Pertama, cara pandang pragmatis, dalam arti keinginan yang kuat untuk belajar dari kesuksesan pembangunan di negara-negara lain, yang pada tataran implementasi disesuaikan dengan lokalitas yang ada. ‘Think globally, act locally’.
Pragmatisme juga diterapkan dalam konteks politik luar negeri. Singapura membuka lebar hubungan luar negerinya dengan semua negara di dunia, mengingat Singapura sebagai negara kecil yang tidak mungkin berkonfrontasi dengan negara-negara dengan kekuatan militer yang kuat.
Di tengah pengkotak-kotakan blok politik sejak era Perang Dingin hingga kini, Singapura tetap berupaya menjaga keseimbangan.
Kedua, komitmen terhadap meritokrasi dan nilai-nilai efisiensi, efektivitas serta antikorupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Aparatur negara diambil dari talenta terbaik, yang dikembangkan kompetensinya sesuai dengan kebutuhan Singapura tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga masa depan.
Digitalisasi pelayanan dilakukan di berbagai lini untuk meminimalisasi celah kecurangan. Komitmen tersebut mampu menjaga kualitas birokrasi pada tingkatan prima.
Ketiga, visi jangka panjang dalam mengelola potensi yang ada. Walaupun minim sumber daya alam, Singapura mampu mengembangkan potensi lain, yakni ‘menjual’ posisi geostrategisnya yang berada di jantung lalu-lintas Selat Malaka, dipadukan dengan kuatnya investasi pada sektor perdagangan, perindustrian dan jasa.
Berkembangnya Singapura menjadi hub ekonomi di kawasan pun tak lepas dari hal ini. Setidaknya 50 perusahaan multinasional telah memilih Singapura sebagai lokasi dari kantor regionalnya di Asia-Pasifik.
Ketiga legasi tersebut terus menggaungkan kenangan akan LKY. Banyak negara—dan pemimpin negara—mempelajari pengalaman LKY untuk meraih sukses yang sama, tak terkecuali di Indonesia.
Yang terpenting, bagaimana pengalaman dan pelajaran baik-buruk tersebut dikontekstualisasikan sekaligus direfleksikan dengan situasi di tanah air: Bagaimana strategi Indonesia dalam mewujudkan cita-cita sebagai negara maju? Dan mampukah di saat bersamaan kita menjaga komitmen pada demokrasi?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.