Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rangkuman Hari Ke-105 Serangan Rusia ke Ukraina, Severodonetsk Terancam Jadi Mariupol Berikutnya, Dunia Rasakan Dampak Perang

Kompas.com - 09/06/2022, 06:49 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

“Buku Algojo” Ukraina

Ukraina meluncurkan "Buku Algojo", sebuah sistem untuk mengumpulkan bukti kejahatan perang yang menurut Kyiv dilakukan selama pendudukan Rusia, kata Zelenskiy kemarin.

Ukraina telah mengajukan delapan kasus kejahatan perang lagi ke pengadilan selain tiga hukuman yang telah dijatuhkan kepada tentara Rusia, menurut jaksa agungnya, Iryna Venediktova.

Militer Ukraina mengonfirmasi bahwa Rusia telah menyerahkan mayat 210 pejuang Ukraina ke Kyiv. Sebagian besar tewas dalam mempertahankan kota Mariupol dari pasukan Rusia di pabrik baja yang luas.

Pertukaran itu terjadi di garis depan di wilayah Zaporizhzhia, Ukraina tenggara, kata kementerian itu.

Baca juga: Lebih dari 1.000 Tentara Ukraina yang Menyerah di Mariupol Dipindahkan ke Rusia, untuk Apa?

Rencana referendum di Zaporizhzhia

Pejabat Rusia di bagian yang diduduki dari wilayah Zaporizhzhia Ukraina dilaporkan berencana untuk mengadakan referendum akhir tahun ini untuk bergabung dengan Rusia.

Seorang pejabat yang didukung Kremlin, Vladimir Rogov, dikutip oleh kantor berita milik negara Rusia Tass mengatakan: “Rakyat akan menentukan masa depan wilayah Zaporizhzhia. Kata-kata dari referendum akan disajikan dalam waktu dekat. Sebagian besar penduduk di wilayah kami ingin kembali ke pelabuhan asal mereka sesegera mungkin dan menjadi bagian dari Rusia yang lebih besar.”

Ukraina mengatakan setiap referendum yang diadakan di bawah pendudukan Rusia akan ilegal dan hasilnya curang.

Baca juga: Tentara Rusia Keluhkan Kondisi di Medan Perang: Lelah, Tak Ada Bantuan Medis dan Makanan

Blokade ekspor biji-bijian Ukraina

Menteri Luar Negeri Italia Luigi Di Maio memperingatkan bahwa "jutaan" orang bisa mati kelaparan, jika Rusia tidak membuka blokir ekspor gandum Ukraina untuk mengurangi kekurangan pasokan global.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu sementara itu mendukung seruan Rusia untuk mencabut sanksi atas ekspor pertanian negara itu, dengan imbalan membuka blokir pelabuhan Laut Hitam Ukraina.

Seperti Ukraina, Rusia adalah pemasok gandum utama, tetapi ekspornya terkena sanksi.

Pada konferensi pers dengan timpalannya dari Rusia Sergei Lavrov, Cavusoglu mengatakan permintaan Moskwa untuk "menghilangkan hambatan yang menghalangi ekspor Rusia" adalah "sah".

Lavrov mengatakan Rusia siap bekerja sama dengan Turki untuk mengawal kapal ke tempat yang aman, tetapi Ukraina perlu membersihkan ranjau di pelabuhannya terlebih dahulu -- permintaan yang ditolak Kyiv, mengutip ancaman dari angkatan laut Rusia.

Seorang juru bicara pihak berwenang di Odessa, Sergiy Bratchuk, memperingatkan "saat kami membuka akses ke pelabuhan Odessa, armada Rusia akan berada di sana".

Baca juga: Putin Beri Santunan Rp1,17 Miliar Keluarga dari Tentara Rusia yang Tewas di Ukraina

Merkel membela warisan relasi dengan Rusia

Mantan kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan dia "tidak perlu meminta maaf" karena kebijakannya selama bertahun-tahun untuk menahan Presiden Rusia Vladimir Putin mendapat kecaman.

"Diplomasi tidak salah hanya karena tidak berhasil," kata wanita berusia 67 tahun itu dalam wawancara besar pertamanya sejak mengundurkan diri enam bulan lalu, yang disiarkan di saluran berita Phoenix.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com