Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Banjir Pakistan: Kami Butuh Obat dan Tolong Bangun Kembali Jembatan

Kompas.com - 30/08/2022, 17:28 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

Mereka melambaikan tangan ke arah tim, lantaran mengira tim BBC adalah pejabat pemerintah.

Saat itulah, beberapa dari mereka melemparkan selembar kertas ke arah seberang sungai.

Mereka mengemasnya ke dalam kantong plastik berisi bebatuan dan melemparnya ke tepi sungai tempat kami syuting.

Baca juga: Taliban: Pakistan Izinkan Drone AS di Wilayah Udaranya untuk Masuk Afghanistan

Ini adalah satu-satunya cara mereka agar dapat berkomunikasi dengan bagian desa lainnya, belakangan ini. Jaringan seluler tidak beroperasi di sini.

Surat tulisan tangan itu memuat informasi tentang kerugian yang mereka hadapi dan juga permintaan perbekalan dan obat-obatan bagi warga desa yang terjebak.

"Banyak orang sakit dan tidak bisa meninggalkan desa dengan berjalan kaki. Tolong bangun kembali jembatannya, itu adalah penghubung utama dengan kota," ujar mereka dalam surat tersebut.

"Kami membutuhkan bantuan. Kami membutuhkan jalan," kata Abdul Rasheed (60) memberi tahu ke tim BBC saat berbicara tentang cobaan beratnya.

Dia telah kehilangan gerobaknya karena banjir. Gerobak itu adalah satu-satunya modalnya mendapatkan uang untuk memberi makan keluarganya.

"Ada banyak orang lain yang kehilangan harta benda dan penghasilan mereka. Mereka butuh bantuan. Mereka memerlukan makanan. Ada pasar kecil di sini yang hanyut. Kios-kios di pasar itu menyediakan semua makanan," jelas dia.

Baca juga: Korban Tewas Banjir Pakistan Hampir 1.000 Jiwa, Pemerintah Nyatakan Darurat Nasional

"Rumah saya ada di seberang dan sekarang saya harus berjalan selama delapan jam untuk mencapai rumah saya. Bagaimana saya bisa melakukannya di usia nan renta ini?" dia bertanya.

Banyak toko dan hotel di kawasan tersebut luluh lantak diterjang air bah. Soheil dan saudaranya kehilangan kios reparasi ponsel karena banjir Pakistan.

Soheil mengatakan kepada BBC bahwa dia memiliki tiga anggota keluarga yang harus dihidupi.

Kini dia tidak yakin tentang masa depannya.

"Saya tidak tahu harus berbuat apa. Tidak ada yang datang ke sini untuk membantu kami sebagaimana yang pantas kami dapatkan. Setiap pemilik toko di sini khawatir. Mereka semua adalah fakir yang memiliki keluarga besar untuk diberi makan," keluhnya.

"Pejabat pemerintah dan para politikus datang ke sini untuk sesi foto dan bersenang-senang. Mereka datang, mengambil foto, dan pergi. Tidak ada yang membantu kami," ungkap dia.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com