Di awal karier bermusiknya, lagu yang dibuat Charly juga tidak diterima di radio-radio besar, dan umumnya hanya diputar di radio khusus musik dangdut.
"Radio-radio gede enggak mau muterin. Akhirnya yang bantu waktu itu Dahlia sama (radio) segmentasi dangdut, enggak masalah," kata Charly dalam vlog Vindes.
Menanggapi musiknya yang sempat dipandang sebelah mata dan banyak disebut norak, kampungan, Charly tak merasa risih atau kesal.
Charly justru merasa bahagia karena musiknya dibicarakan banyak orang.
"Enggak risih dibilang kampungan? Justru di situ gue bangga," kata Charly.
"Enggak ada (kesel). Justru aku berterima kasih, dibicarain, diomongin akhirnya," sambungnya.
Sebuah karya menurut Charly tidak bisa dikotak-kotakkan. Karena Charly juga sebenarnya mempelajari banyak aliran musik.
Akhirnya kini musiknya bisa diterima, bahkan di sebuah event musik yang banyak didatangi anak muda, mereka juga hapal lagu-lagu ciptaannya.
"Telinga Indonesia enggak bisa dibohongin. Walaupun sekarang bukan band ku, ST 12 itu peradaban musik," ujar Charly.
ST12 seperti menciptakan aliran musik baru yang kemudian diikuti oleh band-band baru.
Sehingga tak sedikit band yang kemudian lahir setelah ST12 mengusung aliran musik serupa.
"Pada saat itu mungkin ribuan band ngekor ke ST12, bahkan seluruh produser kalau ada band harus kayak ST12," kata Charly.
"ST12 aliran apa coba? Melayu Malaysia enggak gitu lho, Melayu Sumatera enggak gitu. Seluruh band ke sana semua. Muncul lah Wali, Armada, Bagindas, Kangen Band, Hijau Daun, terakhir Tru Suaka," lanjutnya.
Sebelumnya, dalam YouTube Ngobrol Asix, Charly juga menegaskan tentang rasa bangganya dengan musik yang dia buat meskipun disebut kampungan.
"Tapi terbukti (lagu ST12) dimakan (dinikmati) juga," ujar Charly van Houten.
https://www.kompas.com/hype/read/2022/04/13/155811366/musiknya-disebut-kampungan-charly-eks-st12-saat-itu-mungkin-ribuan-band