Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Puasa Intermiten Bantu Sembuhkan Kerusakan Saraf

KOMPAS.com - Studi yang dilakukan para peneliti dari Imperial College London menemukan, puasa intermiten bisa membantu menyembuhkan kerusakan saraf. Temuan ini pun menjadi harapan baru bagi dunia kedokteran.

Seperti dikutip dari Medicalxpress, Rabu (29/6/2022) dalam studi yang melibatkan tikus sebagai media penelitian, para peneliti mengungkap puasa intermiten mengubah aktivitas bakteri usus tikus dan meningkatkan kemampuan mereka untuk pulih dari kerusakan saraf.

Peneliti mengamati bakteri usus tikus meningkatkan produksi metabolit yang dikenal sebagai 3-Indolepropionic acid (IPA), yang diperlukan untuk regenerasi serabut saraf yang disebut akson--struktur seperti benang di ujung sel saraf, yang mengirimkan sinyal elektrokimia ke sel lain dalam tubuh.

Bakteri yang menghasilkan IPA, Clostridium sporogenesis tersebut, ditemukan secara alami di usus manusia serta tikus, bahkan IPA juga ada dalam aliran darah manusia.

Itu mengapa mekanisme baru yang ditemukan pada tikus ini diharapkan juga berlaku untuk percobaan manusia di masa depan.

"Saat ini tak ada pengobatan untuk orang dengan kerusakan saraf selain rekonstruksi bedah yang hanya efektif dalam persentase kecil kasus. Hal ini mendorong kami untuk menyelidiki apakah perubahan gaya hidup dapat membantu pemulihan," kata Professor Simone Di Giovanni, penulis studi dari Imperial College London Department of Brain Sciences.

“Puasa intermiten sebelumnya telah dikaitkan oleh penelitian lain dengan perbaikan luka dan pertumbuhan neuron baru—tetapi penelitian kami adalah yang pertama menjelaskan dengan tepat, bagaimana puasa dapat membantu menyembuhkan saraf,” paparnya.

Puasa sebagai pengobatan potensial

Dalam studi ini, peneliti menilai regenerasi saraf tikus di mana saraf sciatic, saraf terpanjang yang berjalan dari tulang belakang ke bawah kaki diputus.

Selanjutnya setengah dari tikus percobaan menjalani puasa intermiten (dengan makan sebanyak yang mereka suka diikuti dengan tidak makan sama sekali pada hari-hari tertentu). Sementara setengah tikus lainnya, bebas makan tanpa batasan sama sekali.

Diet ini berlangsung selama 10 hari atau 30 hari sebelum saraf tikus putus. Pemulihan tikus juga dipantau 24 hingga 72 jam setelah saraf terputus.


Hasil pengamatan pun menunjukkan, bahwa panjang saraf akson tumbuh kembali dan sekitar 50 persen lebih besar pada tikus yang telah berpuasa.

Para peneliti juga mempelajari bagaimana puasa menyebabkan regenerasi saraf ini.

Mereka menemukan, bahwa ada tingkat metabolit spesifik yang secara signifikan lebih tinggi, termasuk IPA, dalam darah tikus yang dibatasi dietnya.

Untuk memastikan apakah IPA menyebabkan perbaikan saraf, tikus diobati dengan antibiotik untuk membersihkan usus mereka dari bakteri apa pun.

Mereka kemudian diberi strain sporogenesis Clostridium, yang dimodifikasi secara genetik yang dapat atau tidak dapat menghasilkan IPA.

"Ketika IPA tak dapat diproduksi oleh bakteri, maka regenerasi akan terganggu. Ini menunjukkan bahwa IPA yang dihasilkan oleh bakteri ini memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan meregenerasi saraf yang rusak," jelas Profesor Di Giovanni.

Tahap selanjutnya dari penelitian ini adalah menguji mekanisme cedera tulang belakang pada tikus, serta menguji apakah pemberian IPA lebih sering akan memaksimalkan kemanjurannya.

Selain itu juga studi lebih lanjut perlu menyelidiki, apakah IPA meningkat setelah puasa pada manusia, serta bagaimana kemanjurannya sebagai pengobatan potensial pada manusia.

Studi ini telah dipublikasikan di Nature.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/06/30/070500523/puasa-intermiten-bantu-sembuhkan-kerusakan-saraf

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke