Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Studi Temukan Hubungan Genetik Endometriosis, Depresi hingga Gangguan Mood

KOMPAS.com- Endometriosis merupakan kondisi kesehatan yang banyak dialami jutaan perempuan di dunia. Kondisi ini seringkali menyebabkan rasa sakit kronis, bahkan dapat berakibat pada depresi.

Ahli genetika dari Queensland University of Technology di Australia melakukan penelitian dan telah menemukan sejumlah faktor risiko yang kemungkinkan dapat meningkatkan berkembangnya endometriosis dan depresi, serta berbagai kondisi gastrointestinal.

Meskipun demikian, studi ini tidak mengesampingkan pengaruh lingkungan.

Selain itu, seperti dikutip dari Science Alert, Senin (30/11/2020), penemuan ini sekaligus memperjelas bahwa kesehatan usus, endometriosis, dan gangguan mood kronis seringkali terjadi bersamaan berkat gen yang umum pada ketiganya.

Endometriosis adalah kondisi di mana jaringan yang semestinya melapisi dinding rahim, yakni endometrium, tumbuh dan menumpuk di luar rahim. Sehingga, keberadaan jaringan endometrium pada organ reproduksi perempuan ini mengalami penebalan.

Sama seperti endometrium, jaringan endometriosis juga dipengaruhi oleh fluktuasi siklik hormon, sehingga menyebabkan perdarahan internal, jaringan parut dan peradangan.

Dalam kondisi paling agresif, endometriosis ini dapat semakin jauh memengaruhi organ dan jaringan di sekitarnya, seperti kandung kemih, usus besar, dan ligamen yang menahan otot di sekitar organ tersebut.

Diperkirakan endometriosis ini dialami pada satu dari 10 wanita di dunia. Sedikitnya sekitar 200 juta perempuan di seluruh dunia mengalami efek dari kondisi tersebut, seperti nyeri panggul kronis yang melemahkan.

Umumnya, gejala endometriosis yang dialami seperti pendarahan yang berlebihan, nyeri saat berhubungan dan selama menstruasi, mual hingga gangguan pencernaan.

Selain gejala tersebut, tidak jarang perempuan dengan diagnosis tersebut juga mengalami gangguan kecemasan dan depresi.

Penemuan penyebab endometriosis ini dilakukan peneliti pada tikus. Studi yang dilakukan pada tikus juga menyiratkan bahwa nyeri endometriosis dapat secara langsung memengaruhi otak, meningkatkan kepekaan terhadap nyeri dan gangguan mood.

Lebih parahnya, penderitanya memiliki tingkat nyeri panggul yang sangat kronis, sehingga depresi semakin mungkin terjadi. Seolah-olah mengira bahwa nyeri tersebut membuatnya mengalami depresi, padahal itu terjadi akibat endometriosis itu sendiri.

Para peneliti menyadari akan kompleksitas depresi, dan menemukan bahwa hal itu bisa lebih dari sekadar keadaan psikologis.

Melainkan, endometriosis tersebut dapat memengaruhi keseluruhan sistem fisiologis yang dipengaruhi oleh beragam gen.

Studi kembar juga semakin menguatkan kondisi genetik yang mendasari endometriosis. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah salah satu gen yang terlibat mungkin juga memengaruhi depresi terhadap individu.

Para peneliti menggunakan data dari studi asosiasi genome-wide (GWAS) yang dilakukan oleh International Endogene Consortium.

Data berdasarkan sampel lebih dari 208.000 orang termasuk sekitar 17.000 kasus endometriosis di seluruh dunia.

Selanjutnya, data tersebut dibandingkan dengan database GWAS yang serupa digunakan sebelumnya untuk menemukan gen yang terkait dengan depresi, dengan beberapa database alternatif yang digunakan untuk melihat temuan mereka.

Setelah menganalisis mutasi tumpang tindih yang umum terjadi pada kedua data tersebut, peneliti kemudian mengidentifikasi ada 20 lokasi independen pada genom yang dapat dianggap signifikan dengan kedua kondisi tersebut.

Terdapat 22 gen berkaitan, kesemuanya banyak berperan dalam jalur yang mengatur adhesi antar sel, serta memberikan sinyal yang mengatur pergerakan dan proliferasi sel, dan kesehatan lambung.

Faktanya, hasil analisis tambahan mengungkapkan adanya hubungan kausatif lebih lanjut antara nyeri endometriosis dan depresi, serta setidaknya satu kondisi usus yang abnormal, seperti tukak lambung atau penyakit gastriesophageal reflux.

Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Human Genetics ini, para peneliti masih memerlukan studi kelanjutan. Sebab, studi ini masih cukup jauh untuk mencari solusi penyembuhan dan perawatan yang sesuai bagi penderita endometriosis.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/11/30/170000723/studi-temukan-hubungan-genetik-endometriosis-depresi-hingga-gangguan-mood

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke