Pada era digitalisasi sektor properti yang akan datang, generasi milenial dan generasi Z yang akan mendorong angka permintaaan properti dan menjadi pemain penting di sektor properti.
Berdasarkan tren tersebut dapat digarisbawahi, membangkikan optimisme pasar properti yang masih terkena dampak oleh pandemi, sangat penting agar demografi pencari properti baru dapat difasilitasi sehingga memunculkan sentimen positif kepada pasar.
Sentimen ini dapat dicapai dengan dua cara yakni mempermudah akses terhadap properti melalui edukasi dan dan menciptakan sebuah ekosistem sinergis yang bertujuan mempermudah perjalanan pencarian properti.
Properti merupakan kebutuhan primer, namun dalam kenyataannya terdapat actualization gap di mana akses terhadap metode pendanaan yang memadai kerap sekali sulit untuk didapatkan terutama bagi masyarakat berpendapatan menengah kebawah.
Walaupun pemerintah telah memperpanjang skema DP 0 persen hingga Desember 2022 dan memberikan insentif PPN 50 persen-100 persen, ternyata belum berpengaruh signifikan terhadap angka penjualan properti secara langsung maupun online.
Data Lamudi Indonesia menunjukkan bahwa rumah di wilayah Jabodetabek serentang Rp 100 juta-Rp 600 juta mengalami penurunan penjualan atau dari sebelumnya 60,85 persen pada 2020 menjadi 56,28 persen pada 2021 terhitung dari Januari hingga November.
Sebagai perbandingan, rumah kategori menengah ke atas yang berkisar Rp 600 juta-Rp 1,1 miliar mengalami peningkatan menjadi 15,31 persen pada tahun 2020 dibandingkan 22,24 persen pada tahun 2021.
Yang dapat dilihat dari fenomena ini adalah insentif pemerintah telah memberikan dampak positif pada peningkatan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas tapi belum dapat menjangkau secara efektif masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Ini menunjukkan bahwa pada umumnya penjualan online telah dapat menjangkau masyarakat luas dan diperkirakan akan terus bertambah pada tahun 2022 mengikuti tren yang ada.
Namun, yang menjadi pokok permasalahan di sini adalah bagaimana memberikan akses pendanaan yang tepat sasaran kepada masyarakat menengah ke bawah.
Untuk dapat memperbaiki permintaan perumahan dari segmen kebawah diperlukan edukasi finansial mengenai pemilihan metode pembayaran KPR yang tepat.
Hal ini karena KPR masih menjadi metode pembayaran properti yang paling diminati.
Di sinilah, kolaborasi antara pihak pengembang dan sektor perbankan sangat dibutuhkan. Kedua belah pihak harus proaktif dalam memberikan konsultasi mendalam tentang pemilihan KPR.
Tidak dapat dimungkiri bahwa pemangku properti memiliki kepentingan yang beririsan dan pandemi telah menggarisbawahi vitalnya pendekatan multi-stakeholder dalam pencarian solusi untuk menggairahkan sektor properti yang tengah lesu.
Pandemi telah menunjukkan bahwa, pelaku sektor properti memiliki kepentingan yang sama dalam meningkatkan angka penjualan demi menstimulasi pasar.