Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kasus Corona Meningkat, Bisakah Pembuatan Vaksin Dipercepat?

KOMPAS.com - Para ilmuwan, termasuk di Indonesia, tengah berkejaran dengan waktu untuk menciptakan vaksin Covid-19.

Pasalnya, data terkini mengenai Covid-19 hingga Minggu (9/8/2020) menyebutkan bahwa jumlah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 125.396 kasus, pasien sembuh mencapai 80.952 kasus dan meninggal dunia mencapai 5.723 kasus.

Angka-angka ini diperkirakan akan terus meningkat, sehingga pemerintah Indonesia sendiri mendesak agar upaya pembuatan vaksin Covid-19 dari Indonesia bisa dipercepat.

Pertanyaannya, bisakah pembuatan vaksin Covid-19 ini dipercepat?

Prosedur yang bisa dipercepat

Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Profesor Amin Soebandrio menegaskan bahwa sebenarnya, secara prosedur administrasi, pembuatan vaksin pada umumnya bisa saja dipercepat.

"Prosedur administrasi (pembuatan vaksin) bisa (dipercepat), tapi kita tidak bisa memaksa," kata Amin dalam diskusi daring bertajuk Webinar SISJ-ALMI: Vaksin Covid-19 di Indonesia, Sabtu (8/8/2020).

Prosedur administrasi yang dimaksudkan oleh Amin adalah tahapan fase dalam pembuatan vaksin yang bisa dilakukan tumpang tindih.

Misalnya, pada tahapan fase uji 1, tidak perlu harus menunggu 100 persen berhasil baru bisa lanjut ke fase berikutnya.

Begitupun untuk fase 2 dan fase 3, beberapa kondisi bisa dilakukan bersamaan atau jika fase sebelumnya sudah selesai keberhasilannya hingga 70-80 persen saja.

Untuk diketahui, administrasi pembuatan vaksin pada umumnya tidak memperbolehkan terjadinya fase uji yang tumpang tindih seperti itu. Alhasil, waktu pembuatan vaksin bisa mencapai hitungan tahun, dengan rata-rata bila tidak dalam kondisi pandemik adalah sekitar lima sampai enam tahun.

Proses yang tidak bisa dipercepat

Namun, Amin juga menegaskan bahwa ada prosedur pembuatan vaksin yang tidak bisa dipercepat yaitu proses di laboratorium.

Proses di laboratorium adalah proses awal untuk mencari bahan baku utama dalam pembuatan vaksin dengan target antigen yang efektif menangkal virus tersebut.

Proses mencari bahan baku utama di laboratorium juga disebutkan sebagai penentu terhadap kondisi risiko yang terjadi jika nantinya vaksin tersebut sampai diujicobakan terhadap hewan ataupun manusia.

Jika bahan baku utama ini keliru dengan fatal, dampak risiko atau efek samping yang fatal juga bisa terjadi.

"Proses di lab (laboratorium( tidak bisa dipercepat. Kalau dipercepat, produk bisa tidak optimal dan mungkin berisiko pada manusianya," tegas Amin.

Target utama pembuatan vaksin adalah sebagai antigen yang ketika masuk ke dalam tubuh, akan disambut dengan respon yang baik oleh sel imun atau sistem kekebalan tubuh.

Jika sel imunitas tubuh justru merespons dengan tidak baik akibat antigen yang tidak optimal, maka tidak menutup kemungkinan bila efektivitas yang ingin dicapai, dalam kasus ini herd imunity, juga tidak bisa tercipta dengan baik.

Selain itu, produk yang tidak optimal atau gagal juga bisa menimbulkan efek samping berupa gejala atau keluhan-keluhan yang berbahaya lainnya saat diujicobakan.

Status vaksin Covid-19 Indonesia

Pada saat ini, tim pembuatan vaksin Covid-19 dari LBM Eijkman sendiri sedang berada dalam tahapan proses mencari bahan baku utama pembuatan vaksin di laboratorium.

Oleh sebab itu, Amin berkata bahwa vaksin Covid-19 dari LBM Eijkman tidak dapat dibandingkan dengan vaksin dari beberapa negara lain yang digadang-gadang sudah siap diujicobakan kepada partisipan manusia.

LBM Eijkman mencari bahan baku utama pembuatan vaksin dengan teknologi recombinant protein vaccines menggunakan spike virus SARS-CoV-2.

Vaksin berdasarkan protein rekombinan ini dianggap lebih baik, karena dasar sampel yang diambil adalah bagian atau sepotong protein bukanlah virus secara utuh.

Dengan begitu, kata dia, tidak ada risiko infeksi virus SARS-CoV-2 itu akan kembali menjadi virulen yang sifatnya ganas atau mematikan.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/08/10/173000523/kasus-corona-meningkat-bisakah-pembuatan-vaksin-dipercepat-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke