Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Studi Pertama Deteksi Kehamilan Lumba-lumba Menggunakan Drone

KOMPAS.com - Peneliti menggunakan teknologi pesawat tanpa awak atau drone untuk ddeteksi kehamilan lumba-lumba hidung botol. Ini merupakan studi pertama yang memanfaatkan teknologi tersebut.

Para peneliti sudah memantau populasi lumba-lumba hidung botol di Kawasan Konservasi Khusus Moray Firth di perairan lepas Skotlandia selama 30 tahun.

Namun selama itu, peneliti hanya menggunakan foto sirip punggung dan tandanya untuk mengidentifikasi individu lumba-lumba dan perkembangannya.

Sementara untuk mempelajari hal yang terkait kehamilannya, peneliti harus melakukan pengamatan dari atas untuk mengukur panjang hewan.

Peneliti kemudian berinsiatif untuk menggunakan drone dan pemindaian dari kamera terpisah untuk memberi penampakan visual dari panjang dan lebar lumba-lumba, serta garis besar tubuh dan tanda-tandanya.

Melalui studi yang dilakukan dengan drone untuk mendeteksi kehamilan lumba-lumba hidung botol, seekor lumba-lumba yang hamil pun akan lebih mudah dikenali.

Seperti dikutip dari Smithsonian, Jumat (18/3/2022) tim peneliti biasanya hanya mengetahui apakah lumba-lumba hamil atau tidak setelah melihat fakta di lapangan yakni ada anak lumba-lumba berenang bersama induknya.

Akibatnya, kehamilan yang gagal dan kematian anak lumba-lumba setelah kelahiran jarang dicatat.

Sementara informasi itu sangat penting untuk memahami faktor lingkungan apa yang mungkin memengaruhi reproduksi.

Teknologi drone deteksi kehamilan lumba-lumba, dapat membantu para peneliti mengumpulkan informasi yang cukup tentang status kehamilan lumba-lumba hidung botol betina. Ini merupakan prestasi yang belum pernah dilakukan pada cetacea berukuran kecil.

Studi yang dipublikasikan di Remote Sensing in Ecology and Conservation itu pun dapat mengarah pada terobosan dalam pemahaman ilmuwan tentang reproduksi lumba-lumba hidung botol.

"Menentukan status kehamilan spesies seperti lumba-lumba hidung botol sangat penting karena dapat memberikan informasi tentang kegagalan reproduksi yang selanjutnya dikaitkan dengan parameter lain, seperti usia dan kondisi lingkungan," kata Severine Methion, peneliti di Lembaga Penelitian Lumba-lumba Hidung Botol yang tak terlibat dalam studi.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan lima survei berbasis perahu yang dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2017.

Mereka sengaja memilih pertengahan musim panas karena mengetahui akan lebih banyak lumba-lumba hadir di Kawasan Konservasi Khusus Moray Firth.

Berhubung lumba-lumba hidung botol di daerah tersebut adalah populasi yang dilindungi, tim peneliti harus memiliki lisensi menerbangkan drone.

Selain itu, ketika berada di air bersama lumba-lumba, mereka hanya diberi waktu yang terbatas untuk mengumpulkan data kehamilan lumba-lumba yang diperlukan. Peneliti hanya bisa menghabiskan 20 jam per bulan untuk mengambil gambar.

Dari studi itu, tim mengidentifikasi 64 lumba-lumba hidung botol. Lalu menggunakan rasio lebar-panjang tubuh lumba-lumba, peneliti dengan tepat menentukan bahwa ada 14 lumba-lumba hamil.

Dengan keberhasilan ini, peneliti pun berencana untuk melakukan survei kembali pada Juli dan Agustus tahun ini.

Studi reguler populasi lumba-lumba ini dapat memberi mereka gambaran yang lebih akurat tentang perkembangan kehamilan dan faktor lingkungan seperti suhu air dan ketersedian mangsa yang mungkin memengaruhi angka kelahiran.

“Jika kita bisa melakukan ini lebih sering. Kita mungkin dapat melihat apakah kegagalan kehamilan akibat penurunan mangsa, atau peningkatan gangguan, atau hal lainnya. Harapannya, kita bisa melakukan sesuatu sebelum terlambat, ” papar ahli biologi dan ekologi kelautan Barbara Cheney yang terlibat dalam studi.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/03/18/180200423/studi-pertama-deteksi-kehamilan-lumba-lumba-menggunakan-drone

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke