Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Neneng Annisa Rahmah
Advokat

Full time Mom | Part time Lawyer & Certified Mediator

Menyoal Kenaikan Angka Perceraian di Indonesia

Kompas.com - 31/12/2023, 07:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami istri itu.”

Saat proses pembuktian, Penggugat/Pemohon cukup dengan mengajukan bukti surat dan dua orang saksi yang dapat menerangkan tentang alasan perceraian berupa perselisihan dan pertengkaran.

Sedangkan perselisihan dan pertengkaran dalam kehidupan perkawinan tidak selalu dinilai dengan pertengkaran hebat yang kasat mata.

Silent treatment atau mendiamkan pasangan yang menyebabkan pisah ranjang/pisah rumah dalam beberapa waktu, masalah komunikasi yang kecil dan sering memantik pertengkaran, adanya orang ketiga dalam perkawinan, relasi dengan keluarga pihak suami/istri dan mertua yang tidak harmonis, maupun masalah ekonomi yang berujung sering cekcok, sering dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan perceraian menggunakan Pasal 19 huruf (f) tersebut dalam posita.

Ketentuan dalam poin tersebut tidak meminta kejelasan mengenai siapa pemicu dan apa penyebab perselisihan/pertengkaran.

Hal ini berbeda jika gugatan menggunakan alasan perceraian lain. Misal, jika menggunakan alasan salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut (Pasal 19 huruf b).

Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 21 ayat (3) PP 9/75, yaitu gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.

Selanjutnya dalam Pasal 23 PP 9/75, gugatan perceraian karena alasan salah satu pihak mendapat hukum penjara lima tahun atau lebih (Pasal 19 huruf c), Pemohon/Penggugat harus menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebagai bukti.

Sedangkan perceraian dengan alasan zina diatur dalam Pasal 87 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Sebagaimana telah diubah tentang Peradilan Agama, yaitu apabila Pemohon/Penggugat tidak dapat melengkapi bukti dan Termohon/Tergugat menyanggah alasan tersebut dan Hakim berpendapat bahwa permohonan atau gugatan itu bukan tiada pembuktian sama sekali serta upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi diperoleh baik dari Pemohon/Penggugat maupun dari Termohon/Tergugat, maka Hakim karena jabatannya dapat menyuruh Pemohon/Penggugat untuk bersumpah.

Dengan demikian, banyaknya Penggugat/Pemohon yang menggunakan alasan perselisihan atau pertengkaran sebagai alasan perceraian dalam gugatan karena dianggap lebih mudah untuk dibuktikan dan diputus oleh Majelis Hakim meskipun pertengkaran/perselisihan tersebut hanya sebagai akibat hukum, bukan sebagai alasan yang berdiri tunggal.

Menekan angka perceraian

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menekan angka perceraian. Seperti yang telah dilakukan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dengan mengadakan bimbingan perkawinan pra-nikah bagi calon suami dan calon istri yang akan melangsungkan pernikahan.

Selain itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga menginisiasi kelas orangtua hebat untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan orangtua dalam pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak yang diselenggarakan secara virtual.

Namun sampai saat ini antusiasme para calon pengantin untuk mengikuti bimbingan perkawinan pranikah maupun para orangtua untuk mengikuti kelas orangtua hebat masih sangat rendah sehingga upaya tersebut belum bisa membuat angka perceraian menurun.

Dalam sistem hukum acara peradilan agama, di satu sisi peradilan agama menganut asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan sebagaimana tercantum dalam Pasal 57 ayat (3) UU Peradilan Agama.

Sedangkan di sisi lain, dalam Penjelasan Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka Undang-undang Perkawinan menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Tentu dua hal tersebut seakan bertolak belakang.

Apalagi menurut data Badan Peradilan Agama (Badilag) menyebutkan, seringnya untuk kasus perceraian didominasi oleh putusan tanpa kehadiran tergugat (putusan verstek).

Dalam praktiknya, sidang gugatan cerai pada kasus putusan verstek memakan waktu kurang dari satu bulan sejak perkara didaftarkan.

Biasanya minggu pertama untuk panggilan para pihak, apabila pihak tergugat tidak hadir meski sudah dipanggil secara patut, maka akan dipanggil sekali lagi untuk sidang berikutnya.

Apabila pada panggilan kedua tergugat tidak hadir juga, maka agenda selanjutnya langsung masuk pokok perkara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com