Kupas tuntas dan jelas perkara hukum
Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com
Uang Pisah adalah salah satu hak yang dimungkinkan diterima oleh karyawan ketika terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Pengaturan mengenai Uang Pisah sudah ada sejak berlakunya UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Kini, Uang Pisah masih diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja serta Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021).
Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan mendasar perihal pengaturan Uang Pisah pada masa UU Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja.
Baca juga: Bagaimana Aturan Surat Peringatan Karyawan dalam UU Cipta Kerja?
Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah kini tidak menetapkan suatu besaran hingga bagaimana cara pemberian Uang Pisah.
Ketentuan ini wajib diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau pun Perjanjian Kerja Bersama.
Apakah semua jenis PHK berhak atas Uang Pisah?
Pada masa UU Ketenagakerjaan, pemberian Uang Pisah dapat diberikan atas dua jenis PHK, yakni:
1. Pasal 162 sehubungan dengan karyawan yang mengundurkan diri secara sukarela; dan
2. Pasal 168 atas karyawan yang mangkir lima hari berturut-turut.
Perlu Penulis sampaikan bahwa kedua pasal tersebut telah dihapus oleh UU Cipta Kerja dan sudah tidak dapat menjadi dasar dalam hal terjadinya PHK.
Namun demikian, PP 35/2021 tetap mengatur kondisi apa saja karyawan yang berhak mendapatkan Uang Pisah ketika terjadi PHK. Berikut daftarnya:
1. Pasal 36 huruf (i) karena karyawan mengundurkan diri secara sukarela
2. Pasal 49 karena pengusaha tidak terbukti melakukan perbuatan-perbuatan kepada karyawan.
Daftar perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 36 huruf (g), yakni:
a. menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam Pekerja/ Buruh;
b. membujuk dan atau menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. tidak membayar Upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun Pengusaha membayar Upah secara tepat waktu sesudah itu;
d. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada Pekerja/Buruh;
e. memerintahkan Pekerja/Buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
f. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan Pekerja/Buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada Perjanjian Kerja;