Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

AI dan Pengadilan (Bagian III - Habis)

Kompas.com - 18/12/2023, 16:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA bagian akhir artikel ini, saya akan melanjutkan membahas praktik negara, terkait penggunaan Artificial Intelligence (AI) di pengadilan.

Praktik Pengadilan Kanada

Baca juga: AI dan Pengadilan (Bagian I)

Zena Olijnyk dalam tulisannya berjudul "Canadian Courts Turning an Eye to How Artificial Intelligence is Used in the Legal System" (11/7/2023) menyatakan saat ini belum ada peraturan mengenai penggunaan ChatGPT atau alat AI baru di Kanada.

Terkait dengan keadaan ini, Ketua Mahkamah Agung Yukon, Suzanne Duncan mengeluarkan semacam direktif, mengingat terdapat kekhawatiran mengenai keandalan dan keakuratan informasi yang dihasilkan dari penggunaan kecerdasan buatan.

Di Kanada, jika ada pengacara atau pihak yang mengandalkan AI, seperti ChatGPT atau lainnya, untuk penelitian atau pengajuan hukum mereka dalam masalah apa pun, dan dalam bentuk apa pun di hadapan pengadilan, maka mereka harus memberi tahu pengadilan.

Pemberitahuan ini dimaksudkan sebagai wujud transparansi bahwa instrumen AI tersebut telah digunakan dan termasuk untuk tujuan apa alat itu dimanfaatkan.

Hakim Duncan mengatakan saat ini, arahan pengadilan Yukon ditulis dan disebarkan secara luas untuk membantu mendapatkan wawasan, tentang apa, dan bagaimana AI diterapkan dalam sistem pengadilan.

Ketua Mahkamah Agung itu menyatakan, hal ini bukan untuk menghalangi penggunaan AI dengan cara yang sah. Ia menyadari hal ini dapat menciptakan efisiensi besar dalam hal waktu dan biaya.

Transparansi diperlukan untuk memastikan bahwa pengadilan mengetahui bahwa instrumen AI digunakan, untuk tujuan apa. Sehingga kalau ada permasalahan bisa diselesaikan dan bisa diatasi.

Baca juga: AI dan Pengadilan (Bagian II)

Arahan praktik tersebut menargetkan penelitian hukum dan pengajuan hukum, bukan untuk alat AI yang dirancang untuk tujuan lain, seperti penulisan dan tata bahasa. Misalnya, Grammarly, dan tidak bermaksud melarang atau mencegah penggunaan alat seperti itu.

Praktik AS

Sebagaimana tulisan saya di Kompas.com "Perintah Eksekutif Presiden AS Tentang AI dan Sistem Peradilan" (14/12/2023) bahwa regulasi AS tentang penggunaan AI dalam sistem peradilan terdapat dalam Excecutive Order 14110.

EO 14110 menyatakan penggunaan AI yang tidak bertanggung jawab dapat menyebabkan dan memperdalam diskriminasi, bias, dan pelanggaran lainnya di bidang peradilan, layanan kesehatan, dan perumahan.

Untuk memajukan kesetaraan dan hak-hak sipil, maka terdapat pedoman agar algoritma AI tidak digunakan untuk memperburuk diskriminasi.

EO 14110 juga memastikan keadilan di seluruh sistem peradilan pidana dengan mengembangkan praktik terbaik tentang penggunaan AI dalam pemberian hukuman, pembebasan bersyarat, dan masa percobaan, pembebasan dan penahanan praperadilan, penilaian risiko, pengawasan, perkiraan kejahatan dan kebijakan prediktif, serta analisis forensik.

Penutup

Pertama, AI saat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia, termasuk dalam sistem hukum dan proses peradilan. Penggunaan AI dapat dilakukan, namun harus tetap berada di bawah verifikasi, pengawasan dan kendali manusia.

Kedua, kelemahan AI berupa luaran, tak akurat dan halusinatif harus diantisipasi, dikonfirmasi dengan data dan fakta yang benar, faktual serta akurat. Hal ini menjadi tanggung jawab penggunanya untuk secara detail melakukan cek-ricek.

Ketiga, semua pihak yang menggunakan AI, harus memahami benar fungsi dan cara AI bekerja, sehingga mengetahui dengan benar plus-minus luaran (output) AI dimaksud.

Keempat, semua pengguna AI dalam proses pengadilan, harus memegang teguh kepatuhan hukum dan etika.

Berpegang pada prinsip bahwa AI bukanlah manusia, sehingga putusan akhir tetap harus dilakukan manusia, dan tak dapat didelegasikan kepada mesin tersebut.

Kelima, berkaca dari berbagai regulasi dan praktik negara lain, dan sikap organisasi Internasional seperti UNESCO, maka sudah saatnya Mahkamah Agung membuat PERMA untuk mengatur penggunaan AI di pengadilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com