YERUSALEM, KOMPAS.com - Pengadilan Israel membatalkan perintah polisi yang melarang tiga orang Yahudi dari kompleks Al-Aqsha setelah mereka beribadah di sana, dan mempertanyakan dasar hukum dari penegakan tersebut.
Kompleks Masjid Al-Aqsa, yang terletak di Kota Tua Yerusalem Timur yang diduduki dan menampung situs tersuci ketiga Islam, disebut sebagai al-Haram al-Sharif, atau Tempat Suci, oleh umat Islam.
Di bawah "status quo" menurut kesepakatan yang berlaku sejak 1967, non-Muslim diizinkan masuk ke situs selama jam berkunjung, tetapi mereka dilarang berdoa di sana.
Tapi tiga warga Yahudi itu bersujud dan melantunkan doa alkitabiah selama tur kompleks. Aparat pun memerintahkan mereka untuk menjauh selama 15 hari dari kompleks tersebut.
Orang-orang Yahudi percaya bahwa kompleks seluas 35 hektar adalah tempat kuil-kuil Yahudi pernah berdiri menurut Alkitabiah.
Israel mengizinkan orang Yahudi berkunjung dengan syarat mereka menahan diri dari ritual keagamaan.
Tetapi meningkatnya jumlah kunjungan semacam itu, termasuk selama bulan puasa Ramadhan yang bertepatan tahun ini dengan festival Paskah Yahudi, telah memicu ketakutan orang-orang Palestina, yang melihat ini sebagai upaya Israel untuk mengubah status quo sensitif di situs suci itu.
Baca juga: Setelah 10 Hari Tenang, Bentrokan Kembali Pecah di Masjid Al-Aqsa
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengeluarkan pernyataan yang menyebut keputusan pengadilan Israel pada Minggu (22/5/2022) itu sebagai "serangan besar terhadap status quo bersejarah ... dan tantangan mencolok bagi hukum internasional".
Pengadilan Magistrat Yerusalem memutuskan mendukung tiga pemohon yang mengajukan banding atas larangan berkunjung selama 15 dari aparat Kota Tua itu, karena bersujud dan melantunkan doa inti Yahudi di kompleks tersebut.
Putusan itu mengutip polisi yang mengatakan tindakan itu mengganggu tugas petugas dan mengancam ketertiban umum.
Hakim Zion Saharai, yang menghapus larangan untuk tiga warga Yahudi itu, mengatakan “perilaku para pemohon banding tidak menimbulkan kekhawatiran akan bahaya yang menimpa keamanan nasional, keselamatan publik, atau keamanan individu”.
Hakim Israel itu mengeklaim tidak berniat mencampuri penegakan hukum di lokasi tersebut. Sementara polisi tidak berkomentar menurut laporan Al Jazeera.
Eran Schwarz, seorang pengacara yang firma miliknya mewakili para pemohon banding atas putusan itu, mengatakan dia mengharapkan polisi untuk menentang putusan pengadilan.
Baca juga: Hamas Ancam Serang Sinagoga jika Ada Serangan Baru di Masjid Al-Aqsa
Kantor Perdana Menteri Israel Naftali Bennett sementara itu mengatakan putusan itu akan diajukan banding ke Pengadilan Distrik Yerusalem yang lebih tinggi.
Pengadilan Magistrate dapat dibatalkan oleh pengadilan distrik, dengan Mahkamah Agung Israel sebagai jalur banding terakhir.