Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akhir Memalukan bagi Dinasti Rajapaksa di Sri Lanka

Kompas.com - 13/07/2022, 14:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

Sumber Antara

KOLOMBO, KOMPAS.com - Hingga April, dinasti Rajapaksa masih mendominasi politik Sri Lanka sebelum protes jalanan terhadap kelangkaan bahan bakar dan makanan mulai lepas kendali.

Presiden Gotabaya Rajapaksa memutuskan meninggalkan negara itu pada Rabu (13/7/2022) pagi, tanpa meninggalkan seorang pun dari anggota keluarga termasyhur itu dalam posisi berkuasa.

Rajapaksa bersumpah bulan lalu untuk tetap bertahan sampai akhir masa jabatan lima tahunnya pada 2024, meskipun selama masa jabatannya memicu kemarahan rakyat, sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: Presiden Sri Lanka Kabur, Parlemen Belum Terima Surat Pengunduran Diri

Ribuan warga Sri Lanka menyerbu kediaman resminya pada Sabtu (9/7/2022), memaksanya lari tunggang langgang untuk bersembunyi dan setuju untuk mundur. Dia menyatakan akan mundur Rabu ini.

"Suatu hari ini pasti terjadi," kata Mallawaara Arachchi, pensiunan insinyur berusia 73 tahun, saat dia ikut berkeliaran di sekitar kediaman resmi perdana menteri yang pernah ditempati oleh kakak laki-laki Rajapaksa, Mahinda. Tapi kediaman megah itu sekarang juga telah diduduki oleh para pengunjuk rasa.

"Mereka telah merampok segalanya dari rakyat," katanya. Tetapi dengan perginya keluarga (Rajapaksa) itu, "kita akan menjadi negara terbaik di dunia dalam waktu dekat".

Mahinda mengundurkan diri pada Mei, sehingga ikut pula mengakhiri tugas putranya Yoshith sebagai kepala staf. Putranya yang lain, Namal, kakak laki-laki Chamal dan adik laki-laki Basil dan Shasheendra, sudah lebih dulu mengundurkan diri sebagai menteri pada April.

Baca juga: Presiden Sri Lanka Kabur ke Maladewa dengan Pesawat Militer

Mantan Menteri Keuangan Basil, yang juga memegang kewarganegaraan AS, sempat dicegat di bandara ketika akan melarikan diri dari negara itu pada Selasa (12/7/2022) oleh pejabat imigrasi karena khawatir dengan tanggapan warga jika dia diizinkan pergi.

Negara berpenduduk 22 juta ini hampir tidak memiliki sisa dolar untuk mengimpor bahan bakar, gagal membayar miliaran dolar pinjaman luar negeri, inflasi mencapai 54,6 persen bulan lalu dengan prediksi yang lebih mengerikan, sementara sekolah dan kantor terpaksa tutup untuk menghemat bensin dan solar.

Ini adalah krisis politik dan ekonomi yang paling buruk yang melanda negara itu sejak kemerdekaan pada 1948, termasuk selama perang saudara yang brutal di mana Gotabaya Rajapaksa, waktu itu sebagai menteri pertahanan, mengomandoi penumpasan pemberontak Macan Tamil pada 2009.

Sebagian besar kesalahan atas krisis tersebut ditimpakan pada pandemi Covid-19 yang menekan industri pariwisata dan mengeringkan arus pengiriman uang dari warga Sri Lanka yang bekerja di luar negeri.

Baca juga: Kenapa Sri Lanka Bisa Krisis dan Bangkrut sampai Warga Duduki Istana Presiden?

Kebijakan pemotongan pajak yang diterapkan Rajapaksa justru meninggalkan lubang dalam bagi pendapatan negara dan larangan pupuk kimia merusak tanaman. Kebijakan itu akhirnya dicabut.

Pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional untuk paket penyelamatan diperkirakan baru akan membuahkan hasil akhir tahun ini atau paling cepat tahun berikutnya, sehingga mendorong Sri Lanka untuk mencari lebih banyak bantuan dari tetangga India dan China.

Parlemen Sri Lanka akan memilih presiden baru pada 20 Juli.

Baca juga: UPDATE Sri Lanka: Pemimpin Oposisi Nyatakan Siap Mencalonkan Diri sebagai Presiden

Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe juga telah menawarkan untuk mengundurkan diri, dan jika itu terjadi, ketua parlemen akan menjadi penjabat presiden selama beberapa hari sesuai dengan konstitusi sebelum pemilihan selesai.

“Sri Lanka berada di wilayah yang belum bisa dibayangkan, kami belum pernah melihat tingkat volatilitas ini,” kata Bhavani Fonseka, peneliti senior di lembaga think tank Center for Policy Alternatives yang berbasis di Kolombo.

"Kecuali presiden dan perdana menteri mengundurkan diri, kami melihat ketidakstabilan yang berkepanjangan. Apa yang telah kami lihat sejauh ini tidak akan berarti apa-apa dibandingkan dengan apa yang bisa terjadi nanti," kata Fonseka.

Baca juga: Gagal di Bandara, Presiden Sri Lanka Coba Kabur Lewat Jalur Laut

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com