Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ada 3.413 Kasus Cacar Monyet di 50 Negara, Ini Rekomendasi WHO

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, hingga 22 Juni 2022 sudah ada 3.413 kasus cacar monyet yang dilaporkan di 50 negara di dunia termasuk lima negara WHO.

Dari jumlah tersebut, didapatkan sebanyak 3.413 kasus yang dikonfirmasi positif monkeypox atau cacar monyet, dengan satu kematian.

Adapun negara-negara yang telah melaporkan kasus cacar monyet di antaranya:

  1. Benin
  2. Kamerun
  3. Republik Afrika Tengah
  4. Kongo
  5. Republik Demokratik Kongo
  6. Ghana
  7. Nigeria
  8. Afrika Selatan
  9. Argentina
  10. Brasil
  11. Kanada
  12. Chile
  13. Meksiko
  14. Amerika Serikat
  15. Venezuela (Republik Bolivarian)
  16. Lebanon
  17. Maroko
  18. Uni Emirat Arab
  19. Austria
  20. Belgia
  21. Ceko
  22. Denmark
  23. Finlandia
  24. Perancis
  25. Georgia
  26. Jerman
  27. Gibraltar
  28. Yunani
  29. Hongaria
  30. Islandia
  31. Irlandia
  32. Israel
  33. Italia
  34. Latvia
  35. Luksemburg
  36. Malta
  37. Belanda
  38. Norwegia
  39. Polandia
  40. Portugal
  41. Rumania
  42. Serbia
  43. Slovenia
  44. Spanyol
  45. Swedia
  46. Swiss
  47. Inggris Raya
  48. Australia
  49. Republik Korea
  50. Singapura

"WHO terus memantau situasi dengan cermat, dan mendorong koordinasi internasional serta berbagi informasi dengan negara-negara anggota dan mitra," kata WHO dilansir dari laman resminya, Senin (27/6/2022).

WHO pun meminta agar pemerintah di setiap negara mengoordinasikan penemuan kasus cacar monyet, intensif melakukan pelacakan kontak, penyelidikan laboratorium, manajemen klinis dan tindakan pencegahan maupun pengendalian infeksi.

Untuk diketahui, strain virus monkeypox diurutkan menjadi dua clade atau garis keturunan yaitu clade Afrika Barat dan Congo Basin.

Virus di setiap clade membawa tingkat kematian yang berbeda, yang mana clade Afrika Barat memiliki tingkat kematian sekitar 1 persen, sedangkan clade Congo Basin menyebabkan kematian sekitar 10 persen pada pasien.

Wabah yang sedang berlangsung, kata WHO, tampaknya lebih banyak disebabkan oleh clade Afrika Barat. Hal itu ditunjukkan dari urutan genom asam deoksiribonukleat (DNA), dari virus monkeypox.

Vaksinasi dan pengobatan cacar monyet

Lebih lanjut, WHO meminta negara anggotanya untuk mengadakan pertemuan kelompok penasihat teknis imunisasi nasional (NITAGs), guna membahas efektivitas vaksin cacar monyet, dan membuat rekomendasi kebijakan untuk penggunaannya dalam mencegah dan mengendalikan kasus cacar monyet.

"Semua keputusan seputar imunisasi dengan vaksin cacar monyet (pre-emptive atau post-exposure) harus berdasarkan pengambilan keputusan klinis bersama, berdasarkan penilaian risiko dan manfaat bersama, antara penyedia layanan kesehatan dan calon penerima vaksin, berdasarkan kasus," ungkap WHO.

Sejauh ini, European Medicines Agency telah menyetujui penggunaan obat antivirus tecorivimat, untuk infeksi terkait ortopovirus, termasuk monkeypox berdasarkan model hewan dan data keamanan, farmakokinetik, serta farmakodinamik pada manusia.

"Oleh karena itu, diharapkan hasil yang dapat diandalkan dan dapat dibuktikan tentang keamanan dan kemanjurannya akan segera tersedia," kata WHO.

Status cacar monyet

WHO memastikan status cacar monyet belum menjadi Public Health Emergency International Concern (PHEIC) atau darurat kesehatan global seperti Covid-19. Hal itu merupakan keputusan yang diumumkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada Sabtu 25 Juni 2022 lalu.

Kendati demikian, komite WHO menekankan bahwa pengendalikan penyebaran lebih lanjut dari wabah ini memerlukan upaya respons yang intensif.

Mereka menyarankan penyakit cacar monyet harus dipantau dan ditinjau secara ketat, seiring dengan pendalaman informasi terkait masa inkubasi, potensi penularan seksual, dan seagainya.

Sehingga, dapat ditentukan apakah ada perubahan signifikan terkait dengan penularan virus yang mungkin terjadi memerlukan pertimbangan ulang atas saran mereka.

Sementara itu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyampaikan bahwa meski dirinya menerima putusan itu, situasi cacar monyet saat ini perlu menjadi perhatian dunia.

"Apa yang membuat wabah saat ini mengkhawatirkan adalah penyebaran yang cepat dan terus-menerus ke negara dan wilayah baru dan risiko penularannya ke populasi yang rentan termasuk orang-orang dengan gangguan kekebalan, wanita hamil dan anak-anak," ucap Tedros dalam keterangan resminya, Sabtu (25/2/2022).

Menurutnya, pemerintah harus mencegah penyebaran viru dengan berbagai hal termasuk pengawasan, pelacakan kontak, isolasi dan perawatan pasien, serta memastikan alat kesehatan seperti vaksin maupun perawatan tersedia untuk populasi berisiko secara adil.

WHO turut menggarisbawahi, wabah cacar monyet yang tidak terduga dan telah menyebar secara luas ini, menunjukkan virus mungkin telah merebak di bawah tingkat yang mampu dideteksi sistem pengawasan.

Penularan virus cacar monyet di antara manusia juga diduga tidak terdeteksi, dalam jangka waktu tertentu.

Rekomendasi WHO terhadap cacar monyet

Virus cacar monyet dapat menular dari manusia ke manusia melalui kontak langsung dengan lesi, droplet, atau kontak tidak langsung dari benda maupun bahan yang terkontaminasi.

"Penularan vertikal (dari ibu ke anak) juga telah dilaporkan. Meskipun diketahui bahwa kontak fisik yang dekat dapat menyebabkan penularan, tidak jelas apakah penularan seksual melalui air mani atau cairan vagina terjadi, penelitian saat ini sedang dilakukan untuk memahaminya," ujar WHO.

Mereka merekomendasikan agar semua negara waspada terhadap gejala pasien yang mengindikasikan cacar monyet, di antaranya termasuk munculnya makula, papula, vesikel, pustula, koreng, yang bisa menyebar di seluruh area tubuh.

Disusul pula dengan gejala lain seperti demam, pembesaran kelenjar getah bening, nyeri punggung, dan nyeri otot.

WHO berkata banyak individu yang mengalami gejala atipikal mencakup ruam lokal, dan mungkin hanya muncul satu lesi. Munculnya lesi pun mungkin tidak sinkron, bisa tumbuh di bagian peri-genital dan/atau peri-anal, yang terkait dengan pembengkakan kelenjar getah bening.

"Beberapa pasien mungkin juga datang dengan infeksi menular seksual dan harus diuji dan diobati dengan tepat," jelas WHO.

Berbagai mamalia liar juga telah diidentifikasi rentan terhadap virus monkeypox misalnya tupai tali, tupai pohon, tikus berkantung Gambia, dormice, hewan primata, dan lain sebagainya.

Hingga kini, belum ada bukti yang dilaporkan mengenai hewan peliharaan atau ternak yang terkena virus monkeypox. Juga belum ada bukti yang terdokumentasi tentang penularan cacar monyet dari manusia ke hewan.

Meski begitu, WHO menyarankan agar masyarakat menerapkan tindakan pencegahan, antara lain:

https://www.kompas.com/sains/read/2022/06/29/193000123/ada-3.413-kasus-cacar-monyet-di-50-negara-ini-rekomendasi-who

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke