Joe Biden pada Kamis (2/5/2024), mengatakan bahwa kebebasan berekspresi harus berjalan. Di waktu yang hampir bersamaan, polisi federal banyak menangkapi mahasiswa atas tuduhan menduduki kampus-kampus.
Tindakan polisi menghadapi aksi di kampus yang menjadi pusat demokrasi mahasiswa 'Negeri Paman Sam' itu menuai kecaman banyak pihak, tidak terkecuali badan hak asasi manusia (HAM) PBB.
Pengerahan polisi yang kerap represif dalam menghentikan demonstrasi pro-Palestina mengancam kebebasan berekspresi. Paradoks demokrasi yang dipertontonkan oleh AS.
Mahasiswa yang pro-Palestina ditangkap atau menolak membubarkan diri dalam aksi ini diancam dengan skorsing masa pendidikan hingga ancaman dikeluarkan dengan tidak hormat atau drop out.
Tak heran, sikap standar ganda AS yang selama ini sering mendikte dengan atas nama kebebasan bersuara, demokrasi, HAM, hanya berlaku bagi kelompok atau negara yang dianggap tidak sesuai kepentingan AS.
Salah satunya seperti melalui National Endowment for Democracy (NED) memberi bantuan besar terhadap propaganda melalui media massa dan melalui organisasi internasional yang sering mengatasnamakan HAM, seperti ke organisasi World Uighur Congress (WUC) dan Center for Uighur Studies (CUS) yang mengkampanyekan seolah ada pelanggaran HAM di Xinjiang oleh Tiongkok ke negara-negara mayoritas Muslim seperti di Indonesia dan Malaysia.
Namun dalam perilaku yang nyata genosida oleh Israel di Palestina, AS dan Barat malahan mendukung besar-besaran lewat jalur politik, militer hingga ekonomi.
Kita berharap gelombang resonansi gerakan mahasiswa di AS yang menyuarakan pro-Palestina menjalar menjadi gerakan global yang tak hanya di kampus-kampus, tapi juga aksi nyata lainnya dari masyarakat sipil dunia. Sehingga segera tercapai perdamaian di Palestina. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.