Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporan Rahasia: Uang di Bank Sentral Afghanistan Sudah Dikuras Sebelum Taliban Berkuasa

Kompas.com - 30/09/2021, 13:02 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Reuters

FRANKFURT, KOMPAS.com - Bank sentral Afghanistan kehabisan sebagian besar cadangan uang dollar AS dalam beberapa minggu sebelum Taliban mengambil alih negara itu.

Informasi itu disampaikan dalam penilaian yang disiapkan untuk donor internasional Afghanistan. Kondisi tersebut juga yang memperburuk krisis ekonomi Afghanistan saat ini.

Baca juga: AS Kalah dalam Perang 20 Tahun di Afghanistan, Jendral Tertinggi Ungkap Alasannya

Laporan singkat dua halaman rahasia, yang ditulis awal bulan ini oleh pejabat senior ekonomi internasional untuk lembaga-lembaga termasuk Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional, mengatakan, kekurangan uang tunai yang parah di negara itu dimulai sebelum Taliban menguasai Kabul.

Temuan ini mengkritik buruknya penanganan krisis yang dilakukan mantan pemimpin bank sentral Afghanistan sebelumnya, di bulan-bulan sebelum penaklukan Taliban.

Hal itu termasuk keputusan untuk melelang sejumlah besar dollr AS dan memindahkan uang dari Kabul ke cabang-cabang provinsi.

"Cadangan FX (valas) di brankas CB (bank sentral) di Kabul telah habis, CB tidak dapat memenuhi ... permintaan uang tunai," kata laporan itu, yang dilihat oleh Reuters seperti dilansir pada Rabu (29/9/2021).

"Sumber masalah terbesar adalah salah urus di bank sentral sebelum pengambilalihan Taliban," tambahnya.

Shah Mehrabi, ketua komite audit bank sentral yang membantu mengawasi bank sebelum Taliban mengambil alih dan masih dalam jabatannya, membela tindakan bank sentral.

Menurutnya, pihaknya berusaha untuk mencegah larinya mata uang lokal Afghanistan.

Baca juga: Terungkap, Jenderal Top AS Bersaksi Rekomendasikan 2.500 Tentara di Afghanistan

Tingkat kekurangan uang tunai dapat dilihat di jalan-jalan kota-kota Afghanistan, di mana orang-orang mengantre berjam-jam untuk menarik tabungan dollar, di tengah batasan ketat tentang berapa banyak yang dapat mereka ambil.

Bahkan sebelum pemerintah yang didukung Barat runtuh, ekonomi Afghanistan sedang berjuang.

Tetapi kembalinya Taliban dan tiba-tiba berakhirnya miliaran dolar bantuan asing telah meninggalkan Afghanistan dalam krisis yang mendalam.

Harga bahan pokok seperti tepung melonjak, sementara pekerjaan mengerin. Jutaan orang akhirnya harus menghadapi kelaparan ketika musim dingin makin mendekat.

Bantuan mengering

Di bawah pemerintahan sebelumnya, bank sentral mengandalkan pengiriman uang tunai sebesar 249 juta dollar AS (3,5 triliun).

Dana itu dikirimkan kira-kira setiap tiga bulan, dalam kotak-kotak berisi uang kertas 100 dollar AS (Rp 1,4 juta), dan disimpan di brankas bank sentral Afghanistan dan istana presiden, menurut tiga orang yang mengetahui langsung masalah tersebut.

Tapi uang itu telah mengering karena kekuatan asing menghindar dari berurusan langsung dengan Taliban.

Baca juga: Korban KDRT Afghanistan Dipaksa Memilih: Kembali Disiksa atau Tinggal di Penjara Terbengkalai

Pada Rabu (29/9/2021), Bank Sentral Afghanistan, yang memainkan peran kunci di Afghanistan karena mendistribusikan bantuan dari negara-negara seperti AS, mengaku telah menyelesaikan rencana untuk memenuhi kebutuhan mata uang asing negara itu.

Namun, tidak ada rincian lebih lanjut.

Krisis mata uang mempersulit Taliban memenuhi kebutuhan dasar, termasuk membayar listrik atau membagikan gaji kepada pegawai pemerintah. Banyak di antaranya belum dibayar dalam beberapa bulan.

Cadangan Afghanistan di luar negeri sekitar 9 miliar dollar AS (Rp 128 triliun) dibekukan, segera setelah Taliban merebut Kabul. Kondisi itu membuat bank sentral Afghanistan ditinggalkan hanya dengan uang tunai di brankasnya.

Uang hilang?

Laporan itu juga mempertanyakan keputusan bank sentral Afghanistan mengalihkan sebagian dari cadangannya ke cabang provinsi.

Keputusan itu dinilai berisiko mengingat perkembangan penguasaan wilayah oleh Taliban di seluruh negeri, pada akhir 2020 menjelang kemenangan mereka.

Baca juga: Taliban Serukan AS Berhenti Terbangkan Drone di Afghanistan

Dikatakan sekitar 202 juta dollar AS (Rp 2,8 triliun) disimpan di cabang-cabang ini pada akhir 2020, dibandingkan dengan 12,9 juta dollar pada 2019 (Rp 184 miliar). Ada pun uang tunai itu tidak dipindahkan karena provinsi mulai jatuh ke tangan Taliban.

"Sejumlah uang dilaporkan hilang (dicuri) dari 'beberapa' cabang provinsi," kata laporan itu, tanpa menyebutkan berapa jumlahnya.

Mehrabi mengatakan bank sentral sedang menyelidiki uang yang "dicuri" dari tiga cabangnya, dan mengeklaim itu bukan ulah Taliban. Dia tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Mantan gubernur bank sentral Afghanistan Ajmal Ahmady, meninggalkan negara itu sehari setelah Kabul jatuh. Dia tidak menanggapi email dan pesan lain dari Reuters, yang meminta komentar tentang tindakannya di bulan-bulan sebelum Taliban kembali berkuasa.

Namun lewat Twitternya, Ahmady mengaku melakukan yang terbaik untuk mengelola situasi, dan menyalahkan kekurangan uang tunai pada pembekuan aset bank sentral di luar negeri.

Dalam pernyataannya, dia juga mengatakan bank sentral telah mengelola ekonomi dengan baik sebelum jatuhnya Kabul.

Dia pun mengaku merasa tidak enak meninggalkan stafnya, tetapi mengkhawatirkan keselamatannya. Menurutnya, tidak ada uang yang dicuri dari rekening cadangan mana pun.

Baca juga: POPULER GLOBAL: Taliban Temukan Gudang Berisi Senjata Canggih AS | Pria China Coba Bayar Restoran dengan Follower yang Hanya 217

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

[UNIK GLOBAL] Perempuan 60 Tahun Menang Miss Buenos Aires | Diagnosis Penyakit 'Otak Cinta'

[UNIK GLOBAL] Perempuan 60 Tahun Menang Miss Buenos Aires | Diagnosis Penyakit "Otak Cinta"

Global
Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan

Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan

Global
Hezbollah Tembakkan Peluru Kendali ke Israel

Hezbollah Tembakkan Peluru Kendali ke Israel

Global
Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Internasional
New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

Global
Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Global
Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Global
Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza akibat Serangan Israel...

Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza akibat Serangan Israel...

Global
Arab Saudi Imbau Warga Waspadai Penipuan Visa Haji Palsu

Arab Saudi Imbau Warga Waspadai Penipuan Visa Haji Palsu

Global
China Beri Subsidi Rp 22,8 Juta ke Warga yang Mau Tukar Mobil Lama ke Baru

China Beri Subsidi Rp 22,8 Juta ke Warga yang Mau Tukar Mobil Lama ke Baru

Global
Atlet Palestina Bakal Diundang ke Olimpiade Paris 2024

Atlet Palestina Bakal Diundang ke Olimpiade Paris 2024

Global
Rangkuman Hari Ke-793 Serangan Rusia ke Ukraina: Serangan Jalur Kereta Api | Risiko Bencana Radiasi Nuklir

Rangkuman Hari Ke-793 Serangan Rusia ke Ukraina: Serangan Jalur Kereta Api | Risiko Bencana Radiasi Nuklir

Global
Hamas Pelajari Proposal Gencatan Senjata Baru dari Israel

Hamas Pelajari Proposal Gencatan Senjata Baru dari Israel

Global
Rektor Universitas Columbia Dikecam atas Tindakan Keras Polisi pada Pedemo

Rektor Universitas Columbia Dikecam atas Tindakan Keras Polisi pada Pedemo

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com