (2007) menemukan bahwa POP seperti total petroleum hidrokarbon (TPH), pestisida, herbisida, dan PCB dapat dikurangi dengan fitoremediasi.

*Hanies Ambarsari, Nuril Hidayati, Rina Andriyani, Nurfitri Abdul Gafur, Fitri Yola Amandita, Arina Yuthi Apriyana, Tuti Suryati, Dominikus H. Akhadi, Sri Herlina, Sati Suyanti, Siti Zulaikha

Kelompok Riset Remediasi Pencemaran (KR-RP), Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih (PRLTB), Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan (ORHL), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

https://www.kompas.com/sains/read/2023/09/26/153500823/atasi-polusi-udara-dengan-fitoremediasi-yang-ramah-lingkungan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke