JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Raja Juli Antoni menyerahkan 30 sertifikat tanah wakaf kepada Kementerian Agama (Kemenag) Jakarta Selatan (Jaksel).
Penyerahan sertifikat tanah wakaf tersebut termasuk dalam rangka Program Percepatan Sertifikat Wakaf Tahun 2022 yang merupakan kerja sama antara Kemenag Jaksel dan Kantor Pertanahan (Kantah) Jaksel.
Langkah ini juga merupakan tugas langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk secara serius menyertifikasi tanah wakaf, utamanya untuk tempat ibadah.
Tujuan akhirnya adalah untuk mengamankan rumah ibadah dari tindak kejahatan mafia tanah.
Namun, pertanyaan mengenai pengalihan atau dialihkannya tanah wakaf mungkin pernah terbesit di benak Anda, khususnya penerima atau pengelola.
Baca juga: Raja Juli Antoni Serahkan 30 Sertifikat Tanah Wakaf
Karena terdapat beberapa ketentuan perihal tanah yang telah diwakafkan. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Sebagai pembuka, definisi wakaf tertera dalam Pasal 1 yakni, perbuatan hukum wakif (pemilik) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagaian harta bendanya kepada pihak lain.
Tujuannya agar dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Hal itu dilakukan melalui Ikrar Wakaf, yang merupakan pernyataan kehendak wakif untuk mewakafkan harta bendanya yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir.
Sementara nazhir ialah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.