Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Studi Terbesar Ungkap Risiko Kesehatan Terbesar di Ruang Angkasa

KOMPAS.com - Luar angkasa adalah tempat yang tidak bersahabat dan dapat memengaruhi kesehatan manusia.

Manusia mungkin berhasil menciptakan teknologi canggih yang bisa meluncurkan astronot ke orbit dan memulangkannya lagi ke Bumi dengan selamat.

Namun, bagaimana perjalanan ke ruang angkasa memengaruhi kesehatan manusia, terutama dalam jangka panjang, merupakan sebuah misteri.

Memahami dampak perjalanan ruang angkasa penting dilakukan untuk memastikan kesehatan dan keselamatan para astronot saat melakukan misi di masa depan.

Salah satu studi paling terkenal tentang kesehatan astronot adalah penelitian terhadap saudara kembar identik Scott dan Mark Kelly yang melakukan perjalanan antariksa.

Studi itu menemukan bahwa perjalanan antariksa dapat memengaruhi aliran darah ke otak, mengubah mikrobioma usus, memicu risiko peradangan, menyebabkan penglihatan kabur, tulang rapuh, hingga pengecilan otot.

Studi tikus yang mensimulasikan penerbangan luar angkasa juga menunjukkan bahwa pergi ke luar angkasa dapat memengaruhi sistem kekebalan dan merusak otak.

Sekarang, para ilmuwan telah menerbitkan laporan yang mengumpulkan hampir 30 makalah yang menyelidiki risiko kesehatan terkait perjalanan luar angkasa.

Ini merupakan kumpulan data biologi ruang angkasa terbesar yang pernah dilakukan dan menampilkan beberapa analisis pengamatan dari berbagai makhluk seperti lalat, cacing, tikus, dan astronot.

Beberapa hasil riset menegaskan kembali apa yang telah kita ketahui terkait dampak kesehatan dan ruang angkasa.

Sementara penelitian lain memberi wawasan baru, mengklarifikasi hasil sebelumnya, atau menemukan cara untuk meningkatkan eksperimen di masa mendatang.

"Meskipun kemajuan signifikan telah dibuat dalam dekade terakhir untuk memahami risiko kesehatan perjalanan ruang angkasa, penelitian tambahan diperlukan untuk memungkinkan eksplorasi ruang angkasa manusia yang lebih aman di luar (orbit rendah bumi), termasuk bulan, planet Mars, dan ruang angkasa dalam," tulis para peneliti dalam makalah ulasan.

Dilansir Science Alert, Kamis (26/11/2020), para ahli memaparkan berbagai risiko kesehatan dari perjalanan luar angkasa. Mulai gaya G yang dirasakan oleh astronot saat lepas landas hingga paparan radiasi luar angkasa dan gayaberat mikro yang berbahaya.

Dalam perjalanan berbahaya ke mars, misalnya, astronot akan melampaui magnetosfer pelindung bumi dan terpapar radiasi kosmik selama rentang waktu signifikan yang diperlukan bagi mereka untuk menjelajah planet merah dan kembali ke bumi.

Sementara itu, ada risiko kesehatan bagi astronot yang berada di gravitasi rendah Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Waktu tinggal terlama astronot saat ini adalah 437 hari.

Banyak studi yang diterbitkan dalam laporan ini telah mengumpulkan atau menganalisis ulang data dari eksperimen sebelumnya melalui portal data akses terbuka seperti platform GeneLab NASA.

Menggabungkan data seperti ini adalah cara untuk memperkuat analisis yang dihasilkan (seringkali peneliti melihat apakah yang ditemukan di satu set data benar di set data lain), dan memaksimalkan data yang dikumpulkan dari penerbangan luar angkasa yang mahal.

"Analisis kolektif di berbagai model dan studi manusia dapat mengarah pada pemahaman yang lebih komprehensif tentang dampak fisiologis dan kesehatan manusia terkait lingkungan ruang angkasa," tulis para peneliti, menjelaskan pendekatan mereka.

Satu studi, misalnya, menganalisis data dari hampir 60 astronot dan ratusan sampel GeneLab untuk mencari mekanisme universal yang menghubungkan perubahan kesehatan yang meluas yang telah diamati pada berbagai gen, sel, jaringan, sistem tubuh, organ, dan otot.

Secara keseluruhan, studi menunjukkan pergeseran sistemik dalam fungsi mitokondria - yang merupakan paket daya di dalam sel kita, mengubah oksigen dan nutrisi menjadi energi.

"Apa yang sering kami temukan adalah ada sesuatu yang sedang terjadi di regulasi mitokondria dan membuat segalanya menjadi kacau," kata Afshin Beheshti, seorang ahli bioinformatika di Pusat Penelitian Ames NASA.

Menurut para ahli di laporannya, ini mungkin menjelaskan gangguan yang diamati pada sistem kekebalan astronot dan ritme sirkadian.

Studi lain membandingkan data dari si kembar Kelly dengan 11 astronot tidak terkait yang menghabiskan waktu sekitar enam bulan di ISS.

Secara khusus, penelitian tersebut mengamati telomer mereka. Telomer adalah tutup pelindung di ujung kromosom kita, yang biasanya terkikis seiring bertambahnya usia.

Tanpa diduga, para peneliti menemukan bahwa beberapa telomer astronot bertambah panjang selama penerbangan luar angkasa. Namun anehnya, telomer kelompok tersebut umumnya lebih pendek setelah kembali ke bumi dibanding sebelum meroket.

"Ke depan, tujuan kami adalah mendapatkan gagasan yang lebih baik tentang mekanisme yang mendasari, tentang apa yang terjadi selama penerbangan luar angkasa dalam jangka waktu lama terhadap tubuh manusia, dan bagaimana perubahan itu bervariasi," kata Susan Bailey, pakar biologi telomer di Colorado State University.

"Tidak semua orang merespons dengan cara yang sama."

Ada juga beberapa temuan menarik dari riset yang menganalisis ulang data dari studi astronot kembar NASA.

Temuan itu menunjukkan bahwa lonjakan molekul inflamasi yang diamati dalam darah Scott Kelly ketika dia kembali ke bumi - setelah 340 hari di ISS - bisa menjadi penanda regenerasi otot dibanding respons kekebalan.

Studi ini jelas dibatasi oleh jumlah astronot dan hewan sangat kecil yang dikirim ke luar angkasa, yakni cacing dan lalat.

Dengan menggunakan dua hewan kecil itu, peneliti dengan mudah dapat meningkatkan eksperimen penerbangan luar angkasa.

Studi tentang cacing gelang di ISS menemukan perubahan halus pada sekitar 1.000 gen, terutama yang berkaitan dengan fungsi sel saraf.

Sementara studi lain yang menggunakan lalat, menunjukkan bahwa tinggal lama dalam gayaberat mikro mengurangi kekuatan detak jantung mereka.

Secara keseluruhan, kumpulan makalah ini - hasil kerja sekitar 200 peneliti dari NASA dan lembaga pemerintah lainnya, universitas, dan kelompok industri kedirgantaraan - merupakan kontribusi yang kuat bagi pemahaman kita tentang risiko kesehatan saat berkumpul di luar angkasa.

Daftar lengkap makalah yang diterbitkan telah disusun di jurnal Cell.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/11/28/110300923/studi-terbesar-ungkap-risiko-kesehatan-terbesar-di-ruang-angkasa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke