Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kasus Viral Bayi Jeongin Disiksa hingga Meninggal, Mengapa Orangtua Tega?

Kasus ini menjadi trending di media sosial dan menarik perhatian netizen dunia. Menurut informasi, bayi berusia 16 bulan ini diadopsi ketika berusia tujuh bulan.

Kasus kekerasan ini kemudian diketahui oleh guru-gurunya di tempat penitipan anak karena Jeongin tak mau menerima makanan apa pun. Kemudian, Jeongin dibawa ke rumah sakit dan saat diperiksa ditemukan beberapa tulangnya rusak, termasuk bagian kepala.

Belajar dari kasus tersebut, praktisi psikolog asal Solo, Hening Widyastuti, mengatakan, normalnya orangtua angkat yang mengadopsi anak mampu merawat dengan penuh kasih sayang karena keinginan memiliki anak.

Apalagi, Jeongin baru berusia 16 bulan, yang idealnya mendapat limpahan kasih sayang dari orangtua.

Menurut Hening, orangtua angkat Jeongin kemungkinan memiliki gangguan mental karena mampu melakukan sesuatu di luar batas normal sebagai seorang ibu, dengan menyiksa anak secara fisik dan psikis hingga anak meninggal dunia.

“Sepertinya orangtua angkatnya penuh amarah terpendam, hingga tega menyiksa dan menganiaya bayi 16 bulan yang lemah dan tak berdaya,” kata Hening.

“Ia melakukan itu dengan sadar, berarti pikirannya sadar tapi jiwanya sakit,” lanjutnya.

Karena itu, kata Hening, sangat penting bagi panti asuhan memiliki regulasi ketat dalam memilih orangtua angkat, termasuk dengan melihat riwayat hidup calon orangtua angkat yang berniat mengadopsi anak.

Selain itu, menurutnya, kasus seperti ini menjadi pelajaran bagi kita semua untuk peduli dan tidak menutup mata dengan lingkungan sekitar. Jangan enggan melaporkan hal yang janggal kepada pihak berwenang.


Di sisi lain, Hening mengakui, menjadi orangtua bukanlah hal mudah. Ada banyak beban dan tanggung jawab yang harus dihadapi sehingga membuat stres dan depresi akut.

“Solusinya, ketika beban hidup terasa berat, fisik dan psikis terasa lelah, luangkan waktu untuk ‘menepi’ sejenak, beristirahat dari keruwetan hidup, bisa berkumpul dengan ahli agama, seperti ulama, pastor, pendeta untuk berdialog tentang kehidupan, atau melakukan hobi yang membuat hati bahagia,” jelasnya.

Hening juga menyarankan untuk berdialog dengan diri sendiri, memahami kondisi diri sendiri, dan tidak menyangkal jika ada sesuatu yang salah dengan diri sendiri. Sehingga, bisa segera mencari pertolongan.

“Jika orangtua sering marah-marah hingga berteriak histeris, disertai kekerasan verbal dan nonverbal, seperti memukul dan membanting fisik anak, itu sudah di luar batas wajar dan tanda kita harus waspada bahwa ada masalah dalam diri kita,” pungkas Hening.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/01/05/120500223/kasus-viral-bayi-jeongin-disiksa-hingga-meninggal-mengapa-orangtua-tega

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke