Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Jokowi Kritisi PBG, Aturan yang Ditekennya Dua Tahun Lalu

Kompas.com - 20/01/2023, 17:30 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkritisi tentang izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Karena tidak lancarnya proses perizinan PBG dinilai dapat menghambat laju investasi yang menjadi kunci pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 2023.

Hal itu diungkapkannya saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) se-Indonesia, Selasa (17/01/2023) lalu.

"Sehingga terus saya sampaikan, agar investasi ini menjadi perhatian kita semuanya. Jangan lagi yang namanya izin masih berbulan-bulan," ujar Jokowi dikutip dari kanal Youtube Sekretariat Presiden.

Menurut dia, PBG yang merupakan pengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi salah satu dari dua problem besar investasi di daerah-daerah.

"Kalau dulu namanya IMB, sekarang namanya PBG, Persetujuan Bangunan Gedung. Namanya juga gonta-ganti dan ini yang ruwet kita. Nama itu dua kata cukuplah, izin gedung gitulah," jelasnya.

Jokowi menyampaikan, sebetulnya pergantian nama bukanlah hal yang penting. Terpenting yaitu proses pengurusannya tidak lambat.

"Yang paling penting kan bukan namanya, tapi penyelesaian yang cepat gitu," tuturnya.

Baca juga: IMB Dihapus, Perizinan Mendirikan Bangunan Diganti Jadi PBG

Seperti diketahui, pergantian IMB menjadi PBG diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Peraturan yang diteken Jokowi pada 2 Februari 2021 lalu ini merupakan tindak lanjut dari ketentuan Pasal 24 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK).

Artinya sejak regulasi terbit hingga kini, atau hampir dua tahun lalu, PBG masih menjadi polemik dan belum berjalan secara maksimal.

Dari awal pemberlakuan hingga kini pun sudah banyak pihak yang mengkritisi PBG. Mulai dari pengamat properti hingga asosiasi developer.

Terbaru, dikatakan Pengamat Perumahan Anton Sitorus dalam diskusi Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) pada Selasa (20/9/2022) lalu.

"Kita di sektor perumahan ini terus diselimuti masalah-masalah yang terus berulang terutama dalam hal perizinan. Hanya namanya saja yang berbeda. Seperti PBG dan LSD ini adalah soal klasik dalam versi terbaru," jelasnya.

Padahal menurutnya masalah perumahan adalah hal fundamental dan kebutuhan asasi manusia.

Terlebih angka backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,75 juta, sebagaimana mengacu data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2020.

Baca juga: PBG Bikin Masyarakat dan Pengembang Kesulitan Bangun Rumah

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan, persoalan PBG perlu segera dicari solusinya.

Pasalnya, saat ini ada keengganan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menerbitkan PBG karena aturan ini diatur dalam UUCK yang memerintahkan Pemda mengeluarkan PBG lewat Peraturan Daerah (Perda).

"Nah, Pemda tetap tidak berani mengeluarkan PBG hanya dengan retribusi IMB saja, jadi tetap alasannya tunggu Perdanya. Butuh intervensi kuat dari pemerintah pusat dan Komisi V DPR RI untuk menuntaskan kendala perizinan yang sudah setahun ini terjadi," papar Totok.

Akan tetapi ada beberapa daerah yang tetap berani mengeluarkan IMB karena merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa dua tahun sampai dengan perbaikan UUCK dilakukan, Pemda bisa memakai aturan lama yakni IMB.

Kendati begitu, permasalahannya adalah IMB tidak bisa masuk dalam data Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (Sikumbang) sebagai syarat realisasi rumah bersusidi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com