Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Merdeka atau Mati", Para Anak Muda Ukraina Terinspirasi Sumpah Pemuda Indonesia untuk Lawan Rusia

Kompas.com - 10/03/2022, 18:58 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

KYIV, KOMPAS.com - Anak-anak muda Ukraina lulusan jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dari universitas di Kyiv mengaku mendapat inspirasi dari perjuangan kemerdekaan dan Sumpah Pemuda Indonesia dalam melawan pasukan Rusia.

Yuliia Mykulych, mahasiswi doktoral bahasa, sastra, dan terjemahan bahasa Indonesia dari Universitas Nasional Taras Shevchenko di Kyiv menyatakan saat ini mereka hanya ada dua pilihan, "merdeka atau mati."

Yuliia mengatakan ia memohon dukungan dari "teman-teman di seluruh sudut Indonesia" untuk ikut menyuarakan nasib mereka.

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina: Dua Minggu yang Mengubah Dunia Seketika

Bersama rekan-rekan lulusan jurusan bahasa dan sastra Indonesia, mereka mengangkat seruan "Ukraina merdeka" melalui media sosial.

"Seperti bangsa Indonesia yang berjuang untuk kemerdekaan pada 1945, sekarang seluruh orang Ukraina berjuang untuk kemerdekaan. Merdeka atau mati tidak ada jalan lain. Ukraina sekarang berdarah karena propaganda Putin, karena agresi Rusia," kata Yuliia kepada wartawan BBC News Indonesia di London, Endang Nurdin.

"Saya ingin semua teman-teman di Indonesia mendengar kata-kata saya. Ayo kita merekam video dan berbicara kepada semua. Ayo kita jangan berdiam, harus bersuara sekarang, karena waktu sudah datang. Saya berharap saya akan didengar di semua sudut di Indonesia. Saya minta Anda menjadi teman saya untuk bersuara, merdeka atau mati!"

Mahasiswi doktoral berusia 25 tahun ini mengatakan ia juga terinspirasi atas apa yang dilakukan para pemuda Indonesia pada 1928.

"Saya sering ingat Sumpah Pemuda pada tahun 1928, satu bangsa Indonesia, satu bahasa. Sama dengan yang sekarang terjadi di sini. Semua pemuda, orang seumur saya, sukarela untuk berjuang atas perdamaian di Ukraina. Saya sangat percaya, kita akan menang," cetusnya penuh semangat.

"Kita sudah menang, bukan kemenangan fisik, perlu waktu sedikit lagi. Tapi secara mental kita sudah menang. Karena kita tahu di dalam hati, tujuan kami berjuang," tambahnya.

Menyiapkan koper untuk evakuasi

Gedung-gedung terbakar di seputar Kyiv.BBC INDONESIA Gedung-gedung terbakar di seputar Kyiv.
Seperti warga Ukrana lainnya, Yuliia terbangun di pagi hari pada 24 Februari lalu karena suara sirene dan dentuman serangan Rusia, tanda agresi dan perang dimulai. Pagi itu dia sebut "paling buruk" dalam hidupnya.

Di lapangan, pasukan Rusia terus menggempur kota-kota kunci dan mendekati ibu kota Kyiv, pada Rabu (9/3/2022). PBB mengatakan sejauh ini lebih dari dua juta orang mengungsi.

Saat Rusia mulai menyerang Ukraina, Yuliia tinggal di Kyiv bersama suaminya. Namun beberapa hari kemudian orang tuanya meminta mereka untuk pindah ke Kremenets, Ukraina bagian barat, yang sejauh ini menurutnya lebih aman.

Baca juga: Rusia Vs Ukraina dan Israel Vs Palestina, Kenapa Perlakuan Media Barat Berbeda?

Sejumlah teman-temannya masih berada di Kyiv, termasuk Iryna Zelevska, yang bekerja di KBRI Ukraina.

Iryna mengatakan dia "bersama orang tua dan adiknya" selalu di rumah dalam dua minggu ini dan hanya keluar untuk membeli keperluan makanan dan obat.

"Kalau perlu, kami keluar rumah untuk mencari makanan. Tapi banyak produk yang sudah habis, seperti roti, susu, sayuran," cerita Iryna.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com