Ketika harga barang secara umum naik terus menerus, inflasi meningkat. Bhima memprediksi angka inflasi Indonesia bisa mencapai 5 persen, naik dari 2,61 persen pada 2023.
“Inflasinya naik terlalu tinggi. Efeknya adalah ke daya beli masyarakat. Sebenarnya daya beli masyarakat di kelompok menengah rentan ini sendiri sedang tertekan oleh berbagai kenaikan harga pangan,” katanya.
Ketika harga-harga mulai naik dan inflasi meningkat, Bank Indonesia bisa saja menaikkan suku bunga acuan. Ketika bunga tinggi, konsumsi masyarakat diharapkan menurun.
Imbasnya, permintaan terhadap barang menurun dan peredaran uang berkurang. Sesuai hukum pasar, jika permintaan barang landai, harga akan cenderung merosot. Alhasil, tingkat inflasi juga bisa turun.
Namun, Bhima mengatakan bahwa kebijakan ini dapat menekan warga yang sedang berupaya melunasi berbagai cicilan.
“Mereka yang memiliki cicilan kendaraan bermotor, cicilan KPR, dengan bunga floating atau dengan bunga mengambang, itu langsung akan tercermin karena bunga tingginya akan bertahan lebih lama,” katanya.
Setelah mengidentifikasi berbagai masalah yang bisa mencuat jika ketegangan di kawasan Timur Tengah meningkat, Fithra memaparkan sejumlah cara yang dapat menjadi solusi bagi pemerintah.
Untuk meredam inflasi, pemerintah dapat melakukan dua opsi intervensi. Pertama, mengatasi inflasi di sektor lain agar dapat meredam dampak inflasi di sektor energi bagi masyarakat.
Ia mengambil contoh siasat yang diterapkan Presiden Joko Widodo pada Agustus 2022. Saat itu, banyak pihak khawatir inflasi dapat menyentuh angka 10 persen karena harga BBM naik.
Jokowi lantas meminta masyarakat menanam cabai, komoditas yang menyumbang inflasi tinggi enam bulan sebelumnya. Jika persediaan cabai cukup, maka harganya akan turun di pasaran.
“Kita lihat imbasnya di Oktober, bahkan cabai sudah deflasi, padahal di bulan September harga BBM disesuaikan (naik),” ucap Fithra.
Alhasil, inflasi Indonesia saat itu di bawah 6 persen.
Intervensi kedua adalah mengurangi dampak inflasi dari luar negeri, yaitu kenaikan harga minyak dunia yang pada akhirnya berpengaruh pada harga-harga komoditas impor lainnya.
“Untuk itu antisipasinya bagaimana? Pemerintah bisa mengidentifikasi produsen-produsen yang memiliki komponen impor tinggi dan dampak ekonominya besar. Jadi, tidak semua produsen,” katanya.
Setelah itu, pemerintah dapat membantu produsen yang memiliki dampak ekonomi besar itu dengan cara memberikan subsidi ketika mereka ingin mengimpor bahan.
“Itu bisa dilakukan subsidi sehingga harganya itu tidak ditransmisikan ke level konsumen dan harga jadi naik, tapi diserap pemerintah lewat jalur subsidi tersebut,” ucap Fithra.
Baca juga: Implikasi Geopolitik: Konflik Iran-Israel Bisa Picu Perang Dunia III
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.