Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Banjir Pakistan: Kami Butuh Obat dan Tolong Bangun Kembali Jembatan

Kompas.com - 30/08/2022, 17:28 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

ISLAMABAD, KOMPAS.com - Korban banjir Pakistan meminta bantuan obat-obatan dan pembangunan jembali jembatan yang rusak.

Banjir Pakistan kali ini telah menewaskan sekitar 1.000 orang dan menghancurkan sedikitnya sepuluh jembatan dan puluhan bangunan.

Ratusan orang terjebak di seberang sungai di lembah Manoor di Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan, setelah banjir bandang melanda wilayah itu sejak Jumat (26/8/2022).

Baca juga: Korban Banjir Pakistan Minta Tolong, Harus Naik Gunung 10 Jam untuk ke Kota

"Kami membutuhkan bantuan, kami membutuhkan obat-obatan, dan tolong bangun kembali jembatan, kami tidak punya apa-apa saat ini," kata seorang penduduk lokal dalam catatan tulisan tangan yang dilemparkan kepada tim BBC yang berkunjung ke lokasi banjir.

Lembah Manoor terletak di pegunungan Kaghan. Ini adalah tujuan wisata terkenal di Pakistan. Lembah itu dilanda banjir besar yang menewaskan sedikitnya 15 orang, termasuk perempuan dan anak-anak.

Banjir bandang menyapu satu-satunya jembatan beton yang menghubungkan lembah molek itu dengan kota utama.

Semenjak itulah, semua desa di seberang sungai terputus dan warga menunggu bantuan.

Tim BBC mencapai lembah teresebut setelah satu jam perjalanan berbahaya di mana jalan rusak di banyak titik akibat banjir dan tanah longsor.

Di Manoor, dua jembatan ambruk dan jembatan kayu sementara telah didirikan.

Baca juga: Banjir Pakistan: Bukti Nyata Perubahan Iklim Sebabkan Bencana Dahsyat

Di sini, tim BBC bertemu dengan seorang perempuan yang duduk dengan barang-barangnya.

Perempuan itu mengatakan bahwa dia dapat melihat rumahnya tetapi tidak dapat mencapainya.

"Rumah saya dan anak-anak saya berada di seberang sungai. Saya sudah menunggu di sini selama dua hari dan berpikir pemerintah mungkin akan datang dan memperbaiki jembatan," ujarnya.

"Namun pihak berwenang memberi tahu kami bahwa kami harus berjalan melalui sisi lain gunung untuk mencapai rumah kami. Tapi itu perjalanan mendaki itu memakan delapan sampai sepuluh jam. Saya perempuan tua. Bagaimana saya bisa berjalan sejauh itu?" kata dia.

Perempuan tersebut menunggu beberapa menit dan beranjak pergi ketika hujan kembali turun dan air sungai yang mengalir di bawah jembatan kayu mulai meninggi.

Tim BBC melihat sejumlah pria, perempuan dan anak-anak duduk di luar bangunan rumah lumpurnya di seberang sungai.

Mereka melambaikan tangan ke arah tim, lantaran mengira tim BBC adalah pejabat pemerintah.

Saat itulah, beberapa dari mereka melemparkan selembar kertas ke arah seberang sungai.

Seorang anak laki-laki berdiam diri di dalam kios yang mengapung di atas banjir Pakistan di Peshawar, Sabtu (27/8/2022). Menurut pemerintah, banjir di Pakistan dipicu hujan muson lebat di seluruh negara, menewaskan hampir 1.000 orang dan membuat ribuan warga mengungsi sejak pertengahan Juni.AP PHOTO/MOHAMMAD SAJJAD Seorang anak laki-laki berdiam diri di dalam kios yang mengapung di atas banjir Pakistan di Peshawar, Sabtu (27/8/2022). Menurut pemerintah, banjir di Pakistan dipicu hujan muson lebat di seluruh negara, menewaskan hampir 1.000 orang dan membuat ribuan warga mengungsi sejak pertengahan Juni.

Mereka mengemasnya ke dalam kantong plastik berisi bebatuan dan melemparnya ke tepi sungai tempat kami syuting.

Baca juga: Taliban: Pakistan Izinkan Drone AS di Wilayah Udaranya untuk Masuk Afghanistan

Ini adalah satu-satunya cara mereka agar dapat berkomunikasi dengan bagian desa lainnya, belakangan ini. Jaringan seluler tidak beroperasi di sini.

Surat tulisan tangan itu memuat informasi tentang kerugian yang mereka hadapi dan juga permintaan perbekalan dan obat-obatan bagi warga desa yang terjebak.

"Banyak orang sakit dan tidak bisa meninggalkan desa dengan berjalan kaki. Tolong bangun kembali jembatannya, itu adalah penghubung utama dengan kota," ujar mereka dalam surat tersebut.

"Kami membutuhkan bantuan. Kami membutuhkan jalan," kata Abdul Rasheed (60) memberi tahu ke tim BBC saat berbicara tentang cobaan beratnya.

Dia telah kehilangan gerobaknya karena banjir. Gerobak itu adalah satu-satunya modalnya mendapatkan uang untuk memberi makan keluarganya.

"Ada banyak orang lain yang kehilangan harta benda dan penghasilan mereka. Mereka butuh bantuan. Mereka memerlukan makanan. Ada pasar kecil di sini yang hanyut. Kios-kios di pasar itu menyediakan semua makanan," jelas dia.

Baca juga: Korban Tewas Banjir Pakistan Hampir 1.000 Jiwa, Pemerintah Nyatakan Darurat Nasional

"Rumah saya ada di seberang dan sekarang saya harus berjalan selama delapan jam untuk mencapai rumah saya. Bagaimana saya bisa melakukannya di usia nan renta ini?" dia bertanya.

Banyak toko dan hotel di kawasan tersebut luluh lantak diterjang air bah. Soheil dan saudaranya kehilangan kios reparasi ponsel karena banjir Pakistan.

Soheil mengatakan kepada BBC bahwa dia memiliki tiga anggota keluarga yang harus dihidupi.

Kini dia tidak yakin tentang masa depannya.

"Saya tidak tahu harus berbuat apa. Tidak ada yang datang ke sini untuk membantu kami sebagaimana yang pantas kami dapatkan. Setiap pemilik toko di sini khawatir. Mereka semua adalah fakir yang memiliki keluarga besar untuk diberi makan," keluhnya.

"Pejabat pemerintah dan para politikus datang ke sini untuk sesi foto dan bersenang-senang. Mereka datang, mengambil foto, dan pergi. Tidak ada yang membantu kami," ungkap dia.

Meski begitu, wakil pimpinan distrik itu berkata bahwa operasi penyelamatan dan pertolongan yang komprehensif segera dilakukan di kawasan itu. Semua tamu hotel telah dievakuasi, kata dia.

Otoritas lokal itu menambahkan bahwa pemerintah sudah melakukan penilaian mengenai kerusakan bangunan-bangunan di sana.

"Kami telah menyelesaikan penghitungan dan para korban banjir akan segera diberikan kompensasi. Pekerjaan sudah dimulai terutama perbaikan jembatan, tetapi itu akan memakan waktu," kata dia.

Ketika pemerintah menyalahkan perubahan iklim sebagai penyebab utama banjir, masyarakat menuding pemerintah dan otoritas lokal karena mengizinkan pembangunan hotel-hotel di tepi sungai.

Baca juga: Tiga Perwira Angkatan Udara India Dipecat karena Tak Sengaja Tembakkan Rudal ke Pakistan

"Hotel dan pasar-pasar ini menyumbat saluran air alami, dan kami menyaksikan kerugian yang jauh lebih besar karena banjir yang sebenarnya bisa dihindari dengan mudah," ujar seorang warga di pasar utama Kaghan.

Banyak hotel dibangun di tepi Sungai Kunhar dan lembah-lembah. Banjir telah menghancurkan sebagian bangunan hotel, bersama bangunan kantor polisi dan sebuah sekolah agama.

Sekian ratus meter dari kantor polisi, satu keluarga duduk di dalam tenda persis di tepi sungai.

Mereka berkata, delapan anggota keluarga mereka hanyut dilalap air bah yang sama.

Belakangan, hujan lebat dan banjir telah mendatangkan malapetaka di seluruh Pakistan.

Lebih dari 1.000 orang tewas, dan jutaan penduduk lainnya mengungsi. Para pejabat mengatakan setidaknya 700.000 bangunan hancur.

Dengan jutaan orang menunggu bantuan makanan, air minum, dan tempat tinggal, tim penyelamat berjuang untuk menjangkau orang-orang yang terjebak ini.

Provinsi seperti Sindh dan Balochistan adalah yang paling parah terdampak, tetapi kawasan pegunungan di Khyber Pakhtunkha juga parah terdampak banjir.

Tentara Pakistan juga telah dilibatkan untuk membantu badan-badan bantuan untuk mencapai daerah-daerah yang terkena banjir karena jaringan jalan rusak.

Dan satu-satunya cara untuk menjangkau sebagian besar masyarakat di kawasan tersiloasi itu adalah dengan helikopter.

Pemerintah Pakistan juga menghimbau kepada negara-negara sahabat, organisasi donor dan lembaga keuangan internasional guna membantu mereka dalam mengatasi bencana tersebut.

Baca juga: Mantan PM Pakistan Imran Khan Didakwa dengan UU Terorisme

Firzha Yuni Banjir bandang akibat hujan lebat melanda Pakistan, Minggu 28 Agustus 2022

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com