Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Segitiga Terumbu Karang di Kepulauan Raja Ampat, Amazon of Ocean Terancam Hilang

KOMPAS.com- Kepulauan Raja Ampat sangat dikenal sebagai surga air bawah laut karena memiliki jantung Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) dunia, kawasan ini juga disebut sebagai The Amazon of Ocean.

Di perkirakan, lautan di Raja Ampat di Papua Barat ini memiliki 553 jenis karang dan rumah lebih dari 70 persen jenis terumbu karang yang ada di dunia.

Tidak hanya itu, di sana juga menjadi tempat bagi 1.456 jenis ikan karang yang membuat Kepulauan Raja Ampat menjadi kawasan dengan kekayaan jenis ikan karang tertinggi di dunia.

Terdapat pula 699 jenis Molusca, 5 jenis penyu dan 16 jenis mamalia laut (Cetacean). Di antara 699 jenis Moluska tersebut, 530 jenis adalah siput-siputan (gastropoda), 159 kerang-kerangan (bivalva), 2 Scaphoda, 5 cumi-cumian (cephalopoda) dan 3 Chiton.

Tipe terumbu karang yang terdapat di Kepulauan Raja Ampat umumnya berupa karang tepi (fringe reef), dengan kemiringan yang cukup curam. Selain itu, terdapat juga tipe terumbu karang cincin (atol) dan terumbu penghalang (barrier reef).

Alasan menjaga segitiga terumbu karang Raja Ampat

Direktur Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Tonny Wagey mengatakan, ada 17 spesies mamalia laut dunia terancam punah di kawasan tersebut, dan masyarakat di sekitar kawasan yang masih bergantung hidup dengan menjadi nelayan mencari ikan-ikan di sekitar terumbu karang sebagai mata pencahariannya.

“Raja Ampat adalah Hutan Amazon di Lautan, sebab enam dari tujuh jenis penyu yang terancam punah masih bisa ditemukan di perairan Raja Ampat ini,” kata Tonny di Sorong, Rabu (23/3/2022).

Dengan data-data yang telah dipaparkan di atas, Tonny menegaskan bahwa artinya memang benar saja kalau Kepulauan Raja Ampat juga kerap disebut dengan The Amazon of Ocean itu yang harus dijaga dari ancaman kerusakan, terutama kerusakan di segitiga terumbu karang.

“Kawasan segitiga terumbu karang itu sangat penting kita jaga, ya karena inilah The Amazon of Ocean dari Indonesia,” ujarnya.

Jika terumbu karang di Raja Ampat terjaga dengan baik, maka biota laut termasuk ikan-ikan karang akan bisa hidup dengan baik dan berkembang biak dengan masif.

Sebaliknya, jika terumbu karang rusak atau sengaja dirusak oleh aktivitas manusia itu sendiri, maka manusia jugalah yang akan ikut rugi.

Terumbu karang yang rusak tidak akan cantik dipandang mata, wisatawan tidak akan ada yang mau berkunjung, padahal kawasan Kepulauan Raja Ampat menjadi salah satu objek wisata air yang paling banyak diminati warga lokal maupun asing.

Akibat terumbu karang yang rusak juga akan menyebabkan ikan-ikan dan biota karang akan pergi atau bahkan buruknya bisa ikut mati, maka nelayan akan susah mencari ikan lagi.

“Kalau kita tidak jaga dan tidak kita lakukan sekarang, dampaknya yang paling besar kerugiannya ada di kita,” jelasnya.

Tidak hanya bagi makhluk air, terumbu karang pun menjadi sumber protein bagi manusia lewat ikan-ikan yang tumbuh besar di wilayah kawasan perairan Kepulauan Raja Ampat.

Di Indonesia, sekitar 60 persen protein hewani diperoleh dari ikan. Artinya, sekitar 120 juta orang bergantung pada pasokan ikan di perairan sebagai sumber pangan mereka.

Hal ini belum termasuk menjadi sumber pendapatan sebesar 2.4 juta dollar AS dari bisnis perikanan dan 12 juta dollar AS dari bisnis pawisitasa di Asia tenggara, termasuk Pulau Komodo dan Kepulauan Raja Ampat.

Dengan begitu, fungsi terumbu karang secara luasnya adalah menjaga keseimbangan ekosistem alam, menjaga kesehatan lingkungan, berpengaruh secara sosiologis, ekonomi dan keberlanjutan hidup masyarakat.

“Raja Ampat adalah bulls eye dari segitiga terumbu karang dunia, wilayah dengan keanekaragaman biota paling tinggi di kawasan segitiga terumbu karang. Walau luasnya kurang dari 1 persen laut dunia, tapi dampaknya sangat signifikan,” tambahnya.

Terumbu karang di The Amazon of Ocean terancam

Berikut beberapa hal yang akan mengancam segitiga terumbu karang dan mampu membuat hilang The Amazon of Ocean jika terjadi terus-menerus tanpa dilakukan mitigasi dari sekarang.

1. Terumbu karang untuk bahan bangunan

Pada dasarnya, terumbu karang memiliki struktuk tubuh yang sangat kokoh. Terumbu karang bisa membuat sakit atau lecet pada kaki kita jika menginjaknya tanpa alas.

Namun, jika dihantam dengan bom air atau diambil secara paksa, terumbu karang memang tetap bisa terangkat dari dasar laut.

Sebelum diberikan edukasi tentang pentingnya membiarkan terumbu karang tetap lestari di alam, masyarakat di daerah pesisir termasuk di Kepulauan Raja Ampat ini mengambil terumbu karang untuk dijadikan bahan bangunan, baik untuk rumah mereka sendiri ataupun tempat-tempat usaha.

Pengambilan terumbu karang ini bukan tanpa alasan. Selain, terumbu karang terlihat seolah banyak tersedia di alamnya, terumbu karang yang kokoh ini lebih mudah didapatkan daripada batu bata atau batako untuk mendirikan bangunan.

Dijelaskan Tonny bahwa praktik pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan saat ini memang sudah berkurang, meskipun mungkin saja masih ada oknum yang nakal, tetapi ini tidak separah dahulu karena sudah banyak masyarakat yang saling mengawasi dalam hal menjaga terumbu karang di Kepulauan Raja Ampat.

Masyarakat sudah tahu betapa pentingnya terumbu karang tetap lestari, ya untuk menjaga pasokan ikan-ikan di laut tetap banyak demi keberlangsungan hidup mereka sendiri.

Apalagi karakteristik terumbu karang yang mebuutuhkan waktu puluhan atau ratusan tahun untuk tumbuh, dan itu hanya perhitungan untuk setumpuk terumbu karang saja.

2. Terumbu karang untuk kapur campuran menginang (menyirih)

Selama berabad-abad, masyarakat pesisir di Indonesia telah memanfaatkan terumbu karang sebagai makanan dan mata pencaharian utama, termasuk di Kepulauan Raja Ampat.

Seiring waktu, permintaan untuk produk yang berasal dari ekosistem terumbu karang mulai memicu tindakan perusakan di sana.

Salah satu permintaan produk yang memicu kerusakan terumbu karang adalah kapur yang biasanya dipakai masyarakat sebagai campuran untuk menginang atau mengunyah sirih.

“Orang ambil terumbu karang bukan cuma untuk bangunan, tapi untuk kapur sirih juga,” kata dia.

Seperti kita ketahui, tradisi menginang atau mengunyah sirih masih banyak dilakukan oleh masyarakat di sana.

Menginang merupakan kebiasaan mengunyah berbagai macam bahan yang dicampur yaitu sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau.

Karena salah satu bahan menginang atau menyirih ini adalah kapur, mereka biasanya mengambil kapur ini dari serpihan terumbu karang.

Menurut Tonny, sebenarnya tidak ada yang salah dengan masyarakat yang masih erat menjaga tradisi mereka, salah satunya menginang atau mengunyah sirih ini.

Akan tetapi, ternyata masyarakat di Raja Ampat tidak menyadari bahwa mengambil kapur dari serpihan terumbu karang itu sebenarnya sedang mengancam keberlangsungan hidup terumbu karang tersebut.

3. Jangkar dari kapal pinisi

Ancaman lain untuk terumbu karang tetap berasal dari aktivitas manusia, yakni jangkar dari kapal pinisi.

Kapal pinisi biasanya akan singgah di suatu wilayah perairan, dan menurunkan pondasi jangkar agar kuat bertahan di wilayah itu untuk beberapa waktu.

Kapal pinisi ini umumnya akan membawa pelancong untuk menikmati pemandangan alam lautan, baik itu hanya memandangi sunset atau sunrise di tengah laut, snorkeling maupun diving.

Menurut Tonny, banyak sekali pelaku pariwisata atau penyedia jasa kapal pinisi di Kepulauan Raja Ampat yang tidak memiliki pengetahuan ekologi yang cukup untuk mengetahui potensi jangkar yang mereka gunakan sangat berpeluang merusak terumbu karang dan kelestarian keanekaragam hayati yang ada.

Untuk itu hal ini menjadi ancaman, sekaligus tantangan tersediri mengenai bagaimana memberikan edukasi pada para pelaku wisata dan penyedia layanan wisata untuk tetap menikmati keindangan alam tanpa merusaknya.

4. Bom atau zat kimia untuk tangkap ikan

Kendati sudah banyak kelompok masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya menjaga kelestarian alam bawah laut, terutama terumbu karang, masih ada saja oknum-oknum yang tetap mengambil ikan dengan cara merusak terumbu karangnya.

Oknum-oknum tersebut biasanya hanya tergiur dengan pendapatan ikan yang banyak dalam sekali bernelayan.

Oknum-oknum ini umumnya akan menangkap ikan dengan menggunakan alat peledak, bom maupun zat kimia berbahaya seperti potassium.

Disampaikan Tonny, aktivitas penangkapan ikan dengan bahan peledak ini masih terjadi meskipun sudah dibentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) melalui program Coremap CTI (Coral Reef Rehabilitation and Management Program- Coral Triangle Initiative/ Porgam Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang - Inisiatif Segitiga Terumbu Karang) oleh Bappenas dan ICCTF.

“Tapi, biasanya mereka (oknum penangkap ikan dengan bahan peledak) itu bukan orang asli di daerahnya, itu biasanya orang luar, orang datangan saja,” kata Tonny.

Hal ini diketahui dari cerita Pokmaswas di sejumlah tempat saat berpatroli menjaga keberlanjutan sumber daya dalam kawasan konservasi.

Ketika mereka menemukan oknum pelaku penangkapan ikan dengan cara peledakan, Pokmaswas akan mencari tahu mereka siapa dan melaporkan kepada petugas KKP setempat.

Sebagian besar oknum pelaku perusakan terumbu karang ini adalah masyarakat dari luar Kepulauan Raja Ampat, salah satunya dari Makassar.

5. Perubahan iklim

Perubahan iklim merupakan salah satu ancaman terbesar juga dalam hilangnya The Amazon of Ocean di Kepulauan Raja Ampat, Indonesia ini.

Dijelaskan Tonny, tekanan dari pemanasan global pada air laut, dapat memicu zat asam yang dapat mengikis karang.

Sebab, terumbu karang pada dasarnya rumah atau pembentuknya adalah kapur, sehingga ketika zat asam terlalu tinggi, kapur ini juga ikut terkikis, terjadi pemutihan dan karang mati.

“Kalau panas iklim terjadi, maka kemungkinan paling besara karang bisa mati, karena terjadi pengasaman laut,” ujarnya.

Namun, Tonny meyakinkan bahwa kita masih bisa berjuang untuk mempertahankan dan menjaga keberlangsungan terumbu karang di Kepulauan Raja Ampat ini.

Hal ini dikarenakan, ada jenis karang yang disebutkan dalam beberapa penelitian lebih tahan terhadap perubahan iklim.

“Uniknya lagi, jenis karang yang tahan iklim itu ada di Raja Ampat,” ucap dia.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/04/06/090100023/segitiga-terumbu-karang-di-kepulauan-raja-ampat-amazon-of-ocean-terancam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke