Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini Perusahaan di Balik Proyek Rempang Eco-City yang Ditolak Warga

Bermula dari terjadinya bentrok antara masyarakat sekitar dengan tim gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, Direktorat Pengamanan Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP, pada Kamis (7/9/2023) lalu.

Di mana ratusan warga memblokade jalan agar tim gabungan tidak masuk ke wilayah Pulau Rempang untuk mengukur lahan dan pemasangan patok.

Kegiatan pengukuran lahan dan pemasangan patok di Pulau Rempang dalam rangka proyek Rempang Eco-City.

Rencana pengembangan wilayah Rempang telah dimulai sejak 2004 berdasarkan Akta Perjanjian No. 66 Tahun 2004 kerjasama antara BP Batam dan Pemerintah Kota (Pemkot) Batam dengan PT Makmur Elok Graha (MEG).

Lalu, PT MEG resmi menjadi nakhoda untuk mengembangkan kawasan seluas 17.000 hektar itu pada 12 April 2023 lalu, ditandai dengan Peluncuran Program Pengembangan Kawasan Rempang di Jakarta.

Sementara untuk nilai investasi pengembangan proyek Rempang Eco-City mencapai Rp 381 triliun dan ditargetkan menyerap lebih dari 300.000 tenaga kerja.

Duduk Persoalan

Permasalahan yang sedang menghangat antara masyarakat Pulau Rempang dengan BP Batam dan Pemerintah itu berakar dari penolakan warga terhadap proyek Rempang Eco-City.

Sebab, adanya proyek tersebut membuat warga yang telah bermukim selama ratusan tahun secara turun temurun terancam kehilangan tempat tinggal.

Meskipun BP Batam akan menyiapkan hunian tetap relokasi bagi masyarakat terdampak ke kawasan Dapur 3 Sijantung, Pulau Galang, yang dinilai menguntungkan warga yang rerata berprofesi nelayan.

Hunian tetap yang disiapkan berupa rumah tipe 45 senilai Rp 120 juta dengan luas tanah maksimal 500 meter persegi.

Seperti halnya yang telah disampaikan perwakilan masyarakat yakni, Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) pada 25 Juli 2023 lalu.

"Kami sangat menolak relokasi kampung yang sudah turun temurun kami tempati ini," kata Ketua Keramat Gerisman Achmad, Selasa (25/7/2023), dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Penolakan relokasi tersebut telah disampaikan ke Komnas HAM, DPR, DPD, kementerian di Jakarta, hingga Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kepri.

"Kami tetap bertahan, tak ada relokasi kampung-kampung tua di Rempang, Galang yang sudah ada," tandasnya.

Gerisman juga mengaku kecewa dengan wacana pengembangan kawasan Rempang-Galang itu.

Pasalnya, kala itu Pemerintah dinilai tidak pernah menginformasikan langsung ke masyarakat, baik Pemkot Batam maupun BP Batam.

"Mereka ada karena masyarakatnya, tapi sekarang malah masyarakatnya pula yang diabaikan. Kami berharap ada solusi terbaik dari Pemerintah," tukasnya.

Usman, salah satu warga Pulau Rempang juga pernah mengatakan, masyarakat Pulau Rempang sepakat tidak memperbolehkan kegiatan apa pun yang berkaitan dengan proyek Rempang Eco-City.

"Kami warga Pulau Rempang sepakat, tidak boleh ada kegiatan apa pun jika belum ada kepastian dari Pemerintah untuk tanah turun temurun kami tidak direlokasi," ujarnya pada Kamis (07/09/2023) lalu, dikutip dari Kompas.com.

Kepala BP Batam Muhammad Rudi, melalui Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol, Ariastuty Sirait, memastikan sosialisasi ke masyarakat terkait rencana pengembangan Rempang terus berlangsung.

Tidak hanya itu, pendataan terhadap masyarakat terdampak pengembangan yang akan direlokasi pun terus dilakukan.

"Sekitar 200 ratus warga berhasil ditemui dalam sosialisasi dan verifikasi door to door tersebut. Setidaknya, sudah ada 70 persen yang setuju untuk direlokasi," ujarnya pada Rabu (13/09/2023), dikutip dari laman resmi BP Batam.

Pihaknya juga menegaskan bahwa pemerintah pusat melalui BP Batam sangat serius dalam menyelesaikan program strategis nasional. Termasuk dalam menyiapkan hunian untuk masyarakat yang terdampak pembangunan.

"Sebagaimana yang selalu disampaikan, Kepala BP Batam bersama tim sudah menyiapkan solusi terbaik. Untuk masyarakat, perlu disampaikan kembali bahwa pendataan akan berlangsung sampai 20 September nanti," pungkas Ariastuty.

Pengembang Proyek Rempang Eco-City

PT MEG merupakan perusahaan pengembang dari proyek Rempang Eco-City yang telah bekerja sama dengan BP Batam dan Pemkot Batam.

Ada pun PT MEG disebut-sebut sebagai anak usaha Artha Graha Network yang pemiliknya merupakan salah satu konglomerat di Indonesia yakni Tomy Winata.

Dikutip dari laman resmi perusahaan, bisnis utama Artha Graha Network bergerak di sektor properti, keuangan, agro industri, dan perhotelan.

Selain empat bisnis inti tersebut, perusahaan juga melakukan diversifikasi ke lini bisnis lain termasuk pertambangan, media, hiburan, ritel, IT dan Telekomunikasi, dan sebagainya.

Khususnya di bidang properti, salah satu proyek yang dikembangkan dan dikelola Artha Graha Network ialah kawasan niaga terpadu Sudirman Central Business District (SCBD).

Pengembangan dan pengelolaan SCBD dilakukan oleh Artha Graha Network melalui anak usahanya yaitu PT Danayasa Arthatama.

Selain itu, portofilio proyek yang dimiliki Artha Graha Network meliputi Hotel Borobudur Jakarta, Pacific Place Jakarta, Alila Suites, Discovery Kartika Plaza Hotel Bali, dan sebagainya.

(Penulis: Hadi Maulana | Editor: David Oliver Purba; Gloria Setyvani Putri)

https://www.kompas.com/properti/read/2023/09/13/190538221/ini-perusahaan-di-balik-proyek-rempang-eco-city-yang-ditolak-warga

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke