Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

10 Sebab Pengobatan Tidak Berhasil atau Tak Kunjung Bikin Sembuh

MARI melipir sejenak dari topik khusus seputar pandemi. Kita bahas lagi hal-hal dasar soal kesehatan, salah satunya tentang pengobatan.

Kita mungkin pernah mengalami sendiri atau mendengar kisah tentang pengobatan yang tak mengembalikan kesehatan. Jangan bicara takdir ya. Ini di ranah usaha manusia saja. 

Sudah berganti-ganti dokter, pakai segala referensi, mungkin kita pernah mengalami atau mendengar kisah penyakit yang kambuh-kambuhan atau malah kondisi tak kunjung membaik. 

Mengulik arsip harian Kompas, ada sebuah tulisan menarik dari Nd Goen S tentang fenomena ini, dalam judul Beberapa Sebab Mengapa Pengobatan Tak Berhasil.

Tayang di harian Kompas edisi 1 Juli 1965, lugas sekali penulis ini meringkaskan hal-hal dasar yang bisa jadi merupakan sebab mendasar dari pengobatan yang tak memulihkan kesehatan.

Apakah masih relevan? Coba dilanjut dan dicek sendiri rincian Goen. 

Goen menyebut ada setidaknya sepuluh sebab pengobatan tak menyembuhkan. Berikut ini adalah intisarinya:

 1. Terlambat berobat

Goen menyebut, ini kerap jadi penyebab terbanyak dari pengobatan yang tak memberi hasil sesuai harapan. 

"Dapat karena kesibukan pekerjaan sehari-hari, dapat pula karena kurangnya pengertian akan nilai kesehatan," tulis Goen.

Dalam kasus begini, pengobatan menjadi langkah yang tak cepat atau tak mampu mengobati karena kondisi penyakit sudah terlanjur memburuk atau berat. 

"Setelah timbul penyulit-penyulit (komplikasi-komplikasi) atau meningkat pada kondisi menahun (kronis), pengobatan menjadi lebih sulit, sering butuh waktu lebih lama, dan cara perawatan lebih ruwet," ungkap dia.

2. Terlalu cepat menghentikan konsumsi obat

Goen menyodorkan kasus infeksi pernapasan, sebagai ilustrasi yang banyak terjadi untuk poin ini.

Banyak orang tampaknya cenderung merasa sudah membaik bahkan pulih setelah menjalani 40 jam pengobatan. Demam dan batuk berkurang atau malah hilang, misalnya.

"Merasa sudah sembuh, penderita menghentikan pengobatan. Tapi dalam waktu dekat penyakitnya akan timbul lagi karena sebenarnya belum sama sekali lenyap," tulis Goen.

3. Belum ketemu obat yang tepat

Pada prinsipnya, tidak ada obat yang bisa mengobati segala penyakit. Itu pesan utama Goen buat poin ini.

Bahkan antibiotik dengan spektrum luas—dapat mematikan sederet panjang jenis bakteri—tetap punya batasan keampuhan.

"Ini berarti selalu ada kemungkinan bahwa obat yang diberikan tidak jitu membunuh kuman-kumat penyebab (penyakit)," tulis dia.

Konsep itu juga yang jadi penjelasan dari langkah dunia medis dari waktu ke waktu melakukan percobaan kerentanan. Tujuan langkah tersebut adalah menekan kegagalan pengobatan. 

Pada uji kerentanan, yang dijajal adalah ketahanan vektor pembawa atau bahkan kuman yang sudah dikenali terhadap bahan atau kandungan zat tertentu dalam obat. 

4. Resisten obat

Bukan lagi hal jarang ditemui, kuman penyakit tidak mati saat diserbu oleh obat-obatan yang seharusnya atau berdasarkan pengujian mampu mematikannya. Resistensi obat adalah sebutan atas fenomena ini. 

Salah satu yang mulai jadi sorotan serius adalah resistensi antibiotik. Euforia kemampuan antibiotik mengatasi sejumlah penyakit yang tak terobati sebelum penemuan penisilin ternyata juga berdampak panjang dan luas. 

"Orang-orang menjadi antibiotica-minded, sakit ini (langsung diberi) antibiotik, sakit itu (langsung) antibiotik, dan sering tidak sesuai aturan yang tepat," ungkap Goen.

Dengan pola itu, kuman-kuman ibarat mendapat pelatihan gratis untuk menyesuaikan diri, sanggup bertahan menghadapi antibiotik tertentu.

5. Perubahan flora bakteri

Poin ini masih terkait lagi dengan antibiotik. 

Ketika seseorang mengonsumsi antibiotik berspektrum luas, kuman yang mati tidak hanya pembawa penyakit tetapi juga kuman-kuman yang secara alamiah ada di jaringan pencernaan. 

Di jaringan pencernaan memang ada bakteri dan itu aslinya punya tugas mulia. Bakteri Coli, misalnya. Pada kondisi biasa, bakteri ini berfungsi menekan bahkan mematikan kuman penyakit tertentu. 

Nah, ketika seseorang mengonsumsi antibiotik dengan spektrum luas, bakteri baik ini bisa ikut mati. Dalam situasi begitu, orang dimaksud bisa tampak mengalami gejala disentri tak berkesudahan.

Ini satu contoh saja ya. 

6. Dosis obat tidak tepat

Berlebih atau kurang, dosis obat juga berdampak pada kemampuannya menyembuhkan penyakit, dalam kondisi tidak ada tambahan faktor lain. 

Dosis obat ditentukan oleh berat atau ringannya penyakit, serta kerentanan kuman terhadap kandungan zat obat itu. 

7. Butuh tindakan tambahan

Abses alias bisul besar, misalnya, tidak cukup diobati dengan konsumsi antibiotik.

Pengobatan tuntas untuk abses membutuhkan pula tindakan operasi dengan insisi untuk mengeluarkan nanah di dalamnya. 

Bila penderita abses hanya minum obat, bisul besar itu akan susah atau lama sembuh, atau malah tidak sembuh-sembuh. 

8. Saran dokter tidak dipatuhi

Selama pengobatan, perhatikan, dokter yang baik akan menyertakan pula sejumlah saran atau nasihat untuk diikuti selama pengobatan atau bahkan ketika kelak sudah sembuh. 

Misal, istirahat yang cukup, minum air putih sampai jumlah sekian, hindari stres, dan sebagainya. 

"Anggaplah nasihat-nasihat itu adalah bagian dari pengobatan (yang juga harus dipatuhi)," tegas Goen. 

Bila sebaliknya saran-saran itu tak diikuti, masuk akal bila pengobatan terasa tak menuju kesembuhan atau menjadi berlarut. 

9. Salah diagnosis

Dokter juga manusia. Pengalaman dan pengetahuan bisa turut menentukan kemampuannya mendiagnosis lokasi, macam, dan level penyakit. 

Diagnosis yang ada ruang meleset ini tentu berdampak pada keampuhan pengobatan yang kemudian diberikan. 

"Akibat diagnosis yang tidak tepat ialah pengobatan yang tidak tepat pula dan tentunya tidak/kurang berhasil," tulis Goen. 

Di sinilah pendapat kedua (second opinion) dari dokter atau pakar lain punya peran penting. 

10. Penyakit baru

Teknologi dan peradaban yang makin maju ternyata memunculkan pula temuan jenis-jenis penyakit baru. Tentu saja, obat yang tepat belum tentu sudah tersedia.

"Jadi apabila Anda menjumpai suatu penyakit yang tidak dapat sembuh-sembuh meskipun telah diobati dengan obat apa pun, pikirkanlah sebab kesepuluh ini, bahwa mungkin penyakit itu suatu penyakit yang obatnya ada dalam penyelidikan," ungkap Goen. 

Naskah: Kompas.com/Palupi Annisa Auliani

Catatan:

Artikel utuh Arsip Kompas dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data. 

https://www.kompas.com/sains/read/2021/07/19/143817123/10-sebab-pengobatan-tidak-berhasil-atau-tak-kunjung-bikin-sembuh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke