Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Soal Biaya Hapus Buku Eks HGU PTPN 2, Pantaskah Kementerian BUMN Jualan Tanah?

Jika memungkinkan, Rp 1 tiap meterpersegi untuk masyarakat adat dan Rp 10.000 tiap meter persegi untuk pensiunan dan masyarakat umum.

Anggota Komisi A DPRD Sumut M Subandi mengatakan, tarif tersebut sebagai bentuk kewajiban membayar tanah bekas HGU, dan penentu biaya hapusbuku adalah Kementerian BUMN.

Dia mengaku telah beberapa kali mengajukan protes atas penetapan biaya yang dinilainya terlalu tinggi.

"Kementerian BUMN memungut biaya hapusbuku terlalu tinggi, tidak bisa dibenarkan, jangan cari untung. Seharusnya ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan pemerintah kepada rakyatnya,” kata Subandi kepada wartawan, Rabu (26/1/2022).

Pihaknya mendengar, Kementerian BUMN sedang mempertimbangkan mengubah biaya hapus buku supaya tidak terkesan ingin mengambil untung.

Kepala Bidang Pengadaan Tanah BPN Provinsi Sumut A Rahim Lubis saat dikonfirmasi wartawan membenarkan semua yang terkait nilai ganti rugi eks HGU PTPN 2 ditentukan Kementerian BUMN.

“Kalau terkait ganti rugi aset eks HGU, semua kewenangan BUMN,” kata Rahim.

Apakah boleh Kementerian BUMN yang merupakan institusi negara menjual tanah ke rakyat, Rahim mengatakan boleh karena diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor 2 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN.

“Penghapusbukuan bisa dilaksanakan kalau ada ganti rugi, itu aturannya,” ucap dia.

Soal lahan kantor gubernur yang dijual murah Rp 1.000 per meter persegi, Rahim bilang, itu diskresi menteri.

Artinya ada ganti rugi, walaupun nilainya Rp 1.000. Sekarang nilai ditetapkan berdasarkan KJPP, dulu diskresi.

"Penentu tanah eks HGU apakah masih aset adalah BUMN. BPN hanya melaksanakan proses sertifikasi apabila telah ada penghapusbukuan dari BUMN, dalam hal ini PTPN 2," katanya.

Janggal

Koordinator Aksi Komite Rakyat Bersatu Johan Merdeka mengatakan, Kementerian BUMN tidak pantas mengutip uang ganti rugi lahan eks HGU.

Menurutnya, kebijakan BUMN bertentangan dengan amanat UUD 1945. Lahan tidak perlu ada biaya ganti rugi kecuali untuk tanaman dan bangunan.

“Menurut kita ada kejanggalan, beberapa pakar hukum mengatakan pembayaran ganti rugi untuk tanah adalah ilegal,” kata Johan saat dihubungi wartawan.

Ratusan massa dari Komite Rakyat Bersatu berunjuk rasa ke kantor gubernur pada 19 Januari kemarin, menuntut pendistribusian tanah eks HGU PTPN 2.

Massa meminta lahan dikembalikan kepada rakyat, bukan sebaliknya, dikuasai sekelompok mafia tanah.

Johan mengatakan, seharusnya kalau sudah eks HGU, sudah tidak ada lagi hak PTPN 2 di atas tanah tersebut. Ketika Kementerian BUMN mengutip biaya ganti rugi atas lahan eks HGU, ini merupakan tindakan yang salah.

“Yang selama ini berjuang di atas lahan tersebut seharusnya digratiskan, kecuali untuk developer dan pengusaha. Itu pun harus melalui mekanisme yang ada,” katanya.

BUMN jualan tanah

Guru besar fakultas hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof OK Saidin menyatakan, tidak tahu kepentingan BUMN menetapkan harga ganti rugi lahan eks HGU terlalu tinggi.

Dia menyebut, harga ganti rugi lahan eks HGU saat ini rata-rata Rp 90.000 per meter, bahkan ada yang diatas Rp 100.000 per meter.

Harga ini cukup kontras dengan kantor gubernur yang bisa dihapusbuku dengan harga Rp 1.000 karena hak keperdataan atas lahan tersebut hanya tanaman, bangunan, barang dan benda milik PTPN 2 yang masih berada di atas lahan, bukan tanahnya.

“Kenapa ada satu putusan yang tidak sama pada kasus yang sama, ada apa ini? Dengan harga puluhan ribu sampai jutaan rupiah per meterpersegi, itu berarti BUMN sudah jualan tanah, berarti tanah itu bukan eks HGU lagi kalau dengan harga appraisal itu,” kata pria yang kini menjabat Ketua Program Studi Magister Hukum USU.

Saidin menerangkan, BUMN itu suatu entitas badan hukum, bagaimana bisa memperkaya diri.

Apapun alasanya tidak dibenarkan memperkaya diri dengan mengambil hak orang lain apalagi dilakukan oleh sebuah institusi negara.

Kepala Bagian Pemanfaatan dan Pengamanan Aset PTPN 2 Ridho Syahputra Manurung mengatakan, data rekapitulasi Tim Verifikasi dan Identifikasi Eks HGU sejak 18 Desember 2020 sampai 10 November 2021 menyebut, jumlah pemohon tanah bekas HGU PTPN 2 yang telah terbit Surat Keputusan Nominatif Gubernur Sumatera Utara sebanyak 60 pemohon.

Hampir satu tahun sejak SK diterbitkan, baru tiga pemohon yang baru melunasi pembayaran.

Ketiga pemohon tersebut adalah: Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) seluas 218.000 meter persegi, Hafid Nazar seluas 41.400 meter persegi dan Surya Sembiring/Ratna Sari seluas 3.900 meter persegi.

Ridho bilang, kalau dalam satu tahun setelah terbit SK Nominatif tidak dibayar pemohon maka SK Nominatif-nya tidak berlaku lagi dan proses verifikasi akan diulang dari awal.

"Proses pembayaran memerlukan waktu lima bulan di Kementerian BUMN," katanya.

Sampai berita ini diterbitkan, pihak PTPN 2 belum memberikan keterangan terkait peraturan Kementerian BUMN yang menyatakan tanah eks HGU masih tercatat sebagai aset.

https://www.kompas.com/properti/read/2022/01/27/090000121/soal-biaya-hapus-buku-eks-hgu-ptpn-2-pantaskah-kementerian-bumn-jualan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke