Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Langkah Agresif Putin di Ukraina

Kompas.com - 25/02/2022, 11:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Situasi sangat menegangkan kala itu. Dunia was-was karena Putin diasumsikan akan menduduki Tbilisi dan menginvasi Georgia sepenuhnya.

Diplomasi pintu belakang Madeleine Albright dan EU akhirnya berhasil membuat Putin terhenti.

Namun demikian, pesan Moskow kepada dunia barat, NATO dan EU, tersampaikan dengan jelas atas aksi tersebut bahwa Rusia sangat serius dengan semua negara-negara bekas Uni Soviet yang menjadi halaman belakangnya, terutama yang rentan berbalik arah ke Barat.

Sementara itu di sisi lain, Putin belajar banyak dari kekalahan Viktor Yanukovych di pemilihan Ukraina pada tahun 2005.

Putin mulai menggunakan berbagai cara, mulai dari cara halus seperti penyebaran fakenews dan misinformasi untuk destabilisasi kawasan dan menggoyang kekuasaan Viktor Yushchenko.

Kemudian dengan cara terbuka berupa cyber attack dan acaman verbal kepada Ukraina jika berani mencoba bergabung dengan Uni Eropa atau NATO.

Usaha tersebut berbuah hasil ketika pemilihan 2010 di Ukraina. Viktor Yanukovych berhasil menyingkirkan Viktor Yushchenko.

Selama masa pemerintahannya, Viktor Yanukovych berusaha mendapatkan dukungan ekonomi dari Eropa dan Moskow sekaligus.

Tapi saat Putin menjanjikan kucuran likuiditas untuk Kyiv dengan catatan berhenti bersandar pada Eropa, Viktor Yanukovich seketika berubah haluan ke Moskow yang mengundang reaksi besar-besaran dari publik Ukraina dan berbuah Maidan Revolution tahun 2014.

Pasca-Maidan Revolution 2014, Ukraina mendadak dianggap sebagai ancaman oleh Putin karena kecenderungan dukungan publik yang menginginkan Ukraina menjadi bagian dari Uni Eropa.

Tak pelak, Putin menginvasi Crimea pada tahun yang sama, mendukung pemberontakan di Ukraina Timur (Donbas, Donetsk, dan Luhansk/Luganks), dan menghentikan jalur pipa migas Rusia ke Eropa via Ukraina.

Langkah itu membuat Ukraina kehilangan pemasukan negara beberapa miliar dollar setiap tahun.

Walhasil, Dunia Barat bereaksi dengan memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Dan situasi semakin panas saat Rusia berhasil mengamankan deal pipa migas dengan Jerman, biasa dikenal dengan Nord Stream II, untuk menggantikan jalur pipa migas yang terhenti di Ukraina.

Amerika Serikat justru menjatuhkan embargo kepada kontraktor-kontraktor yang terlibat dalam proyek di Ukraina itu.

Nah rentetan peristiwa ini adalah rangkaian yang memosisikan Rusia, Ukraina, EU, dan USA, hari ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com