Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Pilpres Taiwan: Jangan Menambah "Hot Spot" Baru

Kompas.com - 13/01/2024, 10:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun setelah survei dilakukan, kesepakatan tidak terjadi karena beberapa alasan, antara lain terkait dengan bobot suara.

Upaya mencari titik temu antara Hou You-yi (KMT) dan Ko Wen-je (TPP) juga dibantu oleh mantan Presiden Ma Ying-jeou (KMT) dan Terry Gou.

Ma Ying-jeou (KMT) ikut mengatasi kebuntuan antara KMT dan TPP, dengan menyetujui usulan Ko Wen-je (TPP) untuk melakukan pemungutan suara melalui telepon.

Cara ini dianggap lebih menguntungkan TPP, karena dapat menjangkau pemilih muda yang diandalkannya.

Adapun Terry Gou ikut menengahi kebuntuan koalisi karena pencalonannya telah menyebabkan suara untuk PDP bertambah, sedangkan untuk TPP dan KMT menurun.

Kendati ada penengah, tetap saja tidak terjadi kesepakatan antara KMT dan TPP, hingga batas waktu pendaftaran calon presiden terlampaui.

Alhasil, kedua partai papan tengah tersebut harus saling berhadapan, sekaligus juga bersaing dengan partai petahana PDP pada Pilpres 2024 ini. Membentuk koalisi yang solid rupanya tidak mudah.

Faktor luar negeri

Pilpres Taiwan ini cukup menarik perhatian, karena ada faktor luar negeri yang hampir selalu menggelayuti hati dan pikiran warga Taiwan setiap menyelenggarakan pilpres.

China menganggap Taiwan sebagai salah satu provinsi di dalam negara People's Republic of China (PRC).

Kebijakan Satu China (One China Principle) itu secara formal disepakati oleh Partai Kuomintang yang menguasai pemerintah dan Partai Komunis China pada 1992.

Inti dari konsensus itu adalah kedua pihak mengakui hanya ada satu negara China. Akan tetapi, pemahaman ”China” ini bebas sesuai dengan penafsiran oleh Beijing ataupun Taipei (Kompas.id, 1/1/2024).

PDP menafsirkan Konsensus 1992 sebagai ”satu China dengan dua sistem”. Dan penafsiran itulah yang diterima oleh penduduk Taiwan, terbukti dengan kemenangan Presiden Tsai Ing-wen pada Pilpres 2016 dan 2020.

Penafsiran yang sama juga diakui oleh mayoritas negara di dunia, yang menerima keberadaan semacam Duta Dagang Taiwan. Hanya ada 13 negara yang mengakui Taiwan sebagai negara yang berdaulat, dengan demikian ada Duta Besar Taiwan di sana.

Namun pada saat pilpres berlangsung, melempar gagasan untuk menjadi negara yang berdaulat dapat menjadi bahan kampanye yang menarik, khususnya untuk generasi muda.

Oleh sebab itu, China sering mengirim isyarat agar Taiwan tidak melenceng dari konsensus Prinsip Satu China menjelang pilpres.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Global
Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Global
Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Global
Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Internasional
Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Global
AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Internasional
AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

Global
6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

Global
Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Global
Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Global
Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Global
[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

Global
Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com