Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 12/01/2023, 20:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebutuhan akan penyediaan transportasi publik yang memadai kian penting dan terus disuarakan oleh masyarakat.

Hal ini salah satunya tercermin lewat keluhan banyak pengguna media sosial Twitter soal kemacetan yang semakin menjadi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung akibat membeludaknya jumlah kendaraan pribadi.

"Warga Semarang (& Jateng) masi bolehlah berbangga punya transportasi (massal) publik yg lebi baik dari Bandung (& Jabar). Padahal dulu kayaknya Semarang minder liat ide2 transportasi Bandung. Apalg APBD Semarang juga lebi kecil," ungkap pengguna Twitter @gumpxxxxx.

Sementara transportasi publik terkesan hanya sebagai anak tiri, apalagi ketika jalur khusus untuk bus umum, sebut saja Transjakarta, yang tetap harus berbagi dengan kendaraan pribadi pada jam-jam sibuk.

Atau kasus lain seperti padatnya penumpang Commuterline yang tak jarang mereka menyebut dirinya sendiri seperti "ikan pepes" ketika menggunakan transportasi publik ini pada jam sibuk.

Terlebih, Commuterline kerap berhenti menunggu pergantian kereta masuk stasiun.

"yg bilang "emg aja lo pada males" lo rasain naik Tj an**. sblm covid emg udah ngerasain macet, tp skrng gw ngerasa yg beralih ke tj makin banyak bikin desek2an ga** ot** mana makin macet jg. kek mo mam**s capenya," tulis pengguna Twitter @agapxxxxx dalam utas tentang ribuan orang menandatangani petisi untuk kembali work form home (WFH).

Baca juga: Mengintegrasikan Jakarta dalam Sebuah Peta

Belum lagi, Pemerintah yang terkesan lebih fokus untuk mendorong pemakaian kendaraan pribadi dengan percepatan pembangunan infrastruktur jalan tol hingga anggaran untuk kendaraan listrik yang lebih besar.

Sedangkan jaringan transportasi publik yang direpresentasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) misalnya, harus berjibaku untuk mendapatkan anggaran.

Mereka baru saja menandatangani kontrak Public Service Obligation (PSO) 2023 untuk Kereta Api (KA) Ekonomi Rp 2,5 triliun dan KA Perintis Rp 124 miliar.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+