Plt. Sekjen sekaligus Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Kementerian ATR/BPN Suyus Windayana mengungkapkan hal itu kepada Kompas.com, usai penyerahan sertifikat Barang Milik Negara (BMN) dan penyerahan dokumen persetujuan substansi RTRW di Kantor Gubernur Papua, Jayapura, Selasa (17/10/2023).
Menurut Suyus, tanah ulayat yang disertifikasi ini tidak termasuk tanah ulayat yang telah digunakan oleh berbagai perusahaan yang telah dicabut izin usahanya.
"Ini pendaftaran baru, bukan tanah ulayat yang telah dimanfaatkan oleh usaha," ujar Suyus.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah telah mencabut 2.000 izin hak penguasaan lahan di sektor usaha pertambangan, kehutanan, dan perkebunan.
Sejumlah lahan yang izinnya dicabut itu di antaranya tersebar di Papua dan Papua Barat. Namun, masyarakat belum mendapatkan kepastian melalui regulasi yang mengatur pengembalian tanah ulayat berdasarkan wilayah adat milik marga atau keret.
Suyus menambahkan, sertifikasi tanah ulayat yang telah dilakukan di dua provinsi yakni Papua dan Sumatera Barat, merupakan percontohan untuk segera dapat diaplikasikan di wilayah lainnya di seluruh Indonesia.
Saat ini, lanjut dia, tengah dilakukan invesntarisasi dan pengukuran terhadap tanah-tanah ulayat yang ada.
130 Kepala Keluarga
Khusus di Papua, telah diserahkan tiga sertifikat HPL dengan total luas 699,7 hektar kepada 130 kepala keluarga (KK) di Kampung Sawoy, Distrik Kemtuk Gresi.
Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto mengungkapkan, proses sertifikasi tanah ulayat masyarakat hukum adat telah melalui berbagai tahapan serta sosialisasi.
Dia pun menegaskan, tanah ulayat yang sudah bersertifikat tidak bisa hilang dari tangan masyarakat hukum adat yang memilikinya.
Menurutnya, realisasi untuk bisa menerbitkan sertifikat tanah ulayat masyarakat hukum adat melalui proses yang panjang karena harus memberikan kepastian, dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
"Masyarakat bertanya apabila tanah adat saya disertifikatkan bisa dijual, jawabannya tidak. Tidak bisa dijual karena sertifikat yang kita berikan bersifat komunal. Tidak akan hilang," ujar Hadi.
Selanjutnya, sertifikasi tanah ulayat masyarakat hukum adat bertujuan melindungi serta membuka peluang kerja sama sesuai sistem pengelolaan adat setempat.
Dengan begitu diharapkan dapat memberikan manfaat peningkatan ekonomi masyarakat hukum adat. Dalam hal ini, manfaat sertifikat HPL, yaitu bisa disewakan untuk investasi dengan izin kepala suku adat.
"Pertanyaan lain, sertifikat ini gratis tapi saya akan diminta pajak, jawabannya tidak. Tidak ada pajak. Selama tanah itu tanah adat tidak ada pajak. Namun, saat tanah ulayat disewakan maka pengelola yang membayar pajak," tutur Hadi.
https://www.kompas.com/properti/read/2023/10/17/150000021/sertifikasi-tanah-ulayat-milik-masyarakat-hukum-adat-tuntas-2024-2025