Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Deddy Herlambang
Pengamat Transportasi

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN)

Mobil Baru Bebas Pajak, Mimpi Buruk di Sektor Transportasi

Kompas.com - 16/02/2021, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Deddy Herlambang

PEMERINTAH telah menyiapkan aturan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atau PPnBM 0 persen untuk mobil baru yang dimulai Maret 2021.

Diskon PPnBM 0 persen ini menggunakan skema ditanggung pemerintah (DTP), dengan besaran 100 persen pada bulan pertama.

Sebelum itu, hendaklah kita melihat realita bahwa pandangan konservatif yang menyatakan, indikator keberhasilan ekonomi adalah bila jalan-jalan macet, masih mengurat akar. 

Tak mengherankan bila mode-share angkutan umum di Jakarta, Bandung, dan Surabaya masih tertinggal jauh di belakang kota-kota yang masyarakatnya berpandangan progresif, modern, dan revolusioner.

Mode-share angkutan umum di ketiga kota itu masih di bawah 20 persen, sementara di Singapura (61 persen), Tokyo (51 persen), dan Hong Kong (92 persen).

Kendati mode-share angkutan umumnya tinggi, namun ,PDB Singapura, Tokyo dan Hongkong sangatlah jauh di atas kita. Ini artinya, kemajuan ekonomi mereka bukan berdasar atas kepemilikan kendaraan saja.

Adapun catatan TomTom Traffic Index 2020, yang menobatkan Kota Jakarta keluar dari 10 besar kota termacet di dunia, perlu dikritisi.

Catatan tersebut dibuat saat Kota Jakarta dalam kondisi terdampak Pandemi Covid-19 sehingga masih banyak karyawan kerja di rumah, kegiatan bisnis berhenti dan sekolah-sekolah libur.

Sebelumnya, pada 2019 oleh lembaga yang sama, Jakarta menempati peringkat ketujuh kota termacet di dunia.

Hal ini pun perlu dipertanyakan juga, karena catatan TomTom tersebut dibuat saat Jakarta ditinggal jutaan kendaraan dalam rangka mudik Lebaran, sehingga lalu lintasnya lengang.

Jumlah kendaraan kita masih sangat banyak bila dibandingkan dengan infrastruktur jalan yang sangat minim.

Pertumbuhan jalan 0,01 persen per tahun  bandingkan dengan pertumbuhan kendaraan baru dapat mancapai 16 persen per tahun.

Namun selisih perbandingan yang besar ini tidak lantas selalu membangun jalan atau jalan tol baru karena aspek lingkungan dan fasade kota dapat terganggu.

Melihat fakta ini, apa jadinya jika PPnBM mobil, diskon pajak dan DP 0 persen diterapkan? Saya melihatnya sebagai petaka dan bencana transportasi.

Karena selama bertahun-tahun sektor transportasi dengan susah payah berupaya meminimalisasi kemacetan agar lalu lintas jalan kembali produktif.

Bappenas merilis angka kerugian Rp 65 triliun per tahun akibat kemacetan di Jakarta. Kita tidak perlu menunggu kerugian seperti kota New York, yang mencapai Rp 474 triliun per tahun.

Tugas kita saat ini harusnya mengurangi kemacetan agar tidak ada lagi kerugian sebesar itu. Apalagi yang disasar adalah segmen kelas menengah dari kelompok masyarakat yang akan membeli mobil baru.

Padahal, dari pengalaman yang telah terjadi, kredit macet mobil paling banyak dari kelompok kelas menengah ke bawah tersebut.

Tentunya persoalan ini akan menjadi masalah baru di dunia leasing karena perekonomian belum normal tapi diharapkan beli mobil murah.

Penerapan pajak gratis dan diskon pajak tersebut dapat mengobrak-abrik semua transport demand management (TDM) yang telah direncanakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pendekatan TDM dengan konsep push & pull akan terganggu. “Push” bagaimana caranya menekan masyarakat agar tidak membeli mobil baru dan “pull” untuk menarik masyarakat agar menggunakan angkutan umum massal (BRT, LRT, MRT, KRL).

Memang saat ini masih pandemi, kemacetan lalu lintas masih belum berdampak signifikan. Namun, bila semua masyarakat telah tervaksinasi, bukan tidak mungkin tahun 2022 saat kondisi normal, lalu lintas jalan pun kembali macet.

Bila PPnBM gratis, diskon pajak, dan DP 0 diberlakukan, yang akan berdampak adalah pendekatan TDM konsep “pull”.

Niscaya pemerintah akan terbelah karena pemerintah yang bergerak di sektor transportasi (perhubungan) akan berseberangan dengan pemerintah yang bergerak di sektor perekonomian. 

Pemerintah yang bergerak di sektor transportasi, harus memenuhi Indikator Kinerja Utama (IKU) atau Key Performance Indicator (KPI) dengan meminimalisasi kemacetan lalu lintas dan menekan kecelakaan di jalan.

Sementara pemerintah yang bergerak di sektor perekonomian, harus memenuhi IKU/KPI dengan memacu perekonomian masyarakat, salah satunya memajukan industri otomotif.

Jelaslah di sini terdapat celah kepentingan besar bila tanpa kompromi akan bekerja sendiri-sendiri, tentunya yang akan terganggu sistem transportasi itu sendiri karena selalu menjadi korban kemajuan ekonomi bangsa.

Sebagai contoh Pemerintah Provinsi DKI dengan pendekatan TDM yang membatasi usia kendaraan 10 tahun, parkir kendaraan mahal, dan mungkin ERP akan mengakibatkan publik berpikir rasional untuk menggunakan kendaraan pribadinya.

Dalam merealisasikan TDM ini, PemProv DKI menyediakan angkutan umum massal (BRT, LRT, MRT, Feeder) sebagai altenatif moda masyarakat bila tidak menggunakan kendaraan pribadi.

Bila PPnBM gratis, diskon pajak, dan DP 0 persen berlaku, pendekatan TDM akan gagal karena target peralihan ke angkutan umum sangat sulit dicapai.

Umumnya pendekatan TDM di luar negeri untuk kendaraan bermotor pribadi adalah penerapan pajak pembelian yang tinggi, pajak kendaraan tahunan, parkir mahal, dan pembatasan usia kendaraan.

Selain itu, dikenakan pula pajak karbon (bila kendaraan tua lebih mahal pajaknya karena merusak lingkungan), satu keluarga hanya boleh punya satu mobil, punya mobil hanya keluarga yang punya rumah dan kebijakan “push” lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com