Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

#DiRumahAja karena Corona? Tetap Olahraga Sesuai Patokan Ini

KOMPAS.com - Pandemi virus corona SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19 membuat banyak orang harus bekerja, belajar dan beraktivitas dari rumah. Namun, mengikuti tagar #dirumahaja bukan alasan untuk menjadi tidak aktif dan tidak berolahraga.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO), merekomendasikan untuk tetap aktif dan berolahraga selama berada di rumah, misalnya dengan jalan cepat sekeliling rumah, naik turun tangga, senam aerobik lewat internet, lompat tali, serta melakukan squat, lunges dan push up.

Pasalnya, gaya hidup kurang gerak yang cenderung terjadi saat social distancing dan work from home, dapat menurunkan imunitas tubuh sehingga meningkatkan risiko terjadinya infeksi virus.

Sebaliknya, latihan fisik berintensitas sedang dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh dan mengurangi risiko terjadi infeksi.

Akan tetapi, harus diketahui bahwa kata kunci di sini adalah "sedang".

Latihan fisik intensitas tinggi dengan volume yang tinggi justru dapat menurunkan sistem imunitas tubuh sehingga meningkatkan risiko infeksi.

Lalu, bagaimana kita bisa mengetahui apakah olahraga yang dilakukan sudah cukup dan tidak berlebihan?

Pasalnya, olahraga yang ringan bagi orang yang sudah terlatih, seperti jogging, mungkin terlalu berat untuk orang yang tidak pernah berolahraga.

Denyut jantung sebagai patokan

Dokter Michael Triangto, SpKO, yang membagikan rekomendasi PDSKO ini kepada Kompas.com, Sabtu (21/3/2020), menjelaskan bagaimana kita bisa menilai apakah olahraga yang kita lakukan berlebihan atau tidak.

Patokannya bisa secara subjektif atau objektif.

Patokan subjektif adalah dengan melihat kondisi tubuh Anda setelah berolahraga. Apakah Anda merasa segar atau malah sakit? Bila malah sakit, artinya olahraga yang Anda lakukan sudah terlalu berat dan harus dikurangi intensitasnya.

Sementara itu, patokan objektif adalah heart rate atau denyut jantung saat berolahraga.

Rumusnya yaitu mengurangi 220 dengan usia kita dalam tahun untuk mendapatkan denyut jantung maksimal. Lantas, denyut jantung yang sehat saat berolahraga (training zone) adalah 50-70 persen dari denyut jantung maksimal.

Sebagai contoh, bila Anda berusia 20 tahun, maka denyut jantung maksimal adalah 200 (220 dikurangi 20), dengan training zone 100-140 (50-70 persen dari 200).

"(Artinya) kurang dari 100, terlalu ringan. Lebih dari 140, berisiko tinggi," ujar dr Michael.

Jika pada awalnya Anda tidak biasa aktif bergerak, berjalan kaki saja mungkin sudah cukup untuk masuk ke training zone.

Nantinya, bila Anda sudah biasa berjalan kaki dan denyut jantung tidak lagi mencapai training zone, maka intensitas olahraga bisa ditingkatkan menjadi jalan cepat. Setelah teradaptasi lagi, olahraga jalan cepat bisa ditingkatkan menjadi jogging.

Inilah cara berolahraga yang sehat.

Patut diingat bahwa rumus ini hanya bisa dipakai apabila Anda dalam kondisi sehat.

"Sehat fisik, mental dan sosial. Bukan karena ketiadaan penyakit," ujar dr Michael.

Oleh karena itu, pastikan Anda telah berkonsultasi dahulu dengan dokter olahraga dan tidak sembarangan melakukan latihan fisik.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/22/110754823/dirumahaja-karena-corona-tetap-olahraga-sesuai-patokan-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke