Kupas tuntas dan jelas perkara hukum
Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com
Pada November 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan baru tentang mekanisme pengajuan permohonan pernyataan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Perusahaan Efek ke pengadilan.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan OJK No. 21 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Perusahaan Efek (POJK No. 21 Tahun 2022).
Salah satu alasan yang mendasari diterbitkannya beleid tersebut adalah terdapat beberapa permohonan pernyataan Kepailitan dan PKPU terhadap Perusahaan Efek secara langsung diajukan oleh kreditor dan dikabulkan oleh pengadilan.
Alasan tersebut tentunya sebagai upaya menjaga koherensi pengaturan tentang mekanisme permohonan pernyataan kepailitan dan PKPU yang telah diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU No. 37 Tahun 2004).
Sebagaimana diketahui, pengajuan permohonan pailit yang pernah menyita perhatian publik, di antaranya adalah permohonan pailit PT Andalan Artha Advisindo (AAA) Sekuritas.
Permohonan diajukan oleh nasabah dan dikabulkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Putusan No. 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Perkara tersebut memantik perdebatan mengingat permohonan pailit diajukan langsung oleh nasabah, bukan oleh OJK.
Di sisi lain, Pasal 2 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 mengatur bahwa dalam hal debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh badan pengawas pasar modal.
Lantas, apa saja poin-poin penting yang diatur dalam POJK No. 21 Tahun 2022?
Pada POJK No. 21 Tahun 2022, OJK menegaskan bahwa permohonan pernyataan Kepailitan terhadap Perusahaan Efek hanya dapat diajukan oleh OJK. Hal tersebut berlaku pula terhadap permohonan PKPU.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.