Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keputusasaan Warga Shanghai, Lockdown Covid Terus Diperpanjang, Stok Makanan Minim

Kompas.com - 18/04/2022, 15:29 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Guardian

SHANGHAI, KOMPAS.com - Setidaknya setara dengan 40 persen penopang produk domestik bruto China diperkirakan berada di bawah beberapa bentuk penguncian (lockdown Covid-19) selama dua minggu lebih.

Di Shanghai, kota metropolis yang terkenal dengan hiruk pikuknya dan kadang-kadang disebut “Paris dari timur”, rasa putus asa menumpuk di antara 25 juta penduduknya.

Baca juga: Frustasi atas Lockdown Shanghai, Warga Protes Ramai-ramai Berdiri di Balkon Berteriak-teriak

Kekurangan pangan memaksa beberapa penduduk melakukan barter.

Gelombang kritik terhadap tanggapan pihak berwenang atas krisis, telah membuat sensor internet China yang biasanya efisien tidak lagi mampu membendung aspirasi.

Secara online, banyak warga tidak hanya mempertanyakan cara penanganan wabah, tetapi juga narasi resmi Beijing, yang menekankan kebaikan bersama.

Rekaman protes lokal telah diunggah ke media sosial China. Mereka telah diturunkan oleh sensor, tetapi muncul kembali di platform barat seperti Twitter dan Facebook – keduanya diblokir di China.

“Setiap hari ada insiden yang menghancurkan penghasilan seseorang,” tulis seorang penduduk Shanghai minggu lalu dalam artikel Weibo yang beredar luas berjudul “Kesabaran Shanghai Telah Mencapai Batas”, dilansir dari Guardian pada Minggu (17/4/2022).

Baca juga: Shanghai Siapkan 130.000 Tempat Tidur Covid-19, Xi Jinping Tetap Puji Penanganan Wabah China

Sebuah rekaman percakapan antara Yu Wenming, seorang pria berusia 82 tahun di Shanghai, yang menelepon komite perumahan setempat untuk meminta bantuan menjadi viral di WeChat, sebelum sensor China menghapusnya.

“Saya sudah menghabiskan obat-obatan saya. Saya juga tidak punya apa-apa untuk dimakan. Saya merasa tidak enak badan,” kata Yu yang memiliki hasil tes positif Covid, saat berbicara kepada sekretaris partai, Zhang Zhen.

Zhang menanggapi dengan kata-kata kasar yang marah, mengeluh bahwa dia juga benar-benar tidak berdaya dalam situasi ini: “Saya juga khawatir. Saya juga marah ... Tapi tidak ada yang bisa kami lakukan ... Saya juga tidak tahu harus berbuat apa.”

Zhang mengungkapkan bahwa panggilan untuk bantuan menumpuk dalam beberapa hari terakhir. Tapi atasannya tidak mengatasi masalah itu.

Baca juga: Tes Covid-19 Massal 26 Juta Orang di Shanghai, China Kerahkan Ribuan Personel Militer

Tekanan perubahan

Ketidakpuasan yang terus ditunjukkan warga memaksa pihak berwenang mengeluarkan sinyal akan adanya perubahan kebijakan dalam penanganan Covid-19 China.

Ada lagi kisah menyedihkan tentang pejabat yang kelelahan telah banyak dibaca secara online dalam beberapa hari terakhir.

Salah satunya tentang petugas kesehatan masyarakat setempat berusia 55 tahun, Qian Wenxiong, yang dikatakan telah bunuh diri di kantornya karena tekanan yang dialaminya.

Pihak berwenang mengonfirmasi dia telah meninggal pada Kamis (14/4/2022). Polisi tidak menyangkal rumor penyebab kematiannya.

Hu Xijin, mantan editor tabloid Global Times yang dikelola negara, dalam sebuah komentarnya menilai kematian Qian meningkatkan kesan bahwa perang melawan Covid-19 Shanghai telah membuat para pejabat “kewalahan”.

Namun dia bersikeras bahwa terlepas dari tragedi itu, Shanghai “harus mencapai pembersihan Covid” untuk kepentingan negara.

Kata-katanya telah digaungkan dalam beberapa hari terakhir oleh para pemimpin paling senior China.

Baca juga: China Laporkan Temuan Lebih dari 13.000 Kasus Omicron, Shanghai yang Terparah

Pada Rabu (13/4/2022), Presiden China Xi Jinping mengatakan kepada para pejabatnya: “(Agar mereka) perlu mengatasi pikiran tak berdaya, kelelahan perang (Covid-19) … dan mentalitas yang lemah.”

Sementara pada Jumat (15/4/2022), wakil perdana menteri Sun Chunlan menegaskan kembali komitmen teguh pemerintah untuk menerapkan strategi "nol Covid".

Krisis pasokan dan kerentanan China

Ketegangan antara garis keras pihak berwenang dan protes akar rumput terhadap kekurangan pangan telah mengungkap dilema bagi Beijing akan penerapan strategi "nol Covid".

“Krisis pasokan makanan di Shanghai telah menjadi masalah utama yang mengejutkan penduduk Shanghai dan membuat mereka mempertanyakan strategi anti-Covid,” kata Prof Jane Duckett, seorang pengikut lama politik dan masyarakat Shanghai di Universitas Glasgow sebagaimana dilansir Guardian.

Masalahnya, kata dia, tanpa logistik yang lebih baik dalam pasokan makanan dan kebutuhan pokok lainnya, ada tekanan untuk melonggarkan pembatasan. Akan tetapi relaksasi kemungkinan akan menyebabkan penyebaran virus, dan pemandangan seperti Covid-19 Hong Kong.

“Protes dan ketidakstabilan tampaknya tidak dapat dihindari.”

Para ahli mengatakan meskipun berkembang seruan di luar negeri agar China membuang strategi nol Covid-nya, masalah rendahnya tingkat vaksinasi pada populasi rentan (60 tahun ke atas), akan menimbulkan bencana pada sistem perawatan China.

Baca juga: Shanghai Tak Akan Lockdown meski Covid-19 Melonjak, Mulai Tinggalkan Strategi Nol-Covid?

Pada 5 April, lebih dari 92 juta warga China berusia 65 tahun ke atas masih belum menerima tiga dosis vaksin. Ini membuat mereka berisiko lebih besar tertular gejala parah atau meninggal akibat virus.

Lebih mengkhawatirkan lagi, 20,2 juta orang berusia 80 tahun ke atas juga belum sepenuhnya divaksinasi.

“Kepemimpinan China telah terpojok,” kata Yanzhong Huang, seorang rekan senior di lembaga pemikir Dewan Hubungan Luar Negeri yang berbasis di New York.

Victor Shih, Pakar Politik Elit China di University of California San Diego menilai apa yang terjadi di Shanghai dan di tempat lain di China akan memiliki konsekuensi politik menjelang kongres nasional ke-20 Partai Komunis akhir tahun ini.

“Partai biasanya menginginkan lingkungan ekonomi dan politik yang lancar menuju kongres. Tetapi Covid dan berbagai cara kota-kota China menanggapinya akan menciptakan lingkungan yang sangat menantang bagi partai,” katanya.

Adapun menurutnya bagi penduduk Shanghai, yang memiliki reputasi tidak tertarik pada politik, masalah mendesak sekarang adalah melewati periode ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com