Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Asal Usul Istana Negara, Singgasana Orang Nomor Satu Indonesia, Dulu Kediaman Warga Negara Belanda

Banyak kegiatan bersifat kenegaraan digelar di Istana Negara. Sebut saja, pelantikan penting pejabat negara serta pembukaan kongres bersifat nasional dan internasional.

Fungsi Istana Negara lebih berfokus pada kegiatan resmi kepresidenan yaitu sebagai kantor Presiden RI.

Terletak di Jalan Veteran dan menghadap ke Sungai Ciliwung, lokasi Istana Negara ini membelakangi Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monumen Nasional (Monas).

Gedung dengan total luas keseluruhan mencapai 68.000 meter persegi ini meliputi beberapa bangunan lain seperti Kantor Presiden, Wisma Negara, Masjid Baiturrahim, serta Museum Istana Kepresidenan.

Asal usul

Mengutip laman Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Istana Negara pada awalnya merupakan kediaman pribadi seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Belanda, J A van Braam.

Braam membangun kediaman ini selama 8 tahun yaitu mulai Tahun 1796 (masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten) hingga Tahun 1804 (pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Sieberg).

Namun, Tahun 1816, bangunan ini diambil alih oleh Pemerintah Hindia-Belanda yang diperuntukkan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jenderal Belanda.

Oleh karena itu pula, Istana Negara tempo dulu dijuluki “Hotel Gubernur Jenderal" atau Hotel van den Gouverneur-Generaal.

Di samping untuk penginapan Gubernur Jenderal, gedung bekas rumah Braam ini juga menampung sekretariat umum pemerintahan.

Kantor-kantor sekretariat itu terletak di bagian bangunan yang menghadap ke gang. Kemudian, gang itu diberi nama Gang Secretarie.

Awalnya, Istana Negara merupakan bangunan bertingkat dua. Namun, tingkat atas bangunan diruntuhkan.

Sementara itu, bagian depan Istana Negara diperlebar untuk menampilkan wajah lebih resmi sesuai dengan sosok yang menempatinya.

Di kiri dan kanan gedung utama dibangun tempat penginapan untuk para kusir dan ajudan Gubernur Jenderal.

Seiring berjalannya waktu, gedung itu kemudian tidak mampu menampung semua kegiatan yang semakin meningkat.

Tahun 1869, Gubernur Jenderal Pieter Mijer mengajukan permohonan untuk membangun sebuah "hotel“ baru di belakang “Hotel Gubernur Jenderal“ atau disebut juga Istana Rijswik (Istana Negara).

Seorang Arsitek Jacobus Bartholomeus Drossaers dipercaya merancang gedung baru yang kelak bernama Istana Merdeka.

Gagasan itu baru terwujud sepuluh tahun kemudian. Sementara itu, bangunan lama yang menghadap ke Rijswijk akhirnya diperluas.

Banyak peristiwa penting yang terjadi di Istana Negara tatkala Jenderal de Kock menguraikan rencana untuk menindas pemberontakan Pangeran Diponegoro dan merumuskan strateginya dalam menghadapi Tuanku Imam Bonjol kepada Gubernur Jenderal Baron van der Capellen.

Demikian halnya saat Gubernur Jenderal Johannes van de Bosch menetapkan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel.

Tujuh bulan pasca kemerdekaan atau tepatnya 25 Maret 1947, Istana Negara menjadi saksi bisu terjadinya penandatanganan Persetujuan Linggajati.

Pada waktu itu, Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir dan Belanda diwakili oleh Dr van Mook.

Setahun kemudian atau tepatnya 13 Maret 1948, Istana Negara kembali menjadi tuan rumah untuk pertemuan empat mata antara Wakil Presiden RI ke-2 Mohammad Hatta dan Letnan Gubernur Jendral Dr Hubertus J van Mook.

Hingga akhirnya, Tahun 1957 silam, Istana Negara yang dulunya bernama Hotel Gubernur Jenderal atau Istana Rijswik resmi menjadi kantor Pemerintah Indonesia yang pertama kali ditempati oleh Presiden ke-1 RI Soekarno.

Arsitektur

Langgam arsitektur Palladio tampak jelas dari eksterior istana yang menampilkan saka-saka bercorak Yunani.

Bagian depan Istana Negara menonjolkan 14 saka dengan laras sama.

Istana Negara memiliki serambi yang jumlahnya sedikit lebih sempit dibandingkan dengan Istana Merdeka.

Serambi Istana Negara dapat dicapai dari dua anak tangga di sisi kanan dan kiri serta bagian depannya ditutup dengan pagar balustrade.

Pada dasarnya, Istana Negara terdiri dari dua balairung besar yaitu ruang upacara dan jamuan.

Sesuai namanya, ruang upacara merupakan tempat penyelenggaraan upacara-upacara resmi kenegaraan.

Pada masa Hindia-Belanda, ruang upacara dipakai sebagai ballroom untuk pesta yang disemarakkan dengan acara dansa.

Ruang itu memiliki dua perangkat gamelan asal Jawa dan Bali yang masing-masing ditempatkan di sisi timur dan barat podium atau terletak di sisi selatan ruang upacara.

Untuk diketahui, ruang upacara dapat menampung 1.000 tamu berdiri atau 350 tamu duduk.

Sementara itu, ruang jamuan dipakai sebagai tempat para tamu berbicang usai melakukan upacara kenegaraan. Ruangan itu dapat menampung hingga 150 orang.

Ruang jamuan memiliki serambi depan yang terbuka dan menghadap ke Jalan Veteran. Ruang ini bisa ditempuh melalui anak-anak tangga di kedua sisinya.

Melalui pintu-pintu kaca, pengunjung akan tiba di ruang depan.

Ruang depan ini digunakan sebagai tempat untuk tukar-menukar cenderamata antara dua kepala negara sebelum memasuki ruang jamuan.

Di ruang ini, terdapat tiga kandelabra besar dan sepasang cermin antik yang tingginya hampir mencapai tiga meter.

Dari ruang depan ini, terdapat koridor untuk mencapai ruang jamuan. Di kedua sisi koridor itu memiliki beberapa ruang khusus.

Di sisi barat, terdapat suite untuk Wakil Presiden dan ruang tunggu tamu Presiden.

Ruang tamu Presiden ini dulunya merupakan ruang pusaka untuk menyimpan berbagai benda pusaka. 

Sementara itu, ruang kerja Presiden berada di sisi timur koridor yang diapit meja kerja besar, kursi kerja Presiden, dua kursi hadap, dan lemari panjang untuk menyimpan berbagai benda seni.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/03/19/190000921/asal-usul-istana-negara-singgasana-orang-nomor-satu-indonesia-dulu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke