Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilih Beli Rokok atau Rumah Subsidi? Simak Perhitungannya di Sini

Kompas.com - 07/11/2022, 09:07 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rokok sebesar 10 persen pada tahun 2023.

"Dalam keputusan hari ini, Presiden telah menyetujui untuk menaikkan cukai rokok sebesar 10 persen untuk tahun 2023 dan 2024," ujar Sri Mulyani dalam rapat terbatas (ratas) kebijakan cukai hasil tembakau tahun 2023 bersama dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (03/11/2022).

Tak pelak, rencana Sri Mulyani menimbulkan pendapat pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama warganet yang bisa dilihat di berbagai platform media sosial.

Misalnya di Twitter lewat utas yang diunggah oleh @boleh_merxxx sebagai pihak kontra. Jelasnya dalam beberapa cuitan, kenaikan cukai rokok bakal memberikan efek domino yang pada akhirnya merugikan petani tembakau.

Sementara beberapa warganet lain menilai keputusan pemerintah tersebut adalah langkah bijak.

Baca juga: Mitra Gojek Bisa Langsung Huni Rumah Subsidi Perumnas, Cukup Bayar Rp 40.000 Per Hari

Pasalnya, tak sedikit warganet yang menceritakan pengalaman masa kecil atau fenomena dari keluarga tetangga yang mereka lihat langsung, di mana membeli rokok menjadi lebih diprioritaskan dibandingkan kebutuhan hidup lain.

Berdasarkan penelusuran Kompas.com, anggaran yang dikeluarkan oleh perokok setiap bulannya bermacam-macam, tergantung pada intensitas merokok dan harga rokok per bungkusnya.

Paling sedikit, perokok aktif menghabiskan uang sebanyak Rp 10.000 per hari untuk membeli rokok. Artinya, dalam sebulan mereka menghabiskan Rp 300.000 hanya untuk rokok.

Ada juga yang menghabiskan anggaran sekitar Rp 20.000-Rp 25.000 per hari atau mencapai Rp 600.000-Rp 750.000 per bulan.

Bahkan, ada perokok yang menghabiskan hingga 2-3 bungkus rokok per hari dengan uang yang dikeluarkan mencapai Rp 40.000 per hari atau Rp 1,2 juta per bulan.

Baca juga: Sesuai Aturan, Rumah Subsidi Harus Dilengkapi Sederet Fasilitas Ini

Dengan uang sejumlah itu, bagaimana jika dialihkan untuk mencicil rumah subsidi? Pasalnya, ada di antara para perokok tersebut yang masih belum memiliki rumah sendiri, atau tinggal bersama orang tua, menyewa, dan atau mendiami rumah warisan.

Untuk perhitungan pertama, Kompas.com menggunakan simulai Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari Bank Mandiri.

Misalnya, pekerja dengan penghasilan Rp 7 juta per bulan, harga rumah Rp 170 juta, bunga 5 persen flat selama masa tenor, jangka waktu kredit 15 tahun dengan uang muka 10 persen atau Rp 17 juta.

Maka hasil perhitungan yang didapat adalah, pekerja tersebut bisa mengajukan KPR dengan pembayaran awal Rp 19 juta yang mencakup, cicilan bulan pertama Rp 1,2 juta per bulan dan biaya awal yang terdiri dari uang muka, dana provisi, serta biaya administrasi.

Simulasi KPR di Bank MandiriKompas.com/Aisyah Sekar Ayu Maharani Simulasi KPR di Bank Mandiri
Beralih ke simulasi KPR di Bank Central Asia (BCA) dengan harga rumah Rp 170 juta, uang muka Rp 17 juta, masa cicil 15 tahun dan bunga 4,85 persen flat.

Hasilnya, Anda bisa mengajukan KPR lewat Bank BCA dengan cicilan hanya Rp 1,198 juta per bulan.

Simulasi KPR Bank BCAKompas.com/Aisyah Sekar Ayu Maharani Simulasi KPR Bank BCA
Jadi, pilih mana? Menghabiskan uang untuk merokok, atau mulai mencicil untuk memiliki rumah subsidi? 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com