KITA terkejut dengan sejumlah pernyataan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) terkait berbagai tudingan terhadap kita. Dalam laporan tahun 2021 Country Reports on Human Rights Practices, Departemen Luar negeri AS menuding layanan PeduliLindungi yang dikembangkan pemerintah Indonesia melanggar hak asasi manusia (HAM).
Laporan yang sama juga menuding Kepolisian Indonesia melanggar HAM terkait penyadapan telepon, serta penangkapan tanpa surat perintah, termasuk tuduhan pelanggaran HAM atas penanganan polisi terhadap laskar Front Pembela Islam (FPI) pada kasus penembakan di Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
Baca juga: 3 Hal Di Indonesia yang Disorot oleh Laporan HAM AS, PeduliLindungi hingga Konflik Papua
Pemerintah Indonesia selama ini tidak pernah ikut campur urusan internal di AS. Atas hak dan kewenangan apa pemerintah AS ikut campur dalam urusan internal pemerintahan Indonesia. Bukankah Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) melarang campur tangan urusan internal pemerintahan yang berdaulat.
Sungguh saya sesalkan, terlebih laporan itu hanya berpijak pada dokumen laporan pegiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang seharusnya dikonfirmasikan terlebih jauh kepada pemerintah Indonesia, sehingga bukan laporan sepihak.
Baca juga: AS Sorot PeduliLindungi Langgar HAM, Kemenlu: Apakah Tak Ada Kasus HAM di AS, Serius?
Bukan sekali dua kali pemerintah AS ikut campur urusan internal Indonesia. Kita masih mencatat kelakuan mereka ikut mengobok-obok urusan internal Indonesia. Tahun 1958, Allen Lawrence Pope, pilot asal AS membawa pesawat B-26 Invader masuk ke Maluku.
Allen Pope membantu para pemberontak Permesta melawan tentara Indonesia. Setidaknya Allen Pope 12 kali membantu penembakan terhadap markas lapangan udara dan pelabuhan tentara Indonesia. Beruntung, tentara Indonesia cekatan dengan menembak jatuh pesawat Allen Pope.
Dari hasil penggeledahan diketahui, Allen Pope bekerja buat CIA lewat Civil Air Transport, maskapai yang dipakai dinas rahasia Amerika buat operasinya di Timur Jauh.
Greg Paulgrain, Indonesianis asal Australia dalam bukunya The Incubus of Intervention, Conflicting Indonesia Strategies of John F Kennedy and Allen Dulles, dengan amat terang benderang mengungkapkan berbagai upaya Dinas Rahasia AS (CIA) berkali-kali melakukan upaya penggulingan terhadap Presiden Soekarno.
Baca juga: Gerakan Permesta: Latar Belakang, Tuntutan, dan Penumpasan
Allen Dulles adalah Direktur CIA saat itu. Ia dilantik oleh Presiden John F Kennedy. Allen Dulles dikenal dekat dengan raksasa minyak Rockefeller. Niat Dulles untuk menyingkirkan Soekarno demi hasrat besarnya memfasilitasi para oligarkis AS menguasai gunung emas di Papua, serta anggapan subyektif bahwa Presiden Soekarno condong ke Blok Komunis.
Meski dianggap tidak valid oleh sebagian kalangan, namun saya memercayai adanya Memorial Green Hilton Agreement Tahun 1963 antara Bung Karno dengan John F Kennedy. Berbekal perjanjian ini Kennedy akan menjadikan cadangan emas di Papua sebagai underlying dalam setiap penerbitan uang dolar AS dan Indonesia mendapatkan royalti atas hal itu.
Rencana ini amat menganggu agenda sejumlah oligarki di AS yang menginginkan dolar AS dicetak tanpa underlying. Mereka hendak memaksakan uang dollar AS sebagai alat pembayaran internasional. Dan terbukti 1973, dollar AS mulai digunakan sebagai alat pembayaran internasional, dimulai dari setiap pembelian minyak dari Arab Saudi dan negara negara Timur Tengah lainnya.
Atas rencananya itu Kennedy ditembak mati, dan Soekarno digulingkan melalui berbagai dukungan CIA di seputaran konflik 1965, sebagaimana dijelaskan dalam Gilchrist Document.
Bukan hanya Indonesia yang pernah diganggu melalui campur tangan pemerintah AS. Sejumlah negara yang politik luar negerinya tidak sejalan dengan AS juga mengalami hal yang sama, terutama di negara-negara di Asia, Amerika Latin, Timur Tengah, dan sebagian kawasan pecahan Uni Soviet. Campur tangan AS dalam berbagai penggulingan kekuasaan berdaulat negara lain terbanyak terjadi di masa perang dingin periode 1950 hingga 1960-an
Intervensi tersebut ada yang berhasil tetapi ada pula yang gagal. Tercatat misalnya, pelengseran Perdana Menteri Mohammad Mosaddegh dalam rangka memperkuat kekuasaan monarki Mohammad Reza Pahlavi di Iran pada 19 Agustus 1953, yang dikenal dengan Kudeta Murdad.
Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Mohammad Reza Pahlavi, Raja Terakhir Iran
Operasi PBSUCCESS di Guatemala tahun 1954, pemerintah AS melakukan kudeta yang menggulingkan pemerintahan Presiden Jacobo Árbenz yang terpilih secara demokratis, lalu mengangkat Carlos Castillo Armas, seorang diktator sayap kanan brutal.