Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Adil Beri Subsidi Kendaraan Listrik dan Angkutan Umum

Kompas.com - 03/12/2022, 19:00 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, Pemerintah berencana memberikan subsidi pembelian motor listrik dengan kisaran Rp 6 juta sampai dengan Rp 6,5 juta.

Insentif yang sama juga akan diberikan untuk pembelian mobil listrik. Tujuannya adalah untuk menghemat pembelian bahan bakar minyak (BBM) sehingga subsidi BBM bisa berkurang.

Langkah ini menimbulkan sejumlah respons, seperti pemberian subsidi yang diminta adil baik untuk kendaraan listrik maupun angkutan umum.

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang berpendapat, bila pembeli kendaraan listrik mendapatkan subsidi oleh negara, di samping angkutan umum massal telah mendapatkan subsidi, tentunya pengguna angkutan umum harus mendapatkan insentif sehingga terdapat keseimbangan sosial.

"Insentif ini sebagai apresiasi atau terima kasih dari negara kepada pengguna angkutan umum karena tidak menggunakan kendaraan pribadinya setiap hari dalam perjalanannya, sehingga tidak menyebabkan kemacetan jalan," jelas Deddy, dikutip rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (3/12/2022).

Selain itu, pengguna angkutan massal adalah penerima risiko seperti copet, pelecehan seksual, penumpang sesak karena penuh, tertular virus, hingga tidak terintegrasi dengan moda lain.

Dalam konteks ini insentif bermacam-macam, semisal mendapatkan tarif parkir di stasiun murah atau gratis, sembako murah, BPJS gratis atau murah, pajak/Pengertian Pajak Penghasilan (Pph) murah, Pajak Bumi Bangunan (PBB) murah, dan lain sebagainya.

Lanjutnya, Pemerintah terlihat masih berideologikan transport by vehicle oriented bukan pada transport by transit oriented.

Baca juga: Usai Event, Bus Listrik G20 Bakal Dijadikan Angkutan Umum di Tiga Kota

Dalam hal ini pemberian subsidi kepada pembelian atau konversi kendaraan listrik bila tidak diimbangi oleh penambahan subsidi bagi pengelolaan angkutan umum massal adalah bencana bagi modal share angkutan umum.

"Kendaraan pribadi akan selalu dibeli dengan murah, sementara angkutan umum akan ditinggalkan, akibatnya volume kendaaraan di jalan semakin bertambah namun ruang jalan tidak bertambah, jadi semakin macet lalu lintas di jalan," kata Deddy.

Bila pemberian subsidi kendaraan listrik tidak diimbangi dengan subsidi yang lebih berpihak ke angkutan umum, transport demand management (TDM) dapat dipastikan gagal.

Pemerintah juga dinilai terlalu bersemangat untuk melakukan kampanye dari kendaraan BBM fosil ke kendaraan listrik, tetapi kurang dalam kesiapan infrastruktur kendaraan listriknya.

Sebut saja penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sesuai demand yang belum disiapkan secara matang.

Perlu diketahui, waktu pengisian baterai kendaraan listrik memerlukan waktu yang sangat lama dan belum ada standar kualitas baterai.

Tak hanya itu, manajemen pengolahan limbah baterai kendaaran listrik juga masih belum dikemukakan.

"Jangan sampai euphoria membeli kendaraan listrik telah terjadi secara massal namun regulasi dan mitigasi belum ada," tutup Deddy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com