Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Status Tanah di Balik Tikungan 9 Sirkuit Mandalika

Kompas.com - 15/02/2022, 05:30 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Foto seorang warga yang tengah berdiri menatap Mandalika International Street Circuit, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Sibawaeh (53), viral di media sosial.

Bukan tanpa sebab, viralnya foto Sibawhwai tersebut lantaran diunggah oleh akun Instagram resmi Tim Repsol Honda @hrc_motogp

Di dalam foto itu, Sibahwai duduk berjongkok dengan menggunakan sarung. Lalu ada dua orang di sampingnya yaitu Medan (47) yang merupakan adik ipar Sibahwai dan Amaq Manim (57).

Sibahwai yang merupakan anak dari Amaq Semin mengaku tak tahu kalau telah difoto.

Baca juga: Adakah Sirkuit Terindah di Dunia Selain Mandalika?

Namun, dia berharap, dengan viralnya foto tersebut, lahannya seluas 3,5 hektar di persil 263 akan segera dibayar Indonesia Tourism Development Courporation (ITDC).

Saat ini, kawasan tersebut menjadi tikungan 9 di sirkuit Mandalika.

"Jadi kalau dikatakan kenapa ada foto saya, mungkin mata kamera diarahkan Tuhan kepada saya," ujar Sibahwai.

Dia berharap, pihak pengunggah foto bisa membantu menyuarakan perasaannya agar tanah miliknya itu segera dibayar.

Menanggapi hal ini, Direktur Utama ITDC Abdulbar M Mansoer menegaskan, lahan tikungan 9 Sirkuit Mandalika yang diakui milik Sibahwai, berada di atas Hak Pengelolaan (HPL) perseroan.

Jika yang bersangkutan merasa memiliki bukti kepemilikan yang sah atas tanah, ITDC mempersilakan Sibahwai melakukan gugatan ke pengadilan.

"Tanah itu ada di atas HPL perseroan, kalau ada klaim silakan tuntut ke pengadilan," terang Abdulbar dalam pesan singkat kepada Kompas.com, Senin (14/2/2022).

Menurut Abdulbar, perseroan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya menguasai tanah sesuai jalur hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Lahan HPL ITDC tersebut bernomor 71, 73, dan 116 yang sah dan berstatus clean and clear, didukung putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (in kracht).

Berdasarkan dokumen putusan pengadilan dalam perkara Amaq Semin di Pengadilan Negeri Praya yang telah in kracht, lahan bersertifikat HPL telah membuktikan Amaq Semin tidak memiliki alas hak pada lahan yang diduduki tersebut.

Hal ini dapat diketahui dari hasil pengukurang ulang yang disaksikan oleh Sibahwai, Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan ITDC pada 6 November 2020 oleh Kantor Pertanahan (BPN) Lombok Tengah.

Dalam catatan pengadilan, Amaq Semin telah kalah dalam sidang perkara lahan tahun 1989-1991 dan 1995-1996.

Pada perkara ini, Amaq Semin berperkara dengan Wirasentana hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Kemudian, Wirasentana melepaskan hak atas tanah kepada pihak ITDC.

Vice President Legal and Risk Management ITDC Yudhistira Setiawan menegaskan, dengan bukti tersebut, ITDC menegaskan lahan tersebut merupakan bagian dari HPL ITDC no 71, 73, dan 116 yang sah dan berstatus clean and clear.

Dalam hal masih ada keberatan atas status kepemilikan lahan yang diklaim tersebut, maka jalan terbaik adalah dengan menyelesaikan permasalahan tersebut melalui gugatan di Pengadilan Negeri.

"Hal ini mengingat, pembuktian dalam permasalahan ini tidaklah sederhana, karena jika Saudara Sibahwai memiliki bukti-bukti yang dapat mendukung klaimnya, maka forum yang tepat untuk memeriksa bukti-bukti tersebut adalah di pengadilan perdata," kata Yudhis.

ITDC berharap, semua pihak dapat menghormati hak hukum perseroan dan keputusan pengadilan yang ada.

"Terakhir, kami juga menghimbau semua pihak agar bersikap imparsial dan menghindari penggunaan framing atau narasi yang insinuatif dan seolah-olah menyatakan telah terjadi tindakan melanggar hukum oleh ITDC,” tegasnya.

Dalam pesan terpisah, Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Teuku Taufiqulhadi menuturkan, jika memang Sibahwai yakin lahan tersebut miliknya dan bisa dibuktikan dengan kepemilikan, tentu Pemerintah akan memberikan uang ganti kerugian (UGK).

Untuk tahap selanjutnya, apabila UGK belum juga dibayarkan, hal ini kemungkinan tanahnya masih belum berstatus clear and clean.

Jika status tanah belum bersih dan jelas, kemungkinan ada kasus tertentu seperti sengketa, tanah waris, atau lainnya.

Dengan begitu, kata Taufiqulhadi, UGK tersebut akan dititipkan di pengadilan atau dikenal dengan istilah konsinyasi hingga status tanah yang bersangkutan clear and clean.

"Ketika kasus sudah selesai, maka pengadilan akan membayarnya. Jadi, bukan BPN yang membayar," tandas Taufiq kepada Kompas.com, Senin (14/2/2022).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com